73. Bodyguard

Mulai dari awal
                                    

"Udah itu pak Kusno lo biarin aja di situ. Dia nggak bakalan ganggu kok. Lo terima aja lah—nggak usah banyak nanya."

Edenin mendengus dan rasa kesalnya mendadak kembali muncul.

"Kok elo seenaknya gitu sih, Ver? Nggak bisa gitu juga dong. Ngapain juga coba lo tiba-tiba nyuruh orang jadi bodyguard gue? Mana nggak ngasih tau dulu lagi!" omel Edenin.

"Pokoknya biarin aja itu pak Kusno di situ. Kasian dia nggak ada kerjaan."

"Alasan lo kok nggak mutu banget sih, Ver?! Sekilas gue juga tau kali kalo bapak itu profesional! Kalo bukan elo yang sengaja minta pasti dia juga bakal ngawal orang penting lain. Lo pikir gue bego banget apa?! Bilang ke gue ada apa sebenernya?"

Edenin mendecak tidak sabar karena tidak juga Verinda buka suara.

"Ya udah, anggep itu kado dari gue deh."

"Hah?! Kado?! Duh, ya ampun... kalo elo ada di sini udah gue cium lo, Ver! Ngegemesin banget sih lo—makin nggak mutu tau nggak alasannya?! Mana ada sih orang ngasih kadonya bodyguard?!" Edenin makin uring-uringan sementara Raya yang mendengarkan percakapannya tidak bisa menahan tawa. Edenin langsung melotot ke Raya. "Lagian lo perhatian banget deh ya?! Ultah gue udah lewat lama kali!" sindirnya.

"Aarrgh, bawel lo! Lo terima aja deh! Titik!! Udah ya—gue sibuk! Bye."

"Iiihh, nyebelin!" omel Edenin sambil menurunkan ponselnya dari telinganya. Ia lalu menatap Raya yang sudah pecah tawanya. "Lo tuh juga nyebelin deh, Ya'. Malah ketawa aja lagi lo dari tadi!" protesnya sambil mencubit dan memukul pelan lengan Raya.

"Aow, ampun, Chel!" kata Raya di sela tawanya. "Abisnya lucu banget dengerin omongan lo... gimana gue nggak mau ngakak pas denger lo bilang kado tadi," Raya kembali tertawa. "adek lo tuh emang super ajaib!"

Edenin akhirnya tersenyum tipis sambil menghela nafas. Dalam hati ia masih bertanya-tanya kenapa adik tirinya tiba-tiba mengirim bodyguard untuknya. Pasti ada sesuatu deh kok si Ver tiba-tiba nyewa bodyguard... ada apa sebenernya?

"Udah nggak usah dipikir banget, Chel." Kata Raya yang seolah paham dengan apa yang ada dalam benak Edenin. "Lagian malah bagus kok kalo elo jadinya punya bodyguard. Jadi, kesannya kayak elo tuh udah seleb papan atas gitu, Chel. Gue yakin manajemen kita pasti nggak bakalan keberatan—yang ada malah ngedukung banget. Soalnya kan itu juga bagus buat ningkatin image elo di depan publik."

Edenin hanya termenung mendengarkan. Tak seberapa lama ponselnya berbunyi. Sebuah pesan melalui messager dari Verinda. Edenin kembali mendecak kesal.

Verinda : Pak Kusno nggak bakalan pergi meski lo usir dia. Jadi biarin dia jalanin tugasnya.
quEEncHeLia : 😡😡😡😡😡 NYEBELIN!!
quEEncHeLia : Pokoknya lo hrs jelasin semua waktu kita ketemu weekend nanti di rmh 😤😤😤
Verinda : Gue nggak bisa
quEEncHeLia : Kok gitu sih?! 😔 Kan kasian mama, Ver... 😢😢😢 Lagian lo kan udah lama nggak ke rmh 😟😧 Sekedar dtg ke rmh buat makan malem brg sklg apa susahnya sih?! 😠😠😠
Verinda : Susah
quEEncHeLia : Apanya yang susah? 😒😒😒
Verinda : Jadwalnya
Verinda : Gue sibuk
quEEncHeLia : Nggak usah sok sibuk 😤 Gue tau weekend ini lo nggak ada kesibukan 😒😒😒
quEEncHeLia : Emang lo aja yang bisa seenaknya cek jadwal gue 😩 Gue jg bisa skg 😏😏😏
Verinda : Jangan percaya Jeany. Dia nggak update kegiatan gue
quEEncHeLia : Bodo amat! 😥 Emg lo pikir cuman Jeany aja yg jd informan gue? Byk kok org2 lo yg udh luluh n nurut ke gue skg 😋 Lo nggak bakal bs sok ngilang nggak jelas lg 😈😈😈

***

Verinda bersiap mendribble bola basketnya dan mengambil ancang-ancang ketika ia mendengar ponselnya berbunyi untuk kesekian kalinya di dalam saku celananya. Verinda mendengus sebelum melemparkan bolanya.

PLUKK! Bola itu berhasil masuk dengan mulus ke dalam ring. Verinda nampak puas sementara ponselnya telah berhenti berbunyi.

"Nyerah juga dia akhirnya." Gumamnya lalu berjalan menghampiri bola basketnya yang menggelinding ke luar lapangan.

Verinda menunduk meraih bola basketnya ketika ia melihat sepasang kaki berjalan dan berhenti tak jauh darinya. Verinda reflek menahan nafasnya sambil perlahan mendongak dan memastikan siapa yang ada di depannya.

"Ternyata bener kalo lo ada di sini, Ver." Kata Edenin yang sudah memamerkan senyum kemenangannya pada Verinda yang langsung terlihat uring-uringan.

"Kok lo bisa tau gue ada di sini?" tanya Verinda ketus.

Verinda pantas kesal karena ia sudah menyimpan rapi rencana akhir pekannya untuk mengunjungi lapangan basket sekolahnya dari Jeany dan Jessica, orang-orang yang dia curigai telah diam-diam menjadi informan dan kaki tangan kakak tirinya itu. Verinda saat itu merasa butuh waktu sendiri untuk menenangkan pikirannya akibat kemunculan Narendra dan lapangan basket sekolah menjadi pilihannya. Tempat dimana dia merasa menjadi dirinya sendiri dan bukan siapa-siapa seperti dulu.

"Tau dong," jawab Edenin makin bangga sambil melangkah mengikuti Verinda yang sudah berbalik menuju ke tengah lapangan basket. "kan gue udah bilang informan gue sekarang banyak buat ngawasin lo."

Verinda hanya mendengus sambil kembali mendribble bola basketnya. Siapa sih yang ember mulutnya?! Perasaan gue nggak bilang ke sapa-sapa deh kalo gue mau maen basket di sini. Lagian dia ini artis apaan sih kok nggak ada kesibukan?! Malah ngikutin gue terus aja kerjaannya. Lamunan Verinda buyar ketika tiba-tiba Edenin memukul lengannya.

"Kok gue dicuekin sih?!"

"Ya sapa suruh lo ke sini!" bentak Verinda sambil melotot. "Gue ke sini mau maen basket bukan buat merhatiin elo!" lanjutnya makin nyolot.

Edenin mendecak kesal sambil menghentakkan kakinya. Ini anak kumat deh resehnya! Kapan sih dia bisa manis dikit tingkahnya?!

"Ya udah," Edenin menyerah dan memutuskan untuk kembali pada tujuan awalnya daripada melayani Verinda berdebat. "lo maen sana, abis itu ikut gue pulang. Mama udah nyiapin makan malem buat kita semua."

"Ogah."

"Kok gitu sih lo?! Kasian mama tau!"

Verinda berusaha menahan tawanya ketika melihat Edenin mencak-mencak dari sudut matanya. Ia masih memasang tampang datarnya sambil men-dribble bolanya lagi.

"Veeeeeerrrr," Edenin yang sudah kesal akhirnya melangkah maju menghadang Verinda yang ingin melemparkan bolanya ke ring.

"Duh, bawel banget sih lo?!" semprot Verinda. "Minggir sana! Ganggu orang aja!"

"Ya, elo nyebelin! Cuman diajak makan malem yang nggak tiap hari aja nggak mau!"

Verinda mendengus sambil mengapit bola basketnya di lengan kanan. Gitu aja udah kayak yang mau mewek mukanya! Jadi kakak kok nggak karismatik sama sekali!

"Ya udah," Verinda memutuskan menyudahi debatnya ketika sebuah ide jahil muncul dalam benaknya. "gue mau ke rumah. Asal elo bisa masukin satu aja bola ke ring ini."

Senyum Edenin yang nyaris berkembang langsung berganti dengan wajah cemberut.

"Kok pake syarat segala?! Lo nggak ngeliat apa gue sekarang lagi pake rok pendek sama sepatu kayak gini!! Elo sengaja ya mau nyusahin gue?!"

"Emang kapan elo nggak pernah nggak pake rok pendek kurang bahan sama sepatu model begini, hah?" kata Verinda dengan nada under estimate lalu dengan seenaknya menunjuk sepatu high heels yang digunakan Edenin dengan kakinya.

Edenin menutup mulutnya berusaha menahan emosi karena tingkah adik tirinya yang terus-terusan menguji kesabarannya. Ia menatap galak Verinda yang malah memamerkan wajah datar tanpa rasa bersalahnya itu. Akhirnya Edenin memilih mengalah lalu beranjak mengambil posisi untuk menuruti permintaan adik tirinya itu.

Verinda diam-diam tersenyum lebar penuh kemenangan ketika Edenin berbalik mengambil posisi.  Ia lalu berdehem sambil kembali mendribble bola basketnya.

Miss Troublemaker (terlalu sulit untuk dimengerti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang