Jika Aku Tak Tahu Batasan Dosa; Aku Ingin Khilaf Lebih Lama

59 1 0
                                    

Ini kisahku, seorang mahasiswi yang ingin sekali hijrah. Semua berawal dari satu hal kecil yang mampu membuat berjuta jiwa di seluruh penjuru dunia berubah menjadi gila. Hal kecil itu bernama: cinta.

.

Aku, mahasiswi semester tiga. Takdir membawaku menginjak bangku kuliah lebih cepat dari teman seusiaku. Seharusnya, aku baru memasuki dunia perkuliahan di tahun ini. Dunia akselerasi membawaku untuk mau tidak mau, aku harus sudah memulai perkuliahan di saat teman-teman seumuranku masih asyik menikmati masa putih-abunya.

.

Himpunan. Satu organisasi yang tidak lagi asing bagi mahasiswa. Aku memutuskan untuk mengabdikan diri di himpunan departemenku. Sekretaris menteri agama ternyata menjadi posisi yang strategis untukku.

.

Bukan alim, bukan juga karena paling sholeha, hanya saja kultur di departemenku, seakan seperti memaksaku untuk mempertahankanposisi itu pada waktu itu.

.

Semester tiga, identik dengan kedatangan adik-adik baru. Tanpa ragu, pada masa pesta kaderisasi himpunan waktu itu, aku mengajukan diri sebagai mentor mahasiswa baru. Terpilihlah aku, hingga resmi menjadi mentor dari sebelas orang mahasiswa baru, yang terdiri dari dua orang laki-laki, dan sembilan orang perempuan, yang sejatinya mereka seumuran denganku.

.

Mentor merupakan posisi yang paling strategis untuk merebut perhatian mahasiswa baru. Berbagai upaya dan cara, aku perlakukan demi menarik antusias mereka untuk mengembangkan potensi mereka di pesta kaderisasi himpunan masa itu sesuai visi dan misi departemenku.

.

Salah satu mahasiswa baru yang aku bimbing, salah seorang pria, ternyata merespon semua upayaku dengan cara yang berbeda. Dibanding dengan mahasiswa baru yang lain, dia selalu mendominasi waktuku. Dari yang semula hanya saling balas-membalas pesan mengenai informasi terkait kaderisasi, hingga akhirnya ia menceritakan semua keluh dan peluh yang dimilikinya.

.

Itu hal yang bagus, bukan?

Itu tandanya, salah satu mahasiswa baru berhasil aku raih perhatiannya.

.

Dugaanku salah,

bukan hanya perhatiannya,

ternyata, hatinya pun ikut tercuri olehku.

.

Semakin banyak jumlah malam yang terlewati, obrolah kami pun semakin dalam. Dari yang awalnya dia yang memanggilku dengan sebutan 'kakak', berubah hingga menjadi nama memanggil nama. Ya, kami memang lahir dalam satu tahun yang sama, hanya saja, bulan kelahiran dia ternyata lebih awal dariku.

.

Saat puncak pesta kaderisasi, ternyata dirinya tanpa ragu menulis surat untukku. Kata orang, namanya surat cinta. Surat sepanjang 3 halaman folio bergaris yang ia tulis dengan tulus itu diberikannya untukku. Aku tercengang. Hatiku berpacu dengan lirikan mataku saat membaca setiap baris pada surat yang ia tulis itu. Intinya, dia berusaha meggambarkan bagaimana berbunga-bunga hatinya saat diriku hadir dalam kehidupannya, dan dalam tulisannya itu, dia juga mengatakan, bahwa dirinya berharap, jika kita dapat terus bersama, lebih dari ini.

.

Dia ingin serius, katanya.

.

Setelah pesta kaderisasi himpunan berakhir, tanpa ragu, kami sering menghabiskan waktu berdua: dari sekedar mengobrol berdua di koridor departemen, belajar bersama, ke perpustakaan berdua, makan berdua, bahkan hingga menonton berdua di bioskop.

.

Enam bulan lamanya aku menikmati indahnya waktuku bersama hadirnya. Dunia betul-betul serasa milik berdua: itu yang kami berdua rasakan pada masa itu.

.

Aku tetap percaya diri saja, toh aku 'kan berapacaran dengannya dengan niatan serius, akan melanjutkan ke jenjang suci tali pernikahan setelah kami berdua lulus. Dalam hal ini, dia pun memiliki visi dan misi yang sama denganku.

Pacaran halal, kalau kata orang.

.

Kemana?

Ya, kemana jati diri sebagai cerminan dari amanah yang aku punya sebagai sekretaris menteri agama?

yang seharusnya menjunjung tinggi adab dan nilai-nilai agama;

Ini malah asyik berpacaran.

.

Hingga tiba masanya, aku diberikan kesempatan oleh-Nya untuk merasakan bagaimana 'indahnya' patah hati.

Pada suatu malam, dirinya memintaku untuk mengakhiri semua tawa dan harapan yang pernah kami tuai bersama. Sejak malam itu, hatiku retak, aku tak lagi sanggup menatap wajahnya dan membalas semua perkataannya dalam nyata.

Hatiku terlalu rapuh, otakku terlalu candu, untuk kehilangan dirinya yang mendominasi pikiranku selama enam bulan terakhir.

.

Aku kesal. Mengapa bisa, ia yang memulai semuanya: membiarkan rasa ini tumbuh di hatiku, memberiku janji, memberiku harapan, tetapi nyatanya pada akhirnya, ia sendiri yang mengakhirinya.

.

Semua hanya omong kosong.

Semanis apapun janji, apadaya bila hanya menjadi untaian kata yang tak menjadi nyata?

.

Butuh waktu yang cukup lama untukku, untuk melenyapkan canduku terhadapnya dan dunianya.

.

Hingga tiba masanya, kuliahku sudah mencapai semester lima. Aku berusaha menyibukkan diri pada berbagai kegiatan agar canduku terhadap dunia 'indah' pacaran tak lagi mengusik inginku. Tapi, malah lelah dan galau yang semakin akut yang aku rasa.

.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri buatku. Bagaimanapun caranya, aku harus berubah.

.

Karena, aku ingin memulai hijrah.

Karena, aku telah merasakan sakitnya pengharapan kepada sesama manusia.

Karena, aku perlu 'tempat' untuk menjagaku agar aku tidak lagi 'tertarik' pada kekhilafan yang sama.

.

Jika saja, Allah tidak sayang padaku, aku mungkin akan terus dibiarkan asyik kuliah sambil beracaran.

Jika saja, Allah tidak sayang padaku, aku pasti diizinkan-Nya 'tuk khilaf lebih lama.

Tetapi, Allah maha baik, Ia tak suka bila aku menghabiskan waktu lebih lama dengan seseorang yang belum halal untukku, sebelum semuanya terlalu 'jauh'.

.

Lebih baik aku kehilangan sosoknya,

daripada aku harus kehilangan-Nya.

.

Semua terjadi karena takdir-Nya. Aku percaya, kini, melalui pancaran iman dalam naungan indah yang bernama ukhuwah, aku mempunyai bahan bakar yang lebih banyak, untuk terus hijrah menjadi lebih baik, di setiap sisa waktu yang aku punya sekarang, sebelum aku berpulang menghadap-Nya untuk memenuhi panggilan-Nya.

Seandainya aku khilaf lebih lama, aku takkan pernah menemukan cahayaku.

Sayangnya, Allah tak mengizinkanku 'tuk khilaf lebih lama.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 16, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Seandainya Aku Khilaf Lebih LamaWhere stories live. Discover now