28. Tidak Apa-Apa

Mulai dari awal
                                    

"Yang bajunya sering nggak dimasukin? Rambutnya ada jambul-jambulnya gitu?"

"Bisa lebih spesifik lagi nggak?" Langit semakin bingung. "Cowok apa cewek?"

"Ya cowok lah, bego." Bintang jadi kesal sendiri. "Tau ah, pokoknya kakak kelas yang tinggi berjambul itu."

Langit mengembuskan napas lega. "Gue harus berterima kasih sama cowok tinggi berjambul itu."

Bintang mengangguk. "Nanti gue sampein salam lo ke dia."

"Nggak usah. Entar lo jotos-jotosan sama Mei lagi gara-gara cowok itu."

"Sialan." Bintang mendengus kesal. "Udah, ke neraka aja lo sana. Ganggu aja di bumi."

Langit tertawa puas. Kemudian tangannya refleks mengacak-acak rambut Bintang, sedikit kangen dengan sifat juteknya gadis itu.

"Ih apa sih." Bintang menepis tangan Langit cepat lalu balas melemparkan buku yang lumayan tebal ke wajahnya.

"Aduh," ringis Langit sembari memegangi hidungnya. Tidak lama setelahnya Ibu Penjaga Perpustakaan menegur mereka dan menyarankan untuk keluar dari perpustakaan jika tidak ada kepentingan lagi.

Setelah Ibu Penjaga Perpustakaan berlalu, Langit dan Bintang saling berpandangan. Langit menirukan mimik wajah beliau dengan sedikit dilebih-lebihkan, membuat tawa Bintang pecah. Langit ikut tertawa bersamanya.

"Sorry gue telat."

Suara itu lantas membungkan keduanya. Langit berdehem untuk menetralkan suasana, sementara Bintang berdiri dari tempat duduknya. "Dewa," sapanya, lalu berpindah, ke kursi sebelah, menyisakan tempat duduk untuk Dewa di antara dirinya dan Langit.

"Gue balik duluan ya," kata Langit pada Bintang. Dia menepuk pundak gadis itu dua kali. "Bye."

"Loh?"

Dewa juga hanya diam ketika Langit beranjak pergi. Keduanya bahkan tidak saling bertukar sapa. Saling berlalu seolah tidak mengenal satu sama lain.

Setelah Langit berlalu, Dewa duduk di sebelah Bintang. Dia melihat-lihat buku-buku referensi yang telah dikumpulkan Bintang di atas meja. Sementara Bintang hanya diam, masih bingung dengan sikap dingin yang ditunjukkan Dewa dan Langit kepada satu sama lain.

"Langit tadi ngapain?" tanya Dewa akhirnya.

"Mau minjem buku katanya. Buat ngerjain soal." Bintang menjawab sekenanya. "Kalian kenapa, sih? Berantem, ya?"

"Gue juga bingung."

"Ternyata bisa berantem juga, ya, kalian," komentar Bintang seraya tersenyum, kemudian memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Dia ikut memilah-milih buku yang bertumpuk di hadapannya, berniat menyisakan beberapa saja untuk dijadikan referensi.

"Yang ini bagus nggak?" Bintang mengacungkan sebuah judul buku kepada Dewa yang sejak tadi masih memelototi satu halaman buku yang sama. "Dewa?"

"Ah, kenapa?" Dewa terlonjak, tampak baru saja tersadar dari alam bawah sadarnya.

"Lo lagi nggak fokus," simpul Bintang. Tampaknya masalahnya dengan Langit sebegitu seriusnya sehingga menyita pikiran Dewa seperti itu.

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang