***


Kepala gue berdenyut, gue berdecak berkali kali, mendelik ke arah Febri dengan tatapan kesal. Fanmeeting selesai, sekarang gue dan Febri lagi di Apartement gue. ketika sebuah berita muncul di Line Today.

Seorang Penulis Park Sena menyukai Lee Daniel WannaSee? Wow!

Dan yang lebih parah.

Lee Daniel adalah type ideal untuk Park Sena.

Sialan. Sialan. Sialan. Setelah Febri bilang arti kata bias adalah idol favorite atau semacamnya, gue mengacak rambut gue frustasi. Astaga harga diri gue ya Tuhan di taruh kemana? Belom instagram gue yang rame karena fans fans WannSee yang berkomentar di beberapa foto gue. Dan, wartawan sialan yang melebih lebihkan sebuah berita. Hello! Gue cuman ngangguk loh ya kenapa bisa ada kata kata Ideal Type di pembicaraan gue atau di pembicaraan Daniel?

Ini sebabnya gue selalu benci sama Wartawan.

Dan, Febri.

"Kenapa nggak lo bilang dari awal sih Ri? Kan bisa gue jawab dengan hal lain. Astaga fansnya coy" giliran gue yang mengguncang guncangkan pundak Febri dengan kesal.

"Sorry, gue nggak tau bakal kayak gini, lagian sih muka lo itu loh masuk layar, tablo banget nggak tahan gue liatnya!"

Alasan terbodoh tau nggak sih. "Lo harus tau, kalo gue sama idol bernama Lee Daniel itu firstmeet yang nggak enak, gue—astaga gue kesel anjir sama dia"

"Firstmeet apaan orang lo cuman highfive doang, lebay lo"

Dia nggak tahu apa-apa yaampun. Hhh. Karena kesal gue melempar pelan bantal di tangan gue ke arah Febri.

"Kanada, gue ketemu sama dia di Quebec kemaren! Dan—gue nggak sengaja bawa ponselnya dia"

Febri melotot, menatap gue kaget. Dia terbangun dari posisi duduknya dan mendekat ke arah gue. "Apaan? Kok lo nggak bilang bilang ketemu Daniel di Kanada sih?"

"Bacot! Nih dengerin gue, jadi ponsel gue kan rusak dan nggak sengaja ketemu Daniel di Bolduc, karena dia disebelah gue dan ponselnya yang mirip sama ponsel gue yang rusak, jadilah gue dengan begonya bawa ponsel dia dan gue masukin tas, abis itu dia nelfon di ponsel yang gue ambil itu, pas gue angkat dia langsung bilang gue pencuri. Sialan nggak sih? Padahal gue nggak sengaja" jelas gue panjang lebar.

"Gue bilang dong kalo gue bukan pencuri, nah dia masih ngotot gitu, akhirnya gue bilang ketemuan di Cafe buat balikin ponsel dia, eh dia malah bilangin gue sesaeng, btw gue mau nanya nih sesaeng itu apaan?"

Febri malah ketawa di samping, dan mengelus pundak gue pelan "Sesaeng itu fans fanatic yang rela ngikutin idolnya kemana aja. Anjir hahaha"

Gue mengacak rambut gue frustasi " Ah sialan pasti dia bakalan ngira gue fans fanaticnya dia beneran!"

"Terus abis itu? Lo ketemuan beneran?"

"Iya, gue balikin, terus dia ngasih gue duit buat balik ke Korea karena udah ngikutin dia. Gila ya! Gue punya duit kali. Najis banget kurang kerjaan apa gue ngikutin dia sampe Kanada, tau juga kagak!"

Febri menatap gue kasihan sambil tertawa pelan. Bener bener temen yang patut dicontoh. Membawa lo masuk ke lubang besar, dan tertawa atas semuanya. Double shit.

"Anjir jam berapa ini, jam 12 malam, gue balik ya. Besok kerja coy nggak boleh telat" Febri bangun dari duduknya, mengambil tas di mej dan berjalan keluar dari apartement. Gue pun sebagai tuan rumah yang baik nganterin Febri sampe depan lift.

"Dah ya coy, gue balik dulu" Gue ngangguk dan berpelukan sebentar, abis itu Febri masuk kedalam lift.

Gue pun berjalan menuju pintu apartement gue kembal, gue seidkit membungkuk sopan pada pemilik apartement mewah ini. Seorang lelaki tua dengan pakaian serba mahal.

"Annyeonghaseyo"  (Halo) Ucap gue. beliau tersenyum dan mengangguk membalas salam gue. gue melirik beliau beserta kedua orang laki laki yang nampaknya sih, sekretaris atau pengawalnya gue nggak tau. Apart sebelah gue itu emang kosong, kayaknya sih ada yang mau nempatin makanya sama pemiliknya di persiapkan dulu.

Btw, apartement gue ada di Gangnam terdiri dari 20 lantai, dan gue kebagian di lantai tengah. Di lantai 10, dan di lantai 10 ini katanya sih paling mahal. Pokoknya dari lantai 7-15 itu paling mahal. Soalnya ditengah nggak terlalu bawah dan nggak terlalu atas. Di lantai 10 cuma ada 5 pintu. Gue di bagian paling ujung nggak deket lift, karena cuman disitu gue dapet pemandangan bagus dari jendela besar ruang kerja gue. 2 pintu kosong dan yang gue tau pintu di dekat lift itu yang punya anak Chaebol, sendok emas sama kayak gue. dan yang satunya lagi CEO gitu, tapi jarang pulang kesini.

"Permisi, apakah ada yang ingin menempati 504?"tanya gue. Well kalo ada yaudah. Nggak penting sih gue cuman nanya doang.

"Ne Agassi" (Ya nona)

Gue mengangguk paham dan kembali membungkukkan tubuh gue untuk pamit masuk kembali ke apartement gue. Kenapa. Perasaan gue nggak enak.


***


Sekarang jam 4 pagi, belakangan ini waktu tidur gue nggak teratur. Gue bisa tidur jam 12 dan kembali bangun di tengah malam. Alasannya, karena gue terlalu stress untuk menyelesaikan buku ketiga gue. fyi gue punya dokter psikolog pribadi, dan gue fikir itu perlu untuk setiap penulis, yang punya masalah kayak gue. yang pernah melewati fase untuk percobaan bunuh diri. Miris. Andai pembaca gue tau kalo gue adalah salah satu orang yang bermasalah, entah apa responnya. Gue yakin, gue akan tenggelam saat itu juga. Meninggalkan satu satunya hobi yang gue jalani.

Gue laper, tapi terlalu males juga untuk bikin roti selai yang ada di lemari dapur. Akhirnya gue memutuskan untuk keluar, masih dengan gaun tidur panjang , berniat ke restoran lantai bawah dari gedung ini, yang selalu buka setiap waktu. Cocok untuk orang yang suka bangun tengah malam tapi nggak punya makanan kayak gue.

Alangkah herannya gue ketika mendapati situsi sibuk di depan pintu. Gue mengerjap perlahan, mmmenetralkan pandangan gue. bukannya terlalu pagi buat pindah? Beberapa orang berbaju hitam yang terlihat seperti security mengangkat beberapa kardus yang entah apa isinya. Terlihat juga pemilikn apartement dengan seorang laki laki bertopi yang gue yakini sebagai pemilik baru dari 504.

"Annyeonghaseyo" sapa gue dengan ramah.

Beliau mengangguk sembari tersenyum. Menepuk pundak gue pelan.

"Dia Park Sena, seorang penulis yang menempati 501"

Gue tersenyum. Namun senyuman gue luntur seketika ketika pria tersebut melepas topi Supreme nya. Berambut coklat dengan wajah yang sangat familiar bagi gue.



"Thief?"

What the fck. Why did he come here?!



tbc

Falsedad  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang