Bab.14 Lamaran 2

Mulai dari awal
                                    

"Kamu tau maksud kedatanga Fadhli kemari?"

Layla menatap abinya terkejut, tidak menyangka abinya akan menanyakan pertanyaan tersebut. Tentu saja dia tau walau tidak yakin, Mahdi lewat Dini tadi telah memberitahukannya. Tak mampu menjawab Layla hanya diam menunduk saja.

"kalo kamu diam saja berarti Abi anggap iya.."

"Sekarang bagaimana jawaban mu.. apa kamu mau menerima lamaran Fadhli?"

Mendengar pertanyaan tersebut bukan hanya Layla, namun Fadhli juga terkejut, dia tidak menyangka ustad Bahru akan langsung menanyakannya pada Layla dihadapannya. Berlahan Fadhli mengangkat kepalanya dan menatap Layla... betapa dia merindukan gadis didepannya ini. Namun kini justru Layla yang menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Bagaimana Layla.." Abi bertanya lagi. Namun Layla tidak sanggup untuk menjawabnya, lidahnya terasa kelu.

Waktu berjalan seakan begitu lambat saat itu, ruangan begitu hening hingga suara cicak saja terasa begitu jelas. Tidak ada yang berani bersuara, tidak ada yang berani bergerak semua tegang menanti jawaban Layla. Tidak ada yang yakin seratus persen akan apa jawaban Layla. Bahkan Fadhli pun tidak yakin jika Layla akan menjawab iya.., bagaimanapun dia telah memperlakukan Layla begitu buruk ketika mereka berpisah. Mereka tidak lagi bicara satu sama lain dan tidak pernah memberi kabar. Bagaimana jika pada akhirnya Layla berubah pikiran? Bagaimana jika Layla akhirnya memutuskan jika dia tidak cukup baik untuk menjadi pendampingnya? Terlebih fadhli mendengar bahwa yang melamar Layla bukanlah pria sembarangan. Dia pria yang berkali – kali lipat lebih baik darinya.

"Layla.." lagi – lagi ustad Bahru memanggil putrinya

"Atau kamu telah memutuskan untuk menerima lamaran yang pertama?"

Layla terkejut mendengarnya, tidak mungkin!. Dia mengangkat kepala dan menatap Abi dengan khawatir Abinya salah memahaminya "Bukan begitu bi.." sahutnya

Lalu dilihatnya senyum di wajah abi nya, barulah Layla sadar Abi tengah menggodanya. "Abi..." Seru Layla dengan wajah memerah malu.

Namun Fadhli belum memahami sisuasi tersebut dengan baik. Dia masih nampak tegang menatap Layla dan ustadz Bahru apalagi mendengar ustad Bahru mengungkit – ungkit soal lamaran yang lain hatinya bergemuruh karena cemas.

Akmal menyikut dada Fahli dan berbisik "Artinya itu Layla setuju"

"Ha..." seru Fadhli reflek diiringi tawa dari yang lain. Mereka tertawa melihat raut wajah Fahdli yang pucat karena cemas dan tegang.

"Lamarannya di terima mas bro..." Celetuk Mahdi

Fadhli memandang Layla takjub mendengarnya, dia berpaling kearah ustad Bahru "Diterima tadz?" tanyanya masih tidak percaya. Ustad Bahru mengangguk mengiyakan.

"Alhamdulillah " wajah Fadhli langsung berubah cerah. "Terimakasih La.."

"Abi.. tapi bagaimana dengan lamaran ka Damar" Layla mengingatkan, dia tidak ingin bahagia namun ada orang lain yang kecewa karenanya.

"Sejak awal Abi memang tidak pernah menerima lamarannya"

"Tapi Abi bilang..." Layla menjadi bingung sebab kemarin – kemarin Abinya seakan bersikeras agar dia menerima lamaran Dimas.

"Oh.. itu segaja abi lakukan untuk memancing reaksi Fadhli, tidak disangka reaksinya cepat juga, dia langsung datang melamar kamu"

"Ha.." semua orang yang ada diruangan tersebut saling berpandangan, mereka menatap ustad Bahru meminta penjelasan. Ustad Bahru tersenyum simpul, ditepuk – tepuknya bahu Fahdli.

"Dulu ustadz pernah punya janji dengan Fadhli, namun karena banyak sekali yang datang melamar Layla ustad jadi cemas, makanya ustad sengaja pakai taktik ini supaya Fahdli keluar"

Muka Fahdli menjadi merah mendengarnya,

"Maaf ustad saya belum sepenuhnya memenuhi janji saya pada ustad" Fadhli merasa sedikit bersalah, diingatkan akan janjinya beberapa tahun lalu di ruang BP pada ustad Bahru.

Ustad Bahru menggeleng " Insya Allah melihat usaha kamu selama ini kamu akan jadi iman dan suami yang baik bagi Layla, dan Layla juga, Abi tau kamu masih terus berharap akan Fadhli"

Layla menatap abinya haru, dia tidak menyangka dibalik penampilannya yang tegas bahkan cenderung galak abinya begitu perhatian dan lembut.

###

"Jadi janji apa yang kamu buat dulu dengan ustad Bahru Fadh?" Tanya Akmal penasaran, Fahdli hanya tersenyum menjawabnya. Dalam perjalanan pulang, sudah beberapa kali Akmal dan Mahdi menanyai nya penasaran dengan janji apa yang dia buat dulu dengan ustad Bahru. Namun karena berniat mengerjai kedua sahabatnya Fahdli hanya tersenyum menanggapinya tanpa niat menjawab.

"Fahd.." Akmal mulai merasa jengkel, Fadhli itu memang paling susah dikorek jika dia sudah memutuskan merahasiakan sesuatu dia akan diam selamanya.

"Nanti ya dikasih taunya biar kalian penasaran dulu" goda Fahdli, suasana hatinya sedang amat baik hari ini jadi nya dia malah ingin menjahili kedua sahabatnya. Tiba-tiba handponenya berbunyi "Layla" seru Fahdli senang, Layla membalas pesannya, akhirnya setelah bertahun – tahun mereka berkomunikasi kembali.

Pengaruh Layla pada seorang Fadhli memang tidak main-main, baru sebentar saja Fadhli seakan berubah kepribadian, Melihat Fadhli yang begitu focus saling berkirim pesan dengan Layla sambil senyum-senyum, Mahdi dan Akmal merasa melihat kembali Fahli yang telah lama hilang. Fadhli yang lucu dan suka menggombal, bukan Fadhli yang selalu Nampak serius dan tegang seperti beberapa tahun belakangan ini.

"Eh nanti pulangnya beli martabak telor dulu ya, mbak Dian minta dibeliin" tiba – tiba Akmal teringat sesuatu, mbak Dian tadi mengiriminya pesan meminta dibelikan martabak telor.

"Mbak Dian nitip ke kamu..??" Mahdi sedikit heran, kenapa kakaknya Fadhli itu menitip ke Akmal bukan ke Fadhli atau kedirinya yang jelas-jelas tinggal menumpang disana. Akmal hanya mengangkat bahu menjawab pertanyaan Mahdi, sedangkan Fahdli yang sibuk berkirim pesan seakan sudah lupa kalo ada orang disekelilingnya. Dia terus senyum – senyum sendiri dari tadi.

Ku Tunggu Kau Di PelaminanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang