"Aduh sorry" tangannya memberikan map yang jatuh tersebut, hingga matanya menatap sosok yang ia tabrak.

Queen diam seribu bahasa saat bertatapan dengan sosok yang sangat ia rindukan. Dadanya rasanya sesak, karena dipenuhi dengan kerinduan. Orang didepannya pun sama percis, hanya diam menatap Queen. Manik mata mereka bertemu dan enggan untuk berpaling.

"Kabar lo gimana?" Queen menutup matanya sesaat, desiran darahnya sangat terasa saat mendengar suara itu lagi. Queen ingin menangis dan memeluknya, namun ia harus menahan itu. Orang tersebut mengambil map di tangan Queen.

"Baik. Lo?" Queen menelan ludahnya setelah akhirnya ia bisa mengeluarkan suaranya. Queen menatap sosok itu, sosok yang sudah lama tak ia temui.

Niel, gue kangen

"Baik" jawab Daniel sambil mengangguk. Keduanya canggung, hanya diam menatap satu sama lain dan sibuk dengan pikirannya masing masing.

------

Kini, Queen dan Daniel berada di kantin rumah sakit. Keduanya masih sama sama diam, merasa canggung dan bingung harus memulai darimana.

Daniel sibuk mengetukan jarinya di meja, matanya selalu menatap manik mata Queen, tak berhenti dan tak berpaling. "Kemana aja?"

Queen mendongakan kepalanya menatap Daniel, alisnya sedikit tertaut, "Gue belajar di Jerman. Lo?"

"Selalu disini, gak pernah pergi" ucap Daniel yang membuat alis Queen tertaut bingung.

"Kenapa lo gak ngasih tau gua, kalau waktu itu lo pindah ke Jepang?" Queen diam sesaat mendengar ucapan Daniel, saat itu Queen memang tidak ada niatan untuk memberitahu Daniel, karena ia terlanjur kecewa pada Daniel.

"Setahun gua sekolah gak ada lo sepi Queen. Gua nunggu lo selesai lulus SMA. Tapi, kenapa lo gak balik ke Indonesia juga? Kenapa lo lanjutin ke Jerman?" Ucap Daniel lagi. Queen hanya diam, enggan berbicara. Biarlah Daniel berbicara dulu, baru ia akan membalasnya.

"Gua pikir, saat lo ke Jepang gua bakal baik baik aja, karena ada Fika. Tapi ternyata beda Queen, Fika gak sama kayak lo. Satu tahun gua pacaran sama Fika, gua selalu kena marah mulu sama Pricil. Pricil selalu ngasih tau hal buruk tentang Fika, tapi gua gak selalu percaya. Awalnya, gua pikir lo cuman pindah ke luar kota doang, ternyata lo pindah keluar negeri. Awalnya, gua pikir gua akan terbiasa tanpa ada lo, nyatanya nggak. Gua gak bisa kalau gak ada lo, lo bagian terpenting dalam hidup gua" Queen menangkap manik mata Daniel, mencari sebuah kebohongan. Namun, tak ia temukan.

Queen menggigit bibir bawahnya, ragu untuk berbicara.
"Sorry Niel"

"Bukannya gue gak mau ngasih tau lo, saat itu lo lagi bahagia kan sama Fika? Lagian gak bakalan ada efek apapun buat lo kalau gue pergi. Gue punya kehidupan sendiri Niel, gue gak mau terlalu terpaut sama lo terus, karena lo gak bakalan selalu ada buat gue. Setelah kejadian di kantin waktu itu, gue sadar. Kalau lo lebih milih Fika. Bukannya gue ke kanak kanakan, karena hal itu gue lebih milih pindah. Tapi gue emang udah gak mau lagi tinggal di Indonesia. Dan lo... Gue pikir saat bokap gue gak ada, lo bakalan dateng, lo bakalan semangatin gue. Tapi nyatanya gak Niel, padahal lo sahabat gue, tapi kemana lo saat gue lagi terpuruk? " Daniel menunduk mendengar penuturan Queen, dirinya merasa menyesal karena lebih memilih Fika saat itu.

"Satu tahun gue nunggu lo di Jepang, gue pikir lo bakal hubungin gue atau nyari tau keberadaan gue Niel. Tapi nyatanya? Nggak kan?" Queen tersenyum, senyum yang memiliki banyak makna.

"Gua sadar Queen, setelah kepergian lo gua masih bahagia sama Fika. Setelah setengah tahun, gua baru sadar kepergian lo berpengaruh di hidup gua. Gak ada lo, rasanya  kayak gak ada kehidupan. Bukannya gua gak mau cari tau keberadaan lo, setiap gua nyari keberadaan lo lewat Pricil atau bunda lo, mereka gak pernah ada yang ngasih tau gua. Apa gua sebrengsek itu, sampai gua gak boleh tau keberadaan lo? Apa lo sebenci itu, Queen?"

Friendzone | END |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang