War Zone (Section W)

Mulai dari awal
                                    

"Sampai kapan pun!" sergah Jihoon cepat.

Daniel diam sejenak. Pandangannya lurus pada kedua mata indah Jihoon. "Kau sungguh-sungguh?" ujar Daniel. Jihoon tak tahu mengapa sosok itu seketika berubah menjadi melodrama seperti ini.

"Jika aku tidak sungguh-sungguh aku sudah pergi sejak dulu dasar Kang Daniel bodoh!"

"Aw! Sakit, Jihoonie!" Daniel mengaduh kecil ketika jemari jihoon mencubit perutnya. Tidak berlebihan dan sekedar menggoda kekasihnya.

Daniel meraih tubuh Jihoon untuk ia peluk lebih erat. Betapa ia sangat mencintai kekasihnya ini. Tidak peduli sebanyak apa Jihoon mengeluh ketika ia mengucapkannya berulang kali.

"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu, Jihoonie."

Kali ini Jihoon mendengung di depan dada Daniel yang berbalut kemeja biru laut yang lembut. Telinganya mendengar jelas degupan jantung si pemuda tinggi nan seksi itu.

Sore yang hangat dengan berbagi pelukan dan obrolan ringan tak bermakna, tautan jemari yang terasa pas dan sapuan lembut angin di kulit mereka.

Jihoon selalu merasa nyaman berada dalam pelukan Daniel. Terasa hangat dan ia merasa terlindungi.

"Cuaca mulai terasa dingin setelah senja turun. Ayo kita kembali ke apartemenku." ujar Daniel. Tangannya berada di dua sisi wajah Jihoon dan ibu jari miliknya menyapu pipi kemerahan kekasihnya.

Jihoon mengangguk sebagai jawaban. Kemana pun Daniel pergi maka ia akan mengikuti.

Daniel meraih jemari Jihoon dan menautkannya sepanjang jalan mereka pulang, sesekali mencium punggung tangannya. "Kau ingin membeli sesuatu sebelum kita pulang, sayang?" tawaran Daniel seperti lampu hijau.

Jihoon tak menunggu puluhan detik untuk berseru dengan semangat.

"Aku ingin es krim!"

Daniel tersenyum, mencium kening Jihoon dan berjalan lagi untuk mampir ke kedai es krim kesukaan mereka.

"Baiklah, kita akan membeli es krim."

+++

+++

Jihoon berjinjit kecil untuk memberi kucupan singkat di bibir Daniel. Sebuah es krim coklat di salah satu tangannya.

Jihoon jarang sekali menciumnya ketika berada di luar apartemen. Daniel tidak menolak dan ia justru berharap sisi Jihoon yang manis seperti ini lebih sering keluar.

"Terima kasih, Daniel." ujar Jihoon. Daniel mengernyit bingung dalam artian sesungguhnya. Ia merasa tak melakukan hal besar atau memberi sebuah kejutan romantis dalam kencan mereka.

Yang mereka lakukan sepanjang sore hanyalah berjalan bergandengan di taman, duduk merapat di depan senja lalu membeli es krim dan pulang ke rumah.

"Terima kasih karena kau selalu ada untukku." ucap Jihoon. Daniel sedikit mengelak dalam pemikirannya tapi ia tetap diam mendengar.

Daniel meraih satu sisi wajah Jihoon dan membelainya dengan lembut ketika Jihoon kembali bersuara. "Aku mencintaimu, selalu." Jihoon melahap es krimnya kemudian melanjutkan kembali.

"Jangan dengarkan perkataan Samuel atau Woojin. Aku takkan meninggalkanmu sampai kapan pun."

Cukup.

Daniel hanya butuh Jihoon selalu berada di sisinya. Sejujurnya ia sedang berusaha menyembunyikan ketakutan kecil dalam dirinya.

Daniel takut Jihoon akan pergi seperti perkataan Woojin sore itu.

Tapi, ucapan kekasihnya cukup membuatnya lega dan ia kembali hidup dengan kalimat Jihoon.

Daniel memandang wajah Jihoon yang melahap es krimnya dengan tersenyum. Tangannya masih membelai wajah halus kemerahan milik Jihoon.

MANEUVER (DANIEL, JIHOON)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang