09 - Awkward Kafe

Mulai dari awal
                                    

"Ha?"

Kira melenggang dengan santainya, meninggalkan Candra dengan nyawa yang memaksa keluar. Untung saja, Candra rajin menabung dan tidak sombong, ia memaksa masuk semua nyawanya. "Pasang harga dirimu, Can! Harga diri laki-laki!" batinan Candra.

Dengan gaya angkuh -yang nggak cocok banget, Candra duduk di depan Maya dan tepat di samping Kira. Pandangan Maya langsung terasa seperti pedang Excalibur -terkenal dari Inggris, yang siap menancap di pupil. Memang terkesan berlebihan, tapi, ya, namanya juga Candra. Masternya peka. Pasti Maya sekarang sudah punya rencana yan akan ia jalankan ketika sudah tak ada Kira. Hiii! Menakutkan!

"Mbak," Kira melambaikan tangannya, menggunakan gestur memanggil pelayan. Tak lama, salah satu pelayan datang kepada mereka. "Saya pesan Cinnamon Roll sama Cappucino. Kamu, Can?"

"Machiato sama Red Velvet."

"Ditunggu sebentar lagi, ya."

Kira hanya mengangguk. Diliriknya Maya yang hanya pesan Americano. "Kamu cuma pesan itu?"

"Lu tahu, kan, gua jarang makan makanan manis. Lagian..." Maya mengerling jahil kepada Candra. "...yang disebelah lu cewek banget." Kemudian, tawa tanpa dosa menguar dari mulut Maya. Pengin disumpal Mjolnir -palu gedhe punya Thor, emang mulutnya si Maya. Jadi gatel Candra dengarnya.

Kira berdiri, mencondongkan tubuhnya sambil sedikit menggebrak meja. "Jangan sekarang. Kamu tahu, kan, hari ini nggak boleh."

"Ya, gua tahu, kok."

"Jangan bikin orang lain salah paham, dong!" jerit Candra dalam hati. Bagaimana tidak? Posisi mereka saat ini itu mengingatkan Candra akan berita pelakor yang asik-asik jos ramai dibicarain netizen -yang sampai lempar-lempar duit itu, lho. Candra merasa menjadi Pak *en*y. Kira Bu *en*y dan Maya si pelakor itu. Walau pun sifat mereka berkebalikan semua.

Tetap saja! Candra merasa jadi cowok berengsek yang memainkan hati dua gadis.

Kira kembali duduk. Kemudian, datang pelayan yang membawa pesanan Candra dan Kira. Dengan semangat menggebu, Candra lahap habis Red Velvet cake di depannya. Cuma sekali, kok, lain kali ia bakal menghemat dengan jajan di warung Bu Marni -tetangga sebelah- yang murah meriah, ya, meski telinga harus panas dengarin gosip emak-emak kampung. Biasalah.

Ah, pikiran Candra memang sedang lelah. Tapi kenapa duduknya harus seperti ini!? lagi-lagi Candra mesti pusing dengan dua cewek abnormal yang sedang duduk satu meja dengannya.

"Hey, kalian bisa duduk sebelahan, nggak?"

"Kagak!"

"Nggak!"

"Ke-kenapa?"

"Udah biasa gini." Kali ini Kira menjawab, Maya mengiyakan.

Dasar duo iblis sialan! Cuma gara-gara gitu? Nggak mikir nasib Candra yang gugup, gelisah, dan merana dilihatin banyak orang apa?

"Kayak perawan aja malu-malu gitu." Cibir Maya.

Demi sempak bencong yang lagi nge-hits di gosip pagi! Suasananya jadi kebalik. Candra kayak perawan yang digoda om gangster dan pria mapan. Merasa terhina ia, dibilangin, Candra cowok!

Jadi awkward, kan, suasananya.

Bodo amat. Candra nggak bakal interogasi Maya sekarang. Nggak kuat mental dedek dilihatin banyak orang gegara tingkah absurd Maya. Big No! Ia cus, pulang sekarang juga.

"Gua duluan." Candra bangkit dari duduk dan melangkah pergi keluar Kafe. Untung saja, Kira mau dititipin duit buat bayar makanan unyu-unyu-gemes yang suka bikin kantong bolong.

"Kayak cewek ngambek aja." Sindir Maya.

"Gua dengar, bego!" batin Candra. Yah, walau jarak mereka dua meja, tetap saja kalau Maya yang nyindir itu satu Kafe dengar. Harga diri Candra benaran jatuh kali ini.

"Gua pengin pelampiasan." Geram Candra sebelum benar-benar pergi dari Kafe.

***

Maya memandang langit. Walau pun ia sama sekali tidak mendukung Miss Universe dengan motto-nya yang 'World Piece' itu, Maya masih suka keindahan alam. Bahkan ia tak segan menghajar bawahannya yang merusak tanaman. "Kalau nggak ada tumbuhan, oksigen habis, gua nggak hidup, dan nggak bakal bisa ngehajar orang. Dunia, kan, butuh bumbu pelengkap kayak kita." Begitu katanya sewaktu konferensi pers dengan seluruh anak buahnya.

"Sudah sore." Maya mengalihkan pandangannya kepada Kira.

Americano miliknya sudah habis dari tadi, namun kebiasaan duo sahabat itu ketika menikmati senja tanpa sepatah kata yang keluar. Maya suka keadaan hening dan Kira terlalu malas untuk membuka topik perbincangan. Lagipula, mereka, kan, nggak bisa bahas soal infotainment. So, ya sudah, diam saja.

"Pulang."

Setelah membayar, mereka terdiam di depan Kafe. "Kamu benaran bakal terusin misi ini? Bukan cuma karena mau, kan?"

"Perintah Bos."

"Ah. Good Luck." Kira sudah dijemput oleh ayahnya. Maya yang mengenal ayah Kira sedikit berbasa-basi.

Ketika selesai dengan Kira dan ayahnya, ia berjalan santai. Namun, saat melewati suatu gang sempit, langkah kakinya terhenti.

Seseorang memanggilnya.

"Tolong, kami Ke-tu-a." Dan orang itu pun ambruk tepat di depan Maya.

Itu salah satu anak buahnya. Ia kenal betul setiap wajah anggotanya -namun tidak dengan nama. Maya memutuskan masuk ke dalam gang. Karena sempit, pencahayaan di sini minim, terlebih sekarang matahari hampir masuk dalam peraduannya.

Mata Maya menyipit, di depan sana, banyak anak buah lainnya bergelimpangan. Sekitar sepuluh sampai lima belas, kalau Maya tak salah hitung. Giginya bergemeletuk marah, "Siapa? Siapa yang mengacau di sini?"

Sekilas, Maya melihat kacamata. Ia mengambilnya. Salah satu kacanya sudah pecah dan gagangnya lecet semua. "Ini bukan dia, kan?"

Maya menyimpan kacamata itu dan langsung pergi menuju markasnya. "Ini pasti nggak benar, kan?" ulangnya terus dalam hati.

Semoga, tidak ada hal mengejutkan lagi setelah ini.

***

Tianra's Note

Yow! Balik lagi bersama Tianra di CandraMaya.
Oke, bukan waktunya buat siara di sini.

Singkat kata, Tianra cuma pengin up.
Oh, bagi reaaders yang baik hati dan tidak sombong, monggo di vote, comment, dan kalau mau share juga nggak papa.

Hope u like it :)

Salam
TianraDef

CandraMayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang