Trouvaille | 5

Mulai dari awal
                                    

Rana mendengus, menatap laki-laki asing itu kembali. "Gue tanya, lo siapa? Kok muka lo kelihatannya gak asing ya?" Perempuan itu menyipitkan mata, sedetik kemudian ia langsung mengambil ancang-ancang seperti petinju yang ingin bertarung di atas ring. "Lo bukan rentenir yang mau ngobrak-ngabrik isi rumah gue kan?"

"Apa muka gue kelihatan seperti lintah darat yang suka nagihin duit sambil bawa-bawa tongkat bisbol?"

"Sedikit."

"Ck," Daniel memutar kedua mata dramatis. "Gue ini terlalu ganteng buat jadi rentenir, Lady. Bisa-bisa emak-emak tukang ngutang yang gue tagihin terpesona duluan gara-gara ngelihat muka gue yang sebelas dua belas sama seo kangjoon."

Kedua mata Rana menyipit. "Lo kok tahu seo kangjoon?"

"Tahu dong, kan kembaran gue."

"Untuk ukuran orang asing yang tiba-tiba muncul di ruang tamu rumah gue, lo ini over pede juga ya."

"Gue bukan orang asing."

Rana mengibaskan tangan ke udara. "Woyajelas lo itu orang asing, soalnya gue tahu semua temen-temen Abi, dan gue belum pernah lihat muka lo sebelumnya."

"Kalo gitu kita kenalan aja," Daniel langsung beranjak dari kursi makan, mengulurkan tangan ke hadapan Rana sambil tersenyum manis. "Walaupun gue udah tahu nama lo dari Abyan. Tapi kenalan lagi juga nggak apa-apa, lumayan biar bisa sekalian modus megang tangan lo."

Rana melotot tidak percaya.

"Gue Daniel... Daniel Zachary, bukan Kang Daniel yang kekoriyah-koriyahan itu. Lo?"

"Abri--"

"Nggak usah panjang-panjang, nanti juga gue panggil sayang."

Rana menatap Daniel dengan mulut menganga lebar. Karena berani sumpah, seumur hidup ia tidak pernah bertemu dengan laki-laki aneh, super tengil dan over pede seperti Daniel. Wajah laki-laki itu boleh saja dibilang tampan, sangat tampan malah. Tapi sikapnya sangat berbanding terbalik dengan penampilannya. Memang benar kata papanya dulu, jangan mudah tertipu dengan penampilan seseorang.

"Oke, Daniel Zachary bukan Kang Daniel yang kekoriyah-koriyahan. Kenapa lo bisa ada di rumah gue?"

"Lo nggak ingat? Gue yang anterin lo pulang semalam. Setelah lo menodai tubuh gue yang suci ini."

Rana langsung melotot dengan muka semerah tomat. "No--nodai apa maksud lo?!"

"Tenang, gue nggak mungkin macem-macem sama cewek yang baru gue kenal semalam. Menodai maksud gue adalah dengan isi perut lo yang harumnya semerbak itu."

"Oh, kirain apa."

Daniel mengamati perubahan ekspresi Rana selama dua detik sebelum ia tersenyum miring. "Oh, bisa mikir jorok juga ternyata."

"Jangan sembarangan kalau ngomong! Udah minggir, lo bisa pulang sekarang juga. Makasih ya udah nganterin gue pulang dengan selamat."

"Cuma itu aja?"

"Apanya?"

"Gue cuma diucapin terima kasih doang?"

Rana mendengus. "Memangnya lo mau diapain? Mau gue jamah-jamah kayak raja mesir?"

"Boleh sih kalau lo mau, gue udah lama nggak diperlakukan kayak raja. Tapi berhubung gue lagi baik, gue cuma minta dibikinin sarapan aja kok. Soalnya nasi goreng buatan gue barusan setengah gosong dan rasanya super abstrak. Gue masih laper."

Rana mengembuskan napas panjang dan memijat keningnya dengan pelan. "Oke. Tapi setelah itu lo harus pergi dari rumah gue."

"Siyap bosque~" Daniel meletakkan jari tengah dan telunjuknya di pelipis, kemudian ia mengedipkan sebelah mata pada Rana yang langsung mendengus keras.

TrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang