Maka Yumi yang tiba cukup pagi hari itu menanyakan apa saja tugas yang akan diserahkan hari ini pada Deo. Deo adalah murid pintar lain selain Odwin di kelas. Meskipun kepintarannya masih di bawah Odwin, tapi dia bisa diandalkan untuk sekedar berbagi tugas.

Selesai menyalin tugas dari Deo, Yumi baru merasa minder. Sampai kapan dia akan mengandalkan Deo? Okelah, sekali dua kali mungkin masih akan dipinjamkan, tapi bagaimana seterusnya? Deo kan bukan Odwin. Deo tidak mungkin akan membagi tugasnya terus-terusan.

Akhirnya Yumi mencari tahu sendiri tugas-tugas yang harus diserahkan besok. Yumi sudah bertekad untuk mencoba mengerjakannya sendiri. Malu dong sama muka. Cantik-cantik kok pemalas.

***

Hari ketiga tanpa Odwin. Yumi tidak sabar menunggu esok tiba. Yumi tidak sabar bertemu Odwin. Bukan karena kangen. Kangen apanya? Dia kan cuma cowo yang bikin Yumi sakit hati, Yumi mengingatkan dirinya sendiri. Yumi tidak sabar bertemu Odwin semata-mata karena Yumi ingin memamerkan kemampuannya. Tanpa Odwin pun Yumi bisa mandiri. Dia sudah bisa mengerjakan tugasnya sendiri. Hebat!

***

Odwin akhirnya kembali sekolah seperti biasa setelah tiga hari menghilang. Sejak pertama Yumi tiba di sekolah dia belum menyapa Odwin. Sebenarnya Yumi sendiri bingung harus bagaimana menghadapi Odwin. Odwinnya sendiri sih biasa aja. Diam dan cool kan memang sudah menjadi karakter Odwin. Jadi Yumi seharusnya tidak heran melihat Odwin yang sejak pagi sudah tiba lebih dulu cuma duduk di bangkunya sambil melihat-lihat atlas.

Ngapain dia liat-liat atlas? Mau keliling dunia? Cibir Yumi dalam hati.

Tapi tanpa disadarinya bibirnya menyinggung senyum. Yumi ternyata senang bangku di sebelahnya sudah terisi kembali.

"Sekolah kita juara dua," ucap Odwin tiba-tiba. Mata Odwin masih terpaku pada atlas.

Yumi langsung melirik Odwin cepat. Apa Odwin sedang memancing sebuah percakapan dengan Yumi? Pandangan Yumi langsung bergerilya menyapu seisi ruangan. Kelas masih sepi. Hanya ada Kirana di sudut ruangan yang sedang asik ngobrol dengan Tasya. Dan beberapa anak laki-laki mengerumuni ponsel David, entahlah apa yang sedang mereka lihat di sana.

"Aku bicara sama kamu." Mata Odwin dialihkannya menatap Yumi.

Deg!

Jantung Yumi berdebar keras melihat tatapan Odwin. Ini bukan pertama kali Yumi melihat Odwin, kenapa dia harus jantungan segala?

"Se, selamat ...." Yumi tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Suaranya mendadak gagap dan senyumnya tampak kaku.

"Ini semua gara-gara kamu." Berbeda dengan Yumi, Odwin justru tampak sangat percaya diri, tegas dan mantap.

"Apanya?" Yumi jadi takut karena Odwin tampak begitu serius. Jangan-jangan Odwin akan membentaknya seperti di perpustakaan tempo hari.

"Kalau konsentrasiku nggak terganggu karena mikirin kamu, mungkin sekolah kita menjadi juara pertama."

"Oh, Maaf ...," Yumi sedikit lega karena dugaannya salah. Odwin ternyata tidak berniat membentak atau menyalahkannya. Tapi kemudian dia mencerna kata-kata Odwin sekali lagi. Konsentrasi Odwin terganggu karena memikirkan Yumi, "Ha?"

"Seharusnya aku dulu yang bilang maaf. Maaf, Yu ...." Jantung Yumi mulai berulah lagi, keseriusan dan ketulusan dalam pancaran wajah Odwin membuat jantung Yumi lupa berdetak sesaat, "Maafkan semua kata-kataku yang menyakiti perasaanmu. Aku sama sekali nggak bermaksud-" tiba-tiba kalimat Odwin menggantung. Dia berpikir keras untuk melanjutkan, tapi tidak bisa memilih kata yang tepat. Sial. Hingga akhirnya Odwin berbisik pada dirinya sendiri, "Ah, siapa sangka cemburu itu nggak enak banget rasanya."

Yumi yang masih menunggu kelanjutan kalimat Odwin dengan napas tertahan mendadak bingung, kenapa Odwin malah jadi ngomong sendiri? Maka Yumi memutuskan untuk bertanya, "Kamu bilang apa?"

"Apa?" Odwin balik bertanya. Dia ketularan bingung.

"Aku nggak dengar kalimat terakhir kamu."

"Memang enggak untuk kamu dengar sekarang. Nanti. Ada saatnya."

Yumi sebenarnya tidak paham maksud Odwin, apa dia benar-benar sedang meminta maaf, atau tidak. Tapi Yumi cukup senang dengan percakapan pagi ini. Setidaknya ini pertanda baik bahwa mereka tidak sedang bermusuhan.

"Oke."

***

Yumi tidak habis pikir melihat tingkahnya sendiri. Berhari-hari dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia membenci Odwin. Dia tidak akan bersikap baik lagi pada Odwin. Tapi satu sapaan Odwin saja sudah berhasil menepis semua pikiran buruknya tentang Odwin.

Yumi sudah benar-benar mempersiapkan diri untuk menunjukkan pada Odwin bahwa Yumi bisa sendiri tanpa Odwin. Yumi bisa mandiri tanpa Odwin. Yumi bahkan sudah mengerjakan tugas sendiri tanpa perlu menyalin milik Odwin. Tapi Yumi kecewa sendiri melihat hasil tugas yang baru saja dibagikan. Nilai Yumi tidak memuaskan. Mungkin belajar memang tidak cocok untuk Yumi.

Yumi menutup rapat buku PR-nya takut dilihat Odwin. Yumi minder. Untung saja Odwin masih disibukkan dengan ucapan selamat dari teman-teman karena berhasil menjadi juara dua dalam pertandingan Olympiade Kimia hingga tidak terlalu memperhatikan kekecewaan Yumi.

Setiap ucapan selamat dari teman-temannya hanya akan dibalas senyuman oleh Odwin. Itupun senyuman tipis. Pelit. Dia bahkan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Bilang makasih kek. Apa kek.

"Tumben, buku PR dipeluk-peluk manja begitu," di luar dugaan Yumi, Odwin ternyata cukup tanggap melihat gelagat Yumi yang tiba-tiba overprotective terhadap buku PR-nya.

"Ya iyalah. Masterpiece ini. Hasil kerja kerasku sendiri," sahut Yumi.

Odwin sempat kaget mendengar jawaban Yumi, tapi kemudian Odwin mengulurkan tangannya sebagai isyarat untuk memeriksa hasil pekerjaan Yumi. Yumi awalnya enggan. Tapi tangan Odwin tidak kunjung surut, maka Yumi menyerahkan buku tugasnya.

Odwin memeriksa pekerjaan Yumi sambil manggut-manggut. Dia semakin yakin gadis disampingnya itu punya potensi. Tapi Yumi malah mengalihkan pembicaraan membahas hal lain.

"Kamu nggak boleh menilai aku murahan hanya karena aku dibeliin makeup sama Juanka. Asal kamu tahu, nggak satu pun perlengkapan make-up yang aku beli bareng Juanka berguna. Aku bahkan nggak benar-benar tau apa yang kubeli waktu itu ... aku cuma berusaha menghargai usaha Juanka untuk membuatku senang." Yumi akhirnya mengatakan ini hanya untuk menghilangkan salah paham di pikiran Odwin. "Walau bagaimanapun juga, dia adalah sahabatku sejak kecil."

Odwin masih terpaku menatap tulisan-tulisan Yumi ketika Yumi sudah selesai dengan pengakuannya. Odwin lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Butuh waktu cukup bagi Odwin untuk berpikir apakah dia masih pantas untuk mengajukan tawarannya. Hingga tiga detik kemudian dia memantapkan niatnya untuk bertanya, "Tantanganku masih berlaku. Apa kamu bersedia menerimanya?"

BE-YUMI-FUL [TERBIT]Where stories live. Discover now