Part 4. Kupikir tulus

Mulai dari awal
                                    

"Yahh gue dikacangin nih? Lo sombong amat sih? Nanti kalo gue nggak peduli sama anggota kelas, entar gue dihukum lagi!! WOOOOIII!!! FRANS LO DENGERIN GUA NGGAK?" kata Fero sambil tertawa kecil, berusaha memperbaiki moodku.

Bukannya sombong, tapi aku hanya ingin sendiri saat ini. Alasan mengapa aku tak mau cerita dengan Fero adalah karena memang dari kelas 10 kami tidak pernah begitu akrab. Dan satu lagi, aku tak begitu menyukai Fero.

Bagaimanapun aku menolaknya. Nyatanya Fero tetap duduk menemaniku, sambil bermain Mobile Lagend di hp nya. Kuakui dia adalah ketua kelas yang paling peka terhadap anggotanya.

.....

"Assalamualaikum."

"Udah pulang? Kok lama Frans? Sini langsung makan dulu nak." panggil ayah dan ibu serentak.

"Iya Yah, tadi disekolah ada kegiatan bersih-bersih kelas." jawabku.

"Tadi pak Alen datang ke rumah. Mau jumpai kamu katanya. Tapi kamu belum pulang. Dia beliin kita makanan ini." kata ibuku sambil tersenyum lebar.

"Heheh iya bener kata ibumu. Padahal ibumu udah masak enak tadi." sambung ayah.

'Pak Alen?? Sekarang dia menyogokku?' batinku.

"Frans udah makan tadi. Frans mau istirahat dulu Yah, Bu." kataku pelan dengan suara berat.

"Loh kamu udah makan?? Kapan?? Bukannya tadi kamu beres-beres kelas ya?" tanya ibuku.

'Yang berberes kelas mereka, bukan aku.' batinku.

"Iya tadi sebelum pulang, Frans udah makan sama teman-teman di kantin Bu." perjelasku.

"Teman?? Bukannya kamu tidd..akk.."

"Sssttttttt... Tahan ucapanmu!!" kata Ayah pelan, sambil berusaha menutup mulut Ibu.

"Jangan mengacau perasaannya lagi!!" tambah Ayah.

.....

"Kaakkk... Tok tok tok, kak Fransssss!!!!"

"Hmmm kenapa??" kataku setelah membuka pintu.

"Ajari pr adek ya!! Ya kak."

"Yaudah iya. Banyak ya?"

"Cuma satu kok. Susah soalnya, tadi adek udah tanya sama Ayah, tapi Ayah nggak tau, terus Ayah nyuruh adek nanya sama kak Frans.." perjelas Vina, adikku yang paling kecil, perempuan.

"Ohhh Matematika? Hmmm yang ini soalnya seharusnya pakai kecuali! Lihat adakan jawabannya?" ujarku.

"Bentar kak, Vina coba ulangi lagi.." katanya. "Ohh iya benar. Ada jawabannya. Wahhh kak Frans memang jempol..." kata Vina sambil memberi jempolnya kepadaku.

"Soal mudah kayak gini aja dibilang susah! Makanya lebih teliti lagi! Apalagi tahun depan kamu udah kelas 6!!" ujarku.

"Iya iya kak. Eh kak, adek boleh nanya sesuatu nggak? Pak Alen itu siapa?" tanya Vina. "Kata Ayah sama Ibu tadi, kakak harus lebih banyak lagi dekati guru seperti itu, biar kita makan enak teruss. Hehehe." tambahnya.

'Kupikir ajakan makan bersama tadi tulus dari hati mereka. Dan sepertinya aku tau kenapa Ayah menyuruhmu menanyakan soal semudah ini kepadaku. Kalian tak berubah.' batinku.

"Ayah sama Ibu bilang seperti itu?? Biar makan enak terus? Apa kita kekurangan?" tanyaku dengan ekspresi mulai berubah.

"Iya! Dan adek disuruh menyampaikan hal itu kepada kak Frans. Memangnya pak Alen siapa kak? Adek penasaran jadinya." kata Vina.

'Dugaanku benar!' batinku lagi.

"Bukan siapa - siapa kok. Yang pasti pak Alen bukan guru, dia cuma seorang polisi." ujarku pelan. "Sudah siapkan? Tidur sana! Besokkan mau persiapan ujian." tambahku sambil mengelus pelan rambutnya.

"Ohhh polisi ternyata, pantesan baik. Yaudah kak, adek tidur dulu. Selamat malam. Assalamualaikum." ujarnya manis, seakan menggodaku.

"Selamat malam juga. Waalaikumsalam." balasku.

'Dia bukan polisi yang baik, kalau dia baik tidak mungkin dia terima uang sogokan dari Keluarga Han.'

.....

Terkadang rasa yang kupunya sempat lupus begitu saja. Sempat lepas dari gantungannya. Rasa yang tulus dari hati. Disaat aku melihat dan menyaksikan secara langsung seperti apa balasan rasa yang kuberi ini, hatiku remuk. Rasa itu pecah. Perlahan hilang. Dan ternyata itu membuatku sakit. Hati.


































































Jangan lupa vote dan coment ya guys karena itu sangat berarti buat ngebooster semangat aku.

Via Vitae MeaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang