Melihat Mia, satu-satunya pekerja di situ—seorang pria berkacamata—bangkit dari duduknya. "Profesor Alvarez? Ada yang bisa saya ban..."
Pekerja itu langsung tumbang begitu peluru dari pistol berperedam Theo menembus kepalanya. Seolah tak terjadi apa-apa, Mia tetap melajukan kursi rodanya, menghampiri pintu lain di sudut ruangan. Ia menempelkan telapak tangannya selama beberapa detik di layar yang dipasang di sisi pintu. Setelah itu, ia mendekatkan matanya ke alat pemindai. Pintu itu pun terbuka beberapa saat kemudian.
Ketiganya melewati pintu itu, menghampiri tiga dipan khusus yang diselubungi semacam tabung transparan. Sedikit menyipitkan mata, Mia mengamati subyek-subyek yang berbaring di dipan-dipan tersebut, lantas mendekati terminal komputer di salah satu sisi ruangan.
***
Duduk di sebuah kursi logam, Sig terus mengamati serigala putih yang masih dirawat Jeff, sesekali memegangi tangan kirinya yang sudah dibalut rapi. Nyeri masih kuat mencengkeram tangannya itu, tapi ia tak peduli. Baginya, kabar kalau binatang itu selamat adalah yang terpenting.
"Diminum dulu, Sig." Lucy mengantarkan secangkir besar susu hangat, menaruhnya ke meja kecil di samping Sig.
"Ah, terimakasih, Lucy. Maaf, merepotkan," jawab Sig pelan, tak melepaskan pandangannya dari si serigala.
Lucy mengambil kursi lain dan duduk di samping Sig. "Justru aku yang meminta maaf, sepertinya binatang itu sangat berharga bagimu. Siapa dia? Peliharaanmu?"
"Bukan..." Sig tak sanggup merangkai jawaban yang tepat.
"Tak apa kalau kau tak mau cerita."
Sig menggeleng pelan. "Bukannya tak mau bercerita. Aku cuma... Aku tidak tahu, Lucy. Aku baru bertemu dengannya hari ini, tapi aku seperti... Aku seperti menemukan bagian yang hilang dari diriku."
Kening Lucy langsung berkerut. "Kau terdengar seperti baru bertemu belahan jiwamu."
"Makanya, kubilang aku tidak tahu." Sig mengusap mukanya.
"Ah, kata-katamu itu mirip sekali dengan kata-kata Jeff ketika menyatakan cinta kepadaku. Dia berkata seperti baru saja menemukan sesuatu yang hilang dalam dirinya."
"Jeff berkata seperti itu kepadamu?" Sig mengerutkan kening, merasa kalimat itu tak cocok dengan karakter Jeff.
Tawa kecil keluar dari mulut Lucy. "Begitu-begitu dia romantis, loh."
Sig langsung menahan tawa, tak bisa membayangkan dokter gendut itu mengucapkan kata-kata yang melenakan wanita.
"Sekali lagi maaf. Aku telah merepotkan kalian," gumam Sig, tak bisa berkata kalau keluarga kecil itu secara tak langsung telah berhubungan dengan Fringe Global, perusahaan besar yang akan melakukan apa pun demi menggapai tujuan.
"Sudah kubilang, tak masalah." Lucy memandang suaminya yang masih bekerja. "Apa kau tahu, Sig? Sejak kedatanganmu, kehidupanku jadi lebih baik. Seperti yang sudah pernah kuceritakan, impulsku kadang susah dikendalikan. Apalagi kalau dalam keadaan bahaya. Aku selalu ingin mengambil pistol dan menembakannya ke apa pun yang menjadi sumber masalah. Jeff memang menerima diriku yang seperti itu. Namun, tentu saja itu tetap tak cukup, Sig. Sebelum kedatanganmu, aku sering menembak pasien yang mengamuk."
Lucy menghirup napas dalam-dalam.
"Jeff tak sanggup menghentikanku dengan cara fisik. Aku bisa mengerti. Tapi, setiap kali menembak orang-orang itu, rasa bersalahku malah menjadi-jadi. Bukan mereka yang aku takutkan. Aku cuma tak ingin Will melihatku yang memegang pistol dan siap menghabisi seseorang."
"Tapi itu kau lakukan untuk melindungi diri, kan?" balas Sig.
"Memang benar... Ah, kau tahu aku ini dulu bekerja sebagai apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moon Illusion [END]
WerewolfSEKUEL MOON GODDESS' CHOSEN ONE Bulan purnama masih indah di mata Sig, meski benda langit itu hanyalah simbol dari angan-angannya. Namun, kehidupan Sig tak hanya melulu tentang romantisme dirinya dan rembulan. Di dadanya masih ada ambisi. Pertanyaan...
#8 The Treasure
Mulai dari awal