Part 12; You Broke Me First

Mulai dari awal
                                    

Dengan sisa-sisa kesadaran yang Shelna punya, gadis itu mengetikkan sebuah kontak yang ia namai 'Malaikat Kematian' di ponselnya, lalu segera menghubungi lelaki itu tanpa pikir panjang.

Ada senyum samar yang terukir lantaran panggilannya terangkat di dering ketiga, lantas seberondong pertanyaan menyerbu ke ujung sambungan.

"Halo, Dim," sapa Shelna manis. "Lo sibuk nggak? Gue lagi di kelab lo, nih. Mampir, dong, temenin gue di sini. Yaaa?"

"Maaf, ini siapa, ya?"

Dalam sekejap, senyum samar itu sirna saat suara gadis menyahut di balik sana. "Lo siapa?"

"Lah? Lo yang siapa telepon-telepon pacar orang buat ngajak ketemuan?"

Gadis itu terdiam. Menerka suara seseorang yang cukup familier di pendengarannya. Namun, tebakan Shelna seolah tak perlu terjawab batin, ketika ia menangkap sayup suara Dimi dalam lawan bicaranya.

"Siapa, Sa?"

"Nggak tau, mungkin salah sambung—Dim, nggak usah dimatiin lampunya!"

Begitu telepon dimatikan sepihak, perut Shelna sontak terasa mual ketika nama Alyssa tebersit di pikirannya. Kurang ajar. Shelna refleks membanting gelasnya ke atas meja dan membuat keributan yang sukses menarik atensi Bryan sembari melayani pengunjung.

"Sialan, Bryan!" panggil Shelna keras.

Bryan yang sudah hafal betul dengan gadis itu tetap mencoba sabar. Ia mengambil sebotol vodka untuk gelas keempatnya, kemudian menuang isi minuman beralkohol itu tanpa perlu Shelna beritahu kembali.

"Lo masih nggak mau cerita sama gue?" tanya Bryan yang masih berusaha merayu gadis itu.

"Gue bener-bener nggak mood ngomong sama lo, Yan. Can you leave me?"

"Alright." Bryan mendengkus halus, pasrah meninggalkan Shelna dalam sejenak.

Sementara gadis itu menenggakkan minuman tersebut dalam sekali teguk. Mengacuhkan pusing di kepalanya yang kian memekak dan penglihatannya yang perlahan memburam.

Kemudian, tak ada yang ia ingat lagi selain wajah sang Mama yang mendadak terlintas, serta wajah familer yang berhasil menangkap tubuh Shelna sebelum pandangannya menggelap.

***

Selain mendiang Thea, Alyssa juga termasuk salah satu teman perempuan yang Dimi punya semasa bangku sekolah dasar. Jadi, meski ia tahu bahwa apa yang dilakukan Alyssa selama beberapa hari terakhir hanyalah sandiwara. Dimi pun cuma bisa turut bersandiwara membantu Alyssa mendorongkan kursi rodanya selepas ia keluar dari rumah sakit, dengan sikap tak tahu menahu.

Lantas setibanya mereka di apartemen Alyssa, Dimi segera mengangkat tubuh gadis itu ala bridal style untuk direbahkannya di atas tempat tidur. Hening. Tidak ada percakapan apa pun ketika dering di ponsel Dimi menginterupsi.

"Siapa, sih, malam-malam nelepon?" Dimi berdecak. "Angkat aja."

Lelaki itu berbalik, malah bersikap tak acuh dan membiarkan Alyssa mengangkat panggilan di ponselnya—berhubung benda pipih tersebut masih berada di tangan Alyssa, setelah ia meminjamkan untuk memberi kabar pada sang Kakak.

"Siapa, Sa?" tanya Dimi, hendak mematikan lampu kamar Alyssa.

"Nggak tau, mungkin salah sambung—Dim, nggak usah dimatiin lampunya!" Alyssa memekik terkejut saat kamar apartemennya mendadak gelap. Ia yang tidak bisa melihat apa-apa, spontan mematikan sambungan seketika.

"Kata dokter lo harus banyak istirahat," jawab Dimi masa bodoh dengan protesan gadis itu.

"Aku takut gelap, Dim. Apa lagi sendirian." Alyssa merengek. "Nyalain aja, aku nggak biasa tidur kalau lampu kamar aku dimatiin."

A Secret Between Us ✓ (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang