"kak Hana jangan cemas gitu dong mukanya," ucap Ujin dengan suara rendah, ia menatapku seakan membaca raut wajahku.

"pasti sakit kan dek? Aku tuh nggak tega lihat kalian luka-luka gini," kataku sambil mengernyitkan dahi, cemas dengan keadaan kedua adikku ini.

Ujin terdiam. Jiun yang lagi duduk di samping Ujin juga terdiam sambil merapikan perban yang mengitari tangannya.

"makasih ya udah nolongin kakak, cepat sembuh kalian, biar bisa main lagi," kataku yang tengah duduk di hadapan mereka. Jiun dan Ujin tersenyum sambil menunduk. Malu kali.. dengan kata-kataku yang so sweet barusan.

Beberapa saat, kak Danil lalu muncul bersama kak Minyon. Kak Danil yang baru pulang dan mengetahui kejadian ini langsung menghampiri kami di ruang tamu. Wajahnya tak kalah cemasnya denganku tadi.

"Hana, Jiun, Ujin, kamu nggak papa kan? Mana.. Mana yang sakit?"

"auuchh..." kak Danil tidak sengaja menyentuh luka Jiun di wajahnya.

"maaf Jiun. Astaga, maafkan kakak ya kalian. Si kembar malah luka-luka gini, ya ampun," Kak Danil bergantian menatap kami bertiga, "Hana, mana yang sakit? Kamu nggak apa kan?"

"nggak kok kak, Hana baik-baik saja. Cuma Ujin dan Jiun yang terluka karena ngeburu pencopetnya,"

Kak Danil langsung memelukku, lalu gantian mengusap kepala Ujin dan Jiun.

"Sini, biar kakak bantuin balut tangan kamu," Kak Danil lalu ngebantu Jiun.

Kak Minyon langsung pergi lagi setelah pamit sama kami mau ke apotek buat beli obat. Walau pembawaannya tenang, aku tau kak Minyon dalam hati lagi panik banget, takut si kembar kenapa-kenapa. Toh di rumah ini dia seakan jadi kepala keluarga, maka semua ini menjadi tanggung jawab kak Minyon.

Setelah beberapa menit aku menelfon kak Minyon tadi pagi, dia langsung datang ke lokasi kejadian. Disana kak Minyon udah mendapati aku yang nangis sambil membantu membersihkan pakaian si kembar yang kotor. Kemudian kak Minyon membawa kami ke rumah sakit dengan taksi.

Di rumah sakit kak Minyon banyak diam. Dia hanya bicara seperlunya, dan memastikan si kembar baik saja. Dari awal kak Minyon emang udah nggak banyak ngomong, tandanya dia benar-benar khawatir.

* * *

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

* * *

"kamu nggak niat lanjut kuliah jurusan tata boga gitu?" tanyaku sambil memotong-motong wortel di dapur.

"haha, emang kenapa?"

"kamu kayaknya udah ahli gitu mainin pisau dapur. Masakan kamu juga lumayan enak,"

"kamu lupa atau pura-pura lupa sih. Aku kan kerja di cafe Han. Kadang kalo kokinya lagi butuh asisten, aku yang sering dipanggil ke belakang," cerita Ong tanpa melepas pandangannya dari ayam yang tengah ia potong-potong.

"oh ya, wah... Aku musti belajar nih sama kamu, biar para lelaki penghuni rumah ini pada lahap makannya kalo aku yang masak,"

"haha apaan dah, iya deh iya ntar aku ajarin jurus rahasia Ong Seongwu dalam masak-memasak,"

"gaya banget lah kamu Ong, pake jurus rahasia segala," Ong cuma tertawa dan terus bercerita soal ilmu memasaknya yang diwariskan dari buyutnya.

"btw si kembar gimana?"

"udah baikan Ong, mereka udah semangat lagi. Lukanya cepat kering kok,"

"syukurlah kalo gitu," ucap Ong, "adik-adik kamu itu udah besar sekarang Han. Udah bisa diandalkan dan ngelindungi kakaknya,"

"bener Ong. Aku terharu banget tau, mereka nolongin aku tanpa berpikir. Di mataku mereka nggak jauh beda sama anak-anak ingusan yang masih balita. Ternyata bukan aku lagi yang jagain mereka, tapi mereka yang jagain aku,"

"nggak cuma mereka, kamu kan punya kak Danil dan kak Minyon. Aku juga bakal jagain kamu kok,"

"Hmm?"

"ehh.. Anuu Han.. Itu.. Piringnya.. Mana ya, tadi aku taro sini.. Kok ilang ya.." si Ong garuk-garuk kepala nggak jelas sambil membuka-buka lemari atas dan bawah (pura-pura) cari piring yang dimaksud.

Padahal aku tau dia keceplosan dan sekarang salah tingkah.

Iya, hari itu Ong datang bantu-bantu masak setelah mendengar kabar tentang si kembar. Kak Hasung dan Jjaeni juga datang menjenguk, sekarang lagi ngobrol di luar bareng kak Danil, Ujin dan Jiun.

Sudah tiga hari pasca kejadian itu, si kembar sudah membaik. Luka di wajah mereka sudah mengering namun menyisakan bekas. Tinggal tangan Jiun yang masih perlu pake perban.

Karena kejadian ini, terpaksa acara liburan yang direncanakan ditunda sampai si kembar pulih.

Aku mengintip pintu kamar kak Minyon yang tidak tertutup rapat. Samar-sama aku mendengar kak Minyon lagi telfonan sama mama. Aku menampakkan diri dan kak Minyon mengisyaratkan aku untuk masuk ke dalam.

"kenapa kak?" tanyaku pelan.

"nggak, mama cuma nanya kabar,"

"trus kakak bilang sama mama soal kemarin?"

"nggak, si kembar maksa nggak mau dibilangin ke mama sama papa. Mungkin takut mama pulang trus mereka dibawa ke Jepang dan sekolah disana. Haha,"

"si mama sampe segitunya. Iya sih kak, kalo mama tau pasti detik ini juga mama langsung balik kesini,"

Kak minyon mengangguk lembut sambil tersenyum. Aku mendekatkan diriku ke kak Minyon.

"kak Minyon..." lirihku, "kakak mau aku peluk gak?"

"ha? Haha, kenapa tiba-tiba ngomong gitu?"

"ya.. Ng-nggak.. Aku cuma mau meluk kak Minyon aja kok," kataku sambil mencibir.

Kak Minyon yang ada di sampingku langsung meluk aku. Dia mengusap belakang kepalaku lembut.

"makasiih ya Han, udah nenangin kakak, hehe"

"kakak tuuh, mukanya tegang banget dari kemarin. Aku kan jadi takut,"

Kak Minyon mengacak-acak rambutku sambil tertawa. Matanya berubah sipit, dan giginya yang putih nampak jelas disana.

"kakak musti ingat, ada aku dan kak Danil yang juga ngurus si kembar. Kakak nggak sendirian kok." aku memasang senyum termanisku kali ini.

> > > bersambung eaa

Day By Day   |   ft. Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang