Blantik Sapi

20 1 0
                                    

"Mbok, aku gak mau dijodohkan sama laki-laki pilihan Bapak," ujar Mutinah.

"Ora iso, Mut. Umurmu wis lima belas tahun. Aku emoh punya anak jadi perawan tua. Wong sak ndeso mesti podo ngrasaniIsin aku," sahut Marni.

Mutinah tergugu. Ia tak berani membalas tatapan sinis dari ibu tirinya. Bergegas ia berlari masuk ke kamarnya dengan air mata yang berderai.

Tadi siang Mutinah menuju ke Pasar Wage sesuai instruksi Ningsih, sahabatnya. Menurut Ningsih, laki-laki yang akan dijodohkan dengannya itu akan berada di Pasar Wage hari ini. Kebetulan hari ini adalah hari Selasa Wage, yaitu hari penjualan sapi bagi warga sekitar pasar. Laki-laki pilihan Bapak adalah seorang blantik sapi, yaitu seorang makelar penjualan sapi. Ia selalu menyandarkan sepeda merahnya di pohon waru di sebelah Barat Pasar Wage.

Sejak pukul tujuh pagi Mutinah sudah berjongkok di semak-semak di balik pohon waru. Meskipun beberapa sepeda sudah disandarkan di pohon waru, namun Mutinah belum melihat sepeda berwarna merah. Ia hampir menyerah karena berjongkok selama satu jam, merasakan kram di kedua kakinya.

Saat tiba-tiba seorang laki-laki berwajah pucat, memakai kacamata bergagang emas dan memegang cemeti di tangan kanannya. Memakai sepatu dari kulit yang tampak mahal dan seperti habis disemir. Bila sedang berbicara, dua buah gigi emas tampak berkilau dari dalam mulutnya. Usia laki-laki itu sekitar 35 tahun. Hampir sebaya dengan Bapak.

Dada Mutinah mendadak seperti ditoreh dengan sebilah pisau tajam, lalu dikucuri air perasan jeruk nipis. Perih yang teramat sangat. Laki-laki itu seperti orang terkena penyakit TBC. Tubuhnya sangat tinggi namun sangat kurus, sehingga berjalan sedikit bungkuk. Tampak seperti pohon kelapa yang melengkung di tepi pantai.

Mutinah tak sanggup membayangkan hidup bersama laki-laki seperti itu. Ia tahu, Bapak menyetujui permintaan Marni, ibu tirinya itu dengan terpaksa. Marni berambisi untuk menjadi orang kaya dengan cara menikahkan Mutinah dengan seorang blantik sapi. Padahal gadis usia lima belas tahun itu masih ingin melanjutkan sekolah.

Secepat kilat ia memasukkan beberapa baju dan barangnya ke dalam sebuah kantong kresek hitam. Barang lainnya ia tinggalkan karena akan ia ambil di kemudian hari. Mutinah keluar dari rumah Bapak dengan mengendap. Tujuannya satu, ke rumah Bu Haji di Desa Manjung, Ibu kandungnya.

===

Satu tahun tinggal bersama ibu kandungnya, membuat kehidupan Mutinah lebih tenang. Tak ada lagi makian dan hinaan. Apalagi paksaan untuk menikah di usia dini. Namun, ia masih sering datang sesekali menjenguk Bapak. Mutinah khawatir, istri muda bapaknya itu tidak merawat suaminya dengan baik.

* ora iso = tidak bisa
* emoh = tidak mau
* wong sak ndeso = orang satu desa
* podo ngrasani = semua menggunjing
* isin = malu

*****

✅ Tulisan ini boleh di-share jika dirasa bermanfaat.

✅ Menerima kritik dan saran yang disampaikan dengan bahasa yang sopan dan santun.

⛔ Dilarang menyalin-tempel (copy paste) sebagian maupun seluruh isi tulisan.

#400kata
#fiksimini
#anggrekwulan

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 28, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Blantik SapiWhere stories live. Discover now