"Es cream vanila dan chappucino shake satu."

"Baik tuan. Ada yang lain?"

"Tidak terima kasih."

"Saya permisi tuan. Pesanannya akan segera kami antar." Pelayan itu berlalu dan suasana kembali aneh bagiku.

Kringggg... kringgg

"Halo.. em baik saya akan segera kesana," ujar pak Doni membalas panggilan yang baru saja di angkatnya.

Kali ini pak Doni berbalik padaku.

"Apa berkas dan segala keperluannya sudah kumu siapkan?"

"Sudah pak tinggal menunggu kesepakatan dari pihak perusahaan bapak." Jawabku mantap.

"Baik akan saya tanda tangani! "

"Stef perlihatkan berkasnya pada pak Doni." Titahku.

"Silakan pak," ujar Stef sambil mengarahkan beberapa dokumen pada pak Doni.

Terlihat pak Doni sedang mengamati dan membaca dokumen tersebut. Setelah itu ia menandatangani tanpa bertanya. Dan kesepakatan bisnis pun terjalin. Pak Doni kini menjadi salah satu kolegaku.

"Maaf nak saya tidak bisa berlama-lama di sini ada urusan mendadak di kantor. " ujar pak Doni kemudian.

"Baik pak terima kasih atas waktunya." Ujarku.

"Hati-hati paman. Nenek juga." Ujar Fani setelah bersalaman dengan Nenek dan pak Doni. Entah sejak kapan meraka jadi akrab.

"Fani lain kali berkunjunglah ke rumah nenek, " ujar nenek.

"Pasti Nek,"

Pak Doni dan Nenek menghilang di balik pintu. Tak lama setelah itu pelayan datang membawa pesanan kami. Lebih tepatnya pesananku.

"Fa sejak kapan kamu kenal sama pak Doni?" Tanyaku memecah kebungkaman kami berdua. Dan entah sejak kapan Stef menghilang dari ruangan ini. 

"Sejak tadi," jawabnya singkat.

"Ini." Kataku sambil mendorong es cream yang ku pesan tadi ke hadapannya.

"Untukku? "

"Emm"

"Makasih. "

Suasana jadi sepi kembali. Aku menyibukkan diri dengan chappucinoku sementara Fani sibuk dengan es creamnya. Aku tidak suka dengan suasana seperti ini, benar-benar bukan diriku.

"Fa apa kamu tidak lapar?"

"Tidak"

Sunyi kembali. Ada apa dengannya. Biasanya dia sangat cerewet. Apa dia lagi PMS? Tapi kok gak marah-marah. Ahh wanita benar-benar rumit.

"Balik yuk" kataku setelah chappucino dan es cream Fani habis.

"Kamu gak ke kantor? "

"Gak. Besok saja! "

Fani langsung berdiri dan meninggalkanku lagi. Dasar aku tinggal baru tau rasa dia. Aku segera memanggil pelayan dan membayar pesanan kami. Setelah itu aku menyusul Fani ke parkiran.

***

Alfani POV

Selama perjalanan pulang aku hanya terdiam. Aku tidak tahu topik apa yang harus aku bahas dengan makhluk jadi-jadian di sampingku ini. Tapi dia mau kemana? Ini bukan jalan pulang ke rumah. Bukannya dia tadi bilang tidak akan ke kantor. Lalu di akan ke mana? Biarlah aku malas bertanya. Lagi pula dia tidak akan berani membuangku.

Meski dia menyebalkan seperti iblis. Setidaknya dia masih memiliki hati. Walaupun saat ini hatinya sedang membeku hahaha. Sudah lupakan itu. Saat ini kami sedang berhenti di depan mall terbesar di kota ini menurutku.

"Oii curut ayo," ajaknya.

"Ya" jawabku singkat.

Aku terlalu malas untuk bertanya. Lagipula apa yang aku harapkan darinya. Orang yang tidak mengenalku selalu bilang aku ini orangnya pendiam tapi orang yang mengenalku selalu nyuruh diam. Dan untuk Gara dia masuk dalam kategori tidak mengenalku.

Kenapa malah bahas dia yang harus aku pikirkan sekarang adalah apa yang akan dia lakukan di sini.

"Kamu mau yang mama? " pertanyaan Gara membuyarkan lamunanku.

"Apa?" Tanyaku.

Dia tidak menjawab malah mengisyaratkan untuk mengikuti pandangannya. Dan kalian tahu apa yang di hadapan kami sekarang. Stan smartphone berbagai merek cuy. Aku rasa dia akan bertanggung jawab atas apa yang menimpa smartphoneku beberapa hari yang lalu.

Untung saja aku tidak terlalu cepat membalas dendam. Hampir saja penyesalan menimpa diriku. Dengan semangat aku langsung menyebutkan merek smartphone yang sedari dulu aku idamkan.

"Yang xiaomi Ga,"

"Kamu gak mau iphone? "

"Gak ah..."

"Kenapa? "

"Ribet Ga.. aku gak suka, lama-lama aku bisa gila kalau make iphone! "

Gara tidak merespon jawabanku. Mungkin dia pikir aku aneh. Masa bodoh lah. Aku memang tidak suka dengan iphone. Rasanya aku pengen marah-marah kalau pakai iphone yang ribet itu. Dulu aja aku hampir membanting iphone temanku. Hahaha bayangin aja punya orang mau aku banting apalagi punya sendiri.

"Mbak tolong xiaomi keluaran terbaru! " suara Gara lagi-lagi membuyarkan lamunanku.

"Ini mas." Si mbak-mbak counter mengeluarkan beberapa smartphone xiaomi yang tidak aku ketahui tipe apa.
"Berapa mbak?" Tanya Gara sambil mengangkat salah satu smartphone di hadapannya.

"Buat mas mah gratis, " kata si mbak dengan genitnya.

'Idih iyueh ganjen banget nih orang' batinku.

"Yaudah terima kasih ya mbak." Ujar Gara sambil berlalu dengan menggenggam pergelangan tanganku.

'Wahahaha gila si Gara main nyelonong aja' kalin pasti bakal tertawa terbahak-bahak liat ekspresi si mbak-mbak ganjen.

"Mas.. mas.. belum bayar" panggil si mbak.

"Katanya gratis. " jawab Gara sambil berbalik.

"Ya.. ee itu mas a" si mbaknya jadi ngeracau gak jelas.

'Wahahaha rasain tuh! Siapa suruh gajen sama suami orang. Mana orangnya kayak Gara. Tau rasa kan mbak' umpatku dalam hati. Hampir saja tawaku meledak jika saja Gara tidak segera mengambil dompet dan menyerahkan salah satu kartunya.

Setelah membayar. Si mbak mengantongi smartphone yang di genggam Gara sebelumnya. Dengan santai Gara mengambil kartu serta kantongan cantik milikku tentunya.

"Apa kamu menginginkan sesuatu yang lain?" Tanya Gara sambil menyerahkan kantongan cantikku. Hihihi

"Tidak ada." Jawabku singkat.

Setelah itu kami berjalan kembali ke mobil. Sebenarnya sih aku mau es cream tapi mengingat tadi aku sudah makan dua kali di resto jadi aku urungkan. Toh aku bisa beli sendiri nanti. Kalau di ingat-ingat aku belum berterima kasih. Tapi aku juga malu kalau bilang makasih sekarang. Udah terlambat.

Sekarang kami sudah berada di dalam mobil menuju rumah. Dan seperti biasa aku segera memposisikan diri untuk tidur dan tak lama kemudian aku sudah berpindah ke alam lain.

Strong WomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang