Afra sudah berusaha membujuk kakaknya untuk ikut lari pagi, tetapi karena semalam Alma lembur untuk mempersiapkan berkas persidangan menyebabkan Alma masih mengantuk dan ingin tidur selepas subuh.
Bukan hal yang aneh jika kakaknya selalu membawa pekerjaan di rumah karena bagi Alma semakin cepat dan banyak kau bekerja maka semakin cepat pula harapanmu tercapai.
Alma dan Afra memang dua orang yang berbeda meski mereka kakak beradik, tetapi keduanya memiliki karakter yang berlainan. Alma tipe perempuan cerdas dengan intelegensi diatas rata-rata, hampir bisa dibilang ia nyaris bisa membaca jalan pikiran lawan dalam setiap kasus.
Kecerdasan dan keberanian Alma yang mengantarkannya dalam posisi yang cukup tinggi di kantornya sekarang. Sejak kecil ia terbiasa berfikir dengan realistis, mengesampingkan perasaan. Berpikir positif dari sudut pandang yang jarang orang lain pikirkan.
Afra semakin memanyunkan mulut ketika semakin kesal tidak ada yang menemani. Akhirnya ia memutuskan untuk onroad menggunakan sepeda cross country-nya. Hitung-hitung sekalian melatih ketangkasan bersepeda. Karena sudah hampir setahun dia tidak pernah downhill lagi.
Dua jam waktu yang Afra habiskan untuk mengelilingi komplek tempat tinggalnya. Beberapa kali ia bertemu dengan tetangga dan saling bersapa. Ketika kaus spandek yang ia kenakan telah basah karena keringat, ia memutuskan untuk pulang.
Saat tiba dirumah ternyata Alma sudah tidak ada di dalam kamarnya. Kata Bapak, Alma sudah dijemput temannya setengah jam yang lalu.
Afra segera mandi dan membersihkan diri, Ahad pagi ia habiskan untuk memasak menu baru. Belum juga sempat makan ternyata Ervika menghubungi Afra.
"Assalamu'alaikum, Ra bisa datang kesini temenin gue?" Suara Ervika lemah.
"Wa'alaikumsalam. Emm.. oke Lo dimana Ka?" Kata Afra menyadari ada yang lain dari suara Ervika, mungkin terjadi sesuatu padanya.
"Resto daerah Dharmawangsa."
"Insya Allah gue kesana sekarang."
Butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai, restoran yang beroperasi pukul sebelas itu sudah mulai ramai oleh pengunjung karena ini sudah memasuki jam makan siang. Afra melihat Ervika yang cantik dengan gaun putih, ia duduk disalah satu kursi disudut ruangan. Sendiri.
"Vika lo nggak apa-apa? Mana mama sama papa lo?"
"Sepuluh menit Ra, cuma sepuluh menit yang mereka kasih setelah enam bulan nggak ketemu gue." Ervika mulai terisak. Afra yang tidak tega melihat sahabatnya itu langsung memeluknya.
"Tenang Ka.. lo bicara pelan-pelan. Ada apa?"
"Setelah berbulan-bulan gue nunggu kesempatan bisa ketemu orang tua gue, ternyata urusan duit mereka jauh lebih penting. Dan sakitnya lagi mereka kesini cuma kasih foto ini, bilang kalo gue harus nikah sama dia." Vika menyodorkan selembar foto, dan Afra mengamati dengan seksama.
"Lo tau Ra, gue sakiiit banget." Kata Vika sambil meremas bajunya.
"Sabar ya Ka, istighfar biar lo tenang. Kita kerumah gue aja yuk, pulang."
"Gue masih pengen disini Ra, temenin gue ya.. please."
"Oke lo disini gue pesenin minum dulu ya." Afra segera memesan menu untuk mereka berdua. Otaknya berputar mencari cara untuk menenangkan sahabatnya itu.
***
Sekarang di dalam mall inilah Afra dan Ervika berada, mereka menghabiskan waktu untuk hunting make up dan outer terbaru. Sebenarnya ini dilakukan untuk mengalihkan perasaan Ervika yang sedang sedih.
Afra sangat prihatin dengan keadaan sahabatnya ini, kondisi Ervika yang tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya membuat Afra mensyukuri keadaannya saat ini meski tidak ada ibu disampingnya.
"Ra, lo masih ada baju buat offroad?" Tanya Ervika.
"Masih ada sih, kan seragam buat sepedaan lo juga masih banyak."
"Tapi gue pengen beli lagi, beliin Arga boleh juga kali ya."
"Vika kenapa tiba-tiba lo malah ngomongin Arga?"
Belum juga Ervika menjawab pertanyaan Afra, ia melihat perempuan cantik bersama seorang pria yang sangat tampan, sepertinya blasteran. Matanya biru dengan rambut coklat gelap keemasan. Radar Ervika langsung saja menangkap sinyal dengan jelas jika melihat orang tampan.
"Ra kakak lo, tuh jalan sama bule cakep banget Ra." Pekik Ervika sambil menunjuk kearah Alma. Afra membekap mulut Ervika. Melihat cowok ganteng bisa saja membuat Ervika lupa diri. Dan sebelum hal itu terjadi Afra sudah memasang mode pertahanan.
Afra mengikuti arah tunjuk Ervika, dan ia kaget dengan melihat kakaknya disana dengan seorang pria.
"Ah mereka nggak jalan bareng kali, tuh nggak gandengan tangan. Mungkin kebetulan aja jalan jejeran." Kata Afra tak percaya.
"Wah kalau tuh cowok temen kak Alma kesempatan ini Ka. Bisa kenalan sama bule ganteng."
"Enggak Vika.. kak Alma tuh.. emm.. kayaknya mau dijodohin sama dokter Satriya deh." Akhirnya pikiran berat yang akhir-akhir ini mengganggu keluar dari mulut Afra.
"What? Maksud lo? Sumpah Ra lo harus cerita sama gue dari A sampai Z." Kata Ervika dengan membulatkan mata.
Rencana mereka untuk mengakhiri hangout pun tertunda karena Ervika yang meminta penjelasan detail sehubungan dengan Satriya. Terpaksa Afra bercerita tentang semuanya, termasuk bagaimana gosip Eva soal tiket ke Singapura, insiden penyiraman oli bekas oleh seorang misterius, sampai siapa yang membantu Afra saat bapak dirawat yang berujung dengan kedatangan Bunda Satriya untuk menjenguk bapak.
***
Alhamdulillah bisa up lagi 😄😄
Bagian ini agak bertele-tele, tapi alur kali ini saya perlukan untuk menceritakan karakter lebih mendalam. Maaf ya kalau kurang greget ceritanya.Saya melihat vote dan komen dari pembaca semua, saya sangat menyukainya meski belum semua terbalas. Maaf ya 🙇...
Terima kasih atas dukungan pembaca 😄😄
Saya tunggu voment selanjutnya. 😅✌✌***
KAMU SEDANG MEMBACA
dr. Satriya (Completed)
General FictionShafira Afra, M.Farklin, Apt "Dia pikir dia siapa bikin aturan ga jelas, suka pecat karyawan sesuka hati. Dasar pemimpin arogan." dr. Satriya Adna Syakeil, SpPD "Apa bedanya coba, nggak tau banyak tentang aku tapi dia berani menyimpulkan dengan peni...
Chapter 24
Mulai dari awal