Aku hanya menghela napas panjang akibat pemikiranku. Baru saja aku akan membalas pesan dari El, pintu yang digebrak terbuka membuat ponsel di tanganku terjatuh dan aku bahkan melompat dengan sangat tidak elit di kasurku. Aku memegang jantungku yang sempat melompat dari tempatnya, sedangkan mataku menatap horor pada si pelaku penggebrakan. "Ya ampun!" seruku dengan napas terengah. "Lu gila, ya? Segitu bencinya sampe pengen gue mati jantungan?!" aku kemudian berdecak sambil memperhatikan tubuhnya yang masih terbalut seragam. "Lo bolos?!"
Sumpahnya aku bercanda saat mengatakan hal tersebut. Namun, kenapa Selen menatapku sedemikian marahnya? Membuatku salah tingkah di bawah tatapannya.
"Kenapa?" tanyaku, mencoba untuk terlihat tidak terpengaruh dengan tatapannya.
"Apasih yang lo pikirin?! Hah?!" bentak Selen kuat. "Kenapa lo selalu gini, Na?! Lo udah keterlaluan!"
Aku mengerjapkan mata dengan heran. Drama, deh. Keterlaluan apanya? Memangnya, apa yang membuat Selen marah? Datang-datang langsung drama queen.
"Gue tau, kalo lo nerima perjodohan itu karna Oma bawa-bawa nama gue, kan?! Ya kan?!"
Oh, ternyata karena itu? Aku menghela napas panjang. "Oma mau jadiin lo pengganti gue. Dari awal, dia emang mau jodohin gue. Dan gue nggak mungkin ngebiarin orang lain nanggung masalah gue."
Mendengar penjelasanku, Selen malah makin marah. Tanpa peduli jika saat ini aku sedang terbaring lemah di atas kasur, Selen menunjukku tepat di wajah. "Lo tau Oma nggak mungkin berani jodohin gue!" serunya murka. "Sampai kapan sih, lo giniin gue?! Sampai kapan lo mau bikin gue ngerasa bersalah?!"
Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. "Gue bukannya mau bikin lo ngerasa bersal-"
"Tapi lo ngelakuin hal itu!" potong Selen cepat. Tatapannya yang semula memancarkan kemarahan, kini berganti menjadi tatapan sendu. "Gue udah ngelakuin segala cara buat bikin lo nggak lagi jadiin gue kelemahan lo! Tapi apa? Lo tetep diam, dan nggak pernah mau lawan gue. Sampai kapan lo mau kayak gini? Berapa kali gue harus bilang kalo bukan lo yang nyebabin bokap gue meninggal?"
Aku diam, mengerut takut di bawah tatapan Selen. Memang, selama ini, apapun yang Selen lakukan padaku, tak pernah membuatku dapat melawannya. Mau Selen membuliku terus-terusan atau bahkan mencelakakanku, aku tetap diam tidak melawan. Atau saat Selen menjadikanku pesuruh, aku akan tetap diam. Semua itu bukan hanya karena aku pernah menjatuhkan Selen hingga koma. Namun juga karena aku pernah membuat seseorang yang berharga bagi Selen menghilang. Itu salahku. Dan beginilah caraku membalasnya.
Itu juga alasan lain kenapa Nenekku sangat membenciku. Karena aku, telah menghilangkan salah satu anaknya karena kekeraskepalaanku.
Sampai sekarang, mungkin tidak ada yang tahu jika kejadian itu menimbulkan trauma bagiku. Orang-orang hanya tahu, aku selalu merasa bersalah pada Selen dan mau-mau saja di siksa. Namun, yang sejujurnya adalah aku memang se-mati ini untuk Selen. Aku, tidak bisa merasa marah ataupun sedih akibat perlakuan Selen. Se-kejam apapun padaku.
"Lo harusnya nolak Oma sampai akhir!" seru Selen lagi, menyadarkanku dari lamunan. "Lo harusnya tetep mempertahankan keputusan buat nolak Oma."
Aku membuang wajah, menghela napas, kemudian berdecak. "Udahlah! Gue juga udah terlanjur nerima. Mau gimana lagi?"
Ya. Mungkin, takdirku memang untuk dijodohkan dengan aki-aki bantet yang berhidung belang.
"Ya tapi, gimana kalo-"
"Plis Selen, stop!" potongku kesal dan lemah. Aku menghela napas panjang, kemudian menyenderkan punggungku di kepala ranjang. Mataku terpejam. "Gue pusing banget, sumpah. Rasanya mual. Dan dengan lo nyerocos terus, rasa pusing gue bertambah," kataku, lalu membuang napas pelan. "Gue mohon dengan amat sangat, lo pergi dari sini. Oke?"
Hening beberapa saat. Lalu setelahnya aku mendengar suara helaan napas dan langkah kaki yang disusul pintu yang terbuka lalu tertutup.
Aku menghela napas panjang dan kembali membuka mataku. Tanganku kemudian terulur dan mengambil ponselku yang tadi sempat terjatuh. Masih tertera percakapanku dan El, dan aku mulai mengetikan balasan untuknya.
Reana Siera: Makan udah
Michaelis Alvin: Minum obat
Aku mengulum bibirku saat akan mengetikan balasan untuk El.
Reana Siera: Udah
Michaelis Alvin: 😕
Reana Siera: Apa arti dari bentukan emot itu?
Michaelis Alvin: Just
Reana Siera: Just what?
Michaelis Alvin: Nothing
"Yeah, right," ucapku sambil mendengus sebal. Aku melirik waktu di kolom chatku, kemudian mengernyit bingung. "Ini emang di kelas nggak ada guru apa gimana? El sama Selen kompak nyapa gue di jam seginini."
Aku bergumam sendiri sambil sedikit berpikir. Ini emang antara Selen yang bolos dan El yang tidak mempedulikan guru di depan kelas, atau memang di sana sedang tidak ada guru? Kalau benar sedang tidak ada guru, berarti nasibku sedang sial hari ini. Pasalnya, aku selalu berharap jika guru tidak masuk kelas saat aku sedang sekolah. Dan disaat aku sedang terbaring sakit, guru malah tidak masuk kelas.
Suara dentingan pelan dari ponselku membuatku kembali menatap layar ponselku.
Michaelis Alvin: Guru lagi rapat, btw
Michaelis Alvin: Gak ada lo, sekolah sepiReana Siera: Gue nggak seberpengaruh itu
Michaelis Alvin: Tapi lo emang seberpengaruh itu buat gue
Aku tertegun membacanya. Nah, kan? Ada yang aneh dengan El. Dia aneh, kan? Katakan jika kalian setuju dengan opiniku. Pasalnya, kami benar-benar seperti berpacaran jika dia menggombal begini.
Reana Siera: Gombalmu receh, kang
Michaelis Alvin: I'm serious
Reana Siera: Yeah, right
Michaelis Alvin: Gue kerumah lo pulang sekolah
Michaelis Alvin: Mau dibawain apa?Reana Siera: Kaya yg tau rumah gue dmn
Michaelis Alvin: Lo bakal terkejut
Reana Siera: Surprise then
Reana Siera: Cukup bawain gue pizza sama kopi kapucinoMichaelis Alvin: Gue bakal bawa buah²an dan roti
Aku menggeram kesal. "Ngapain nanya kalau akhirnya dia yang nentuin?" tanyaku entah pada siapa. Aku kemudian menggeram dan melemparkan ponselku ke sembarang arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronos [COLD DEVIL #3]
Random[Cold Devil Series] "Jadi, nama lo Reana? Hai, salam kenal. Gue Michael, pacar lo mulai hari ini." A-apa?! Dia bilang apa?! PACAR?! Suara "gubrak!" seolah menggema dikepalaku. Tadinya, kupikir aku salah dengar saat anak baru itu tiba-tiba mengucapka...
8 Φ Gombalan El
Mulai dari awal