“Ma? Ada apa?”
Wanita yang dipanggil Mama oleh Adit yang tak lain adalah Yuli, bukannya menjawab, tangisannya justru semakin pecah. Dirundung rasa penasaran, Adit kembali menanyakan hal yang sama.
“Ada apa? Kenapa nangis?”
“Bi—Billa...”
Satu nama yang keluar dari mulut Yuli membuat Adit melepas paksa pelukan sang Ibu. Ada perasaan tak enak dalam dirinya, namun dalam hati ia berdoa agar hal yang tak ingin didengarnya tak terjadi.
“Billa? Billa kenapa, Ma?” tanyanya mencoba tenang. Sedang Ridho yang was-was, diam menyimak.
“Billa....Billa udah gak ada, sayang— Billa udah pergi untuk selamanya, hiks...”
Yuli kembali menangis hebat. Angga yang berada di belakang Yuli memejamkan mata, berusaha menahan air mata yang mendesak keluar hingga matanya memerah. Ia beralih merengkuh sang istri, menopangnya dalam keadaan rapuh serapuh-rapuhnya.
Ridho sudah tersungkur lemah di atas lantai dengan air mata yang keluar hebat. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menangis dan menjambak rambutnya frustasi.
Sementara Adit tetap diam bak patung. Wajahnya memancarkan kedinginan. Ekspresi yang tak pernah ia perlihatkan kepada keluarganya. Kata-kata Yuli berdengung di gendang telinganya, menghantarkan rasa perih ke hatinya dan menghancurkan sisi warasnya.
“Nggak mungkin....”
“Billa? Pergi? Nggak. Nggak bisa! Dia nggak bisa pergi meninggalkan janjinya begitu saja. Dia nggak bisa pergi ninggalin, Adit, Ma!”
“Adit...”
“Ma...Billa udah janji untuk tetap hidup bersama Adit, Ma. Dia—dia nggak bisa pergi—nggak bisa!”
“Nak—”
“Udah ya, Ma. Mama pasti hanya mimpi.”
“Sayang—”
Adit terus saja mengatakan hal-hal yang sebenarnya bertolak belakang dengan kenyataan. Adit berusaha menolak kenyataan sedang Yuli berusaha memberi pengertian. Namun Adit adalah Adit. Lelaki keras kepala yang pernah Nabilla kenal, begitu juga bagi yang lainnya.
Plakk!
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kanan, Adit. Tak bermaksud menyakiti, Yuli hanya ingin menyadarkan puteranya, bahwa ini bukanlah mimpi, melainkan kenyataan. Bahwa Nabilla benar-benar pergi, meninggalkan mereka yang hidup dalam kenangan.
Tamparan itu tak terasa sakit di pipinya. Karena rasa sakit itu berpindah ke hatinya.
Masih tetap diam, Adit melewati Yuli dan menghampiri sebuah pintu. Tangannya bergetar hebat begitu jemarinya menyentuh gagang pintu. Perlahan, pintu mulai berderit bersamaan dengan tangan Adit yang membuka pintu lebar-lebar.
Adit melangkah pelan diikuti Yuli, Angga dan Ridho di belakangnya. Dihampirinya tubuh di atas ranjang yang telah ditutupi kain putih.
Dengan tangan gemetar, disingkapnya kain yang menutupi wajah wanita yang paling ia sayangi setelah ibunya. Tampaklah wajah pucat dengan senyum tipis di bibirnya. Bibir yang sangat cerewet, bibir yang sangat suka meledeknya hingga menangis, bibir yang selalu menampilkan senyum menenangkan. Namun lebih dari itu, si pemilik bibir inilah yang sangat ia dirindukan.
“Hei, puteri tidur! Ayo bangun!”
“Bangun dan katakan lo mau kemana aja. Gue siap nganterin, lo.”
“Lo mau cokelat? Es krim? Kacang sembunyi? Apapun, Bill. Asal lo mau bangun.”
Adit terus meracau. Ia menolak segala hal fakta menyakitkan. Namun karena gadisnya tetap tak bergeming. Air mata mengucur begitu saja. Matanya perih karena desakan air mata yang menerobos ingin dikeluarkan sementara hatinya—rasanya ingin ia lepas saja dari tempatnya, karena rasa sakit di hatinya benar-benar menyiksa.
Yuli berjalan mendekati puteranya, merengkuh dan memberinya ketenangan. Sungguh, Yuli ingin menjerit sekeras mungkin. Tidak cukupkah ia kehilangan puterinya? Kenapa Tuhan juga mengambil kewarasan puteranya?
“Ma, Billa pasti hanya akting, kan? Dia ratu drama, Ma. Dia suka ngerjain kita.” ucap Adit lalu kembali menoleh ke arah gadis cantiknya yang masih bertahan dengan kulit pucat dan mata terpejam.
“Bill, bangun!”
“Nabilla, bangun! Ini nggak lucu!”
“NABILLA!”
Kenapa kau tidak mengabulkan doaku, Tuhan?
🌸🌸🌸🌸🌸
Selamat malam reader setianya friendzone,
Maaf baru bisa up sekarang, ada beberapa hal yang menghalangi soalnya.
Selain kesibukan menjelang UNBK, kesehatan saya juga sempat down jadi kondisi yang gak memungkinkan buat ngetik, bukan sengaja loh, ya.Ramein vote dan komentar, saya up lagi dah!
See you😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Sebelas tahun bersahabat, yang membuatku nyaman dan berujung pada cinta. Ya, aku mencintaimu, tapi tak ku ungkapkan karena takut kehilanganmu. Aku takut kamu menjauh, dan tak mau berhubungan denganku bahkan walau hanya sekedar bersahabat." Nabilla...
Twenty Eight
Mulai dari awal