Cita-Cita Terbesarku

171 2 0
                                    


"Rasanya kamu tidak pantas menjadi seorang guru." ucap salah satu siswa yang sedang duduk dibelakangku.

"Tentu saja kamu tidak mempunyai ayah dan  ibu mu hanya penjual kue keliling, sedangkan biaya kuliah itu mahal, pasti ibumu tidak bisa membiayaimu." sambung temanku.

Aku diam lalu tersenyum "ya memang aku tidak mempunyai ayah dan ibuku hanya seorang penjual kue kaliling, tapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika kita terus berusaha dan berdo'a Insya Allah apa yang kita inginkan bisa tercapai atas ijin Allah." ucapku.

"ya sudahlah terserah kamu, kita hanya mengingatkan jangan berharap terlalu tinggi dan akhirnya kamu juga yang merasa kecewa!"ucap temanku sambil meninggalkan bangkunya, dan aku hanya membalas dengan senyuman.

Masih saja ucapan lima tahun yang lalu terngiang-ngiang ditelingaku, kata-kata yang membuat diriku  menjadi tidak percaya diri. Tetapi dengan kejadian itu membuat aku menjadi lebih termotivasi untuk membuktikan bahwa aku bisa menjadi seorang guru dan lulus menjadi sarjana dengan nilai terbaik. Aku bercita-cita ingin menjadi seorang guru karena aku ingin meneruskan cita-cita ayahku menjadi seorang guru, ayah memberitahu alasan kenapa beliau ingin menjadi guru.

"Fisya sudah besar nanti cita-cita kamu mau jadi apa?" tanya ayahku sambil mengangkat tubuhku untuk duduk dipangkuannya.

"Aku mau jadi dokter yah."jawabku polos.

"Alasan kamu mau jadi dokter apa?" tanya ayahku kembali sambil mengelus-ngelus rambutku.

"Karena aku ingin menyembuhakan orang-orang yang sakit ayah, termasuk ibu dan ayah aku ingin melihat ibu dan ayah sehat terus." jawabku.

"Masya Allah anak ayah pintar sekali jawabnya, tapi ingat ya nak yang menyembuhkan itu bukan dokter tapi Allah yang menyembuhkan orang yang sakit, dan dokter lah sebagai perantaranya,  Allah akan mengukur terlebih dahulu usaha yang bisa dilakukan oleh orang itu untuk mendapat kesembuhan. Lalu dengan usaha yang maksimal, kita serahkan sisanya kepada Allah dengan tetap berdoa memohon kesembuhan dan tawakkal. Jika kamu ingin menjadi dokter kamu harus rajin belajar, yang pintar disekolahnya, dan ayah do'akan semoga nanti kamu bisa kuliah dan menjadi sarjana.  " ucap ayahku.

Aku hanya mengangguk. "Kalau cita-cita ayah mau jadi apa?" tanyaku kepada ayah.

"Ayah dulu bercita-cita ingin menjadi guru." jawab ayahku sambil tersenyum.

"Kenapa ayah mau menjadi guru?" tanyaku pada ayah.

"Karena ayah ingin  berbagi ilmu apa yang ayah miliki, karena  sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang dapat dimanfaatkan, dan diamalkan. Ilmu akan bermanfaat jika kita sendiri terlebih dahulu mengamalkannya, kemudian kita ajarkan ke orang lain. Jika orang yang kita ajarkan itu juga mengamalkan ilmunya, insya Allah kita akan mendapat pahala meski kita telah tiada. " jelas ayah.

Ucapan itu masih teringat di memoriku, ucapan ayah yang selalu membuatku bangkit dan semangat jika aku mendapat cibiran dari orang lain. Meskipun ayah bukan lulusan sarjana pendidikan tetapi ayah sudah mengamalkan ilmunya, ya semasa hidupnya ayah mengajarkan mengaji anak-anak di rumah stiap harinya. Namun sayang Allah lebih sayang kepada ayah, Allah memanggil ayah terlebih dahulu ketika umurku berusia 9 tahun.

Semenjak kepergian ayah, aku hanya tinggal berdua bersama ibuku, ibu memutuskan untuk tidak menikah lagi. Ibu yang menjadi tulang punggung keluarga, setiap harinya ibu menjual kue. Setelah aku menginjak bangku SMA aku bercita-cita ingin menjadi seorang guru, dan menjadi sarjana dengan lulusan terbaik untuk melanjutkan cita-cita ayahku. Ya meskipun cibiran demi cibiran selalu terdengar ditelingaku tapi aku tidak memperdulikannya, dan cibiran itu aku jadikan motivasi bahwa aku bisa dan aku harus membuktikan kepada mereka.

Pada akhirnya alhamdulillah aku mendapatkan beasiswa dari sekolah untuk melanjutkan pendidikan ku selama 4 tahun, dan menjadi lulusan terbaik. Kemudian aku mendapatkan kesempatan kembali mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ku ke jenjang S2, dan alhamdulillah sekarang aku sudah mengajar di salah satu universitas yang ada di kota Bandung ini. Aku sangat-sangat bersyukur atas nikmat Allah yang diberikan kepadaku saat ini, memang benar dengan usaha yang maksimal, lalu kita serahkan sisanya kepada Allah, pada akhirnya aku bisa menikmati hasil usahaku selama ini. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?" (ar-Rahman: 13).

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 17, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cita-Cita TerbesarkuWhere stories live. Discover now