Haechan membuka mata dan melihat bekal makan siang yang sudah disiapkannya dengan susah payah untuk Mark, berhamburan keluar dari kotaknya. Ia juga merasakan perih yang teramat sangat pada pergelangan kaki dan telapak tangannya. Kakinya pasti terkilir, dan telapak tangannya tergores sampai mengeluarkan darah. Haechan baru akan menangis, sebelum ia mendengar suara langkah tergesa dari belakangnya.

Seorang pemuda jangkung berlari kearahnya, dan dalam sekejap sudah berjongkok sambil memeriksa keadaannya. "Bagian mana lagi yang terluka?" tanyanya.

Haechan langsung menunjuk pergelangan kaki kanan. "Kakiku, sakit sekali," adunya.

Lucas menyingkap kaus kaki Haechan dan melihat kalau bagian itu mulai membiru. Dengan sigap, di gendongnya Haechan di punggung, dan setengah berlari membawa pemuda yang tak dikenalnya itu menuju ruang kesehatan.

Haechan tidak berpikir untuk menolak ketika Lucas membawanya di punggung pemuda itu. Saat Lucas mempercepat langkah, ia mengikuti naluri dengan mengencangkan pelukannya pada leher pemuda itu. Haechan seperti merasakan terbang dalam gendongan Lucas. Pemuda ini tinggi sekali, pikirnya.

...

...

...

Wajah Renjun yang cerah, perlahan menjadi mendung di menit ke tiga puluh ia menunggu Lucas di kantin. Pemuda itu harusnya sudah berada di sini sejak setangah jam lalu, untuk memenuhi janjinya membelikan Renjun dua box es krim. Tapi, sudah selama ini Renjun menunggu, kekasih jangkungnya itu tak kunjung datang. Padahal sebentar lagi ia akan masuk kelas untuk menghadiri kuliah berikutnya.

Tapi, Renjun masih tetap menunggu, sambil mencoba menghubungi ponsel Lucas sekali lagi. Masih tidak diangkat dan Renjun semakin kesal luar biasa. "Wong Lucas, tidak ada makan malam untukmu hari ini," geramnya.

Renjun bangkit dari duduknya, dan memilih untuk meninggalkan kantin. Lebih baik ia mulai bersiap untuk menghadiri kelas berikutnya.

"Mark, kau membohongi kami ya. Kau bilang Haechan akan membawakanmu bekal makan siang buatannya sendiri." samar-samar Renjun mendengar gerutuan beberapa pemuda dari meja di sampingnya. Pemuda bernama Mark itu sepertinya bernasib sama dengannya, di bohongi oleh kekasih sendiri. Ah, Renjun kesal sekali.

"Dia masih dalam perjalanan, tunggu saja," balas Mark pada teman-temannya. Setengah jam lalu ia mendapat pesan dari Haechan kalau tunangannya itu masih terjebak di kelas Dosen Park, tapi dia berjanji akan segera datang.

"Aku harus menghadiri kelas berikutnya, maaf ya, Mark." seorang temannya berpamitan pergi.

Mark menghela napas, dan mengangguk pasrah. Satu per satu temannya pergi meninggalkan kantin, dan Mark tak kunjung mendapati kehadiran Haechan. Ia hanya melihat seorang pemuda jangkung yang memasuki area kantin dengan terburu-buru, lalu memasang raut masam. Mark merasa rautnya saat ini tak jauh berbeda dari milik pemuda jangkung itu. Dengan satu helaan napas berat, Mark beranjak dari tempat duduknya, dan meninggalkan kantin. Ia akan mencoba mendatangi Haechan di kelasnya.

Pemuda jangkung yang lihat oleh Mark itu adalah Lucas. Ia pergi setelah membantu Haechan membalut lukanya. Petugas kesehatan sedang makan siang, jadi ruang kesehatan sangat sepi. Lucas terpaksa harus mengandalkan diri sendiri untuk membersihkan dan membalut luka pemuda itu. Ponselnya terus berdering saat itu, dan ia tahu kalau itu dari Renjun. Tapi, Lucas memilih fokus pada luka Haechan dan mengabaikan panggilan dari kekasihnya.

Dan, sekarang ia di sini. Di kantin, untuk menemui Renjun, tapi kekasihnya itu sudah tidak ada. "Wong Lucas, kau dalam masalah," katanya memperingati diri sendiri.

...

...

...

Haechan tidak sempat mengucapkan terima kasih, juga menanyakan nama pemuda jangkung yang sudah menolongnya, karena pemuda itu langsung pergi setelah membalut luka di telapak tangannya.

"Petugas kesehatan akan datang sebentar lagi dan memeriksa pergelangan kakimu, kau tunggulah disini, ya." hanya itu yang pemuda itu ucapkan, sebelum berlalu meninggalkan Haechan sendirian di dalam ruang kesehatan.

Mata Haechan membola lucu, ketika ia teringat akan janjinya dengan Mark. Ia segera memeriksa tasnya dan mengambil ponsel untuk menghubungi tunangannya itu. Hanya berselang lima menit setelah di hubungi, Mark datang, diikuti petugas kesehatan setelahnya.

"Bagaimana bisa?" tanya Mark penuh kekhawatiran.

Haechan menampilkan cengiran lebar. "Terjatuh dari tangga," jawabnya. "Maaf membuatmu menunggu lama di kantin," sesalnya.

Mark mendesah. "Jangan pikirkan itu. Aku lebih mengkhawatirkanmu," katanya.

"Tidak apa-apa. Kakinya akan membaik dalam beberapa hari." petugas kesehatan menjawab kekhawatiran Mark.

Haechan meraih tangan tunangannya itu. "Kau dengar sendiri, kan?" katanya, mencoba menenangkan Mark.

Mark mengangguk. "Kuantar kau pulang."

...

...

...

Lucas menunggu Renjun dengan was-was di depan kelasnya. Ia sudah mengirimi kekasihnya itu pesan. Sepuluh menit lagi kelas Renjun akan berakhir, dan jantung Lucas semakin bertalu kencang karena merasa gugup. Ia sudah mempersiapkan semua rayuan terbaiknya, beserta kata-kata manis yang bisa meluluhkan hati Renjun.

Dosen Min keluar lebih dulu, diikuti mahasiswanya. Renjun juga langsung terlihat, dan Lucas segera menghampirinya. Baru ia ingin berbicara, Renjun sudah menyelanya. "Aku ingin pulang," ujar pemuda manis itu.

Lucas menelan semua ucapannya, dan mengangguk mengikuti Renjun yang sudah berjalan lebih dulu.

Seperti dugaannya, Renjun mendiamkannya saat di mobil, bahkan juga saat sudah berada di apartemen. Tidak ada makan malam untuknya, dan Lucas hanya bisa menelan keinginan untuk mencicipi masakan Renjun, karena kekasihnya itu menghabiskan semuanya sendiri tanpa mempedulikan rengekan menjijikan dari Lucas. Renjun benar-benar memberikannya kesempatan untuk diet malam ini.

Lucas menjatuhkan kepalanya di atas bantalan sofa di depan TV. Renjun pasti akan membaik, besok. Lucas akan menahannya untuk malam ini. "Selamat malam, Renjun," bisiknya sebelum jatuh tertidur dengan perut yang hanya terisi sebuah apel dan sekotak susu.

...

...

...

To be continued

AnotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang