The Beginning Of The Adventure

55 3 8
                                    


"KAK ARJUNA PULAAANG!!"

Begitu mendekatkan ponselnya ke telinga, ponsel itu langsung dijauhi lagi dari telinga kanan Arjuna. Belum juga bilang 'halo, ada apa?,' namun Sadewa sudah membuatnya hampir tuli.

"KAK? JAWAB LAH AYO PULANG KAAK,"

"Tenang dulu lah, Sadewa. Ada apa, memangnya?"

Bukannya dia tidak mau pulang, tapi rasanya tidak enak kalau janji kencannya dengan Ayodya dibatalkan mendadak. Gadis itu sudah menunggu gilirannya kencan dari bulan lalu, dan dari kiriman selfie yang Arjuna dapat, dia sudah dandan cantik sekali hari ini. Dan lagi, rasanya sayang kalau dia ahrus pulang setelah booking tempat romantis seperti ini; paviliun dengan lavender merambat melindungi sebuah meja dengan kursi dua orang, lilin-lilinnya menyala redup, dan di seberang ia bisa melihat air mancur yang dihiasi lampu-lampu yang membuatnya seperti dikelilingi kunang-kunang. Aromanya manis dan suasananya luar biasa romantis, terasa meskipun Arjuna hanya sendirian disini. 

(Rasanya ia bisa mendengar suara Bhima berkata, "yaelah, Arjuna, bilang nggak kok susah amat," di dalam kepalanya, tapi itu ia abaikan, seperti biasa.)

"INI GAWAT KAK!"

"Gawat kenapa?"

"KAK YUDHISTIRA MAIN DADU!"

YA TERUS KENAPA KALAU YUDHIS MAIN DADU, GUSTI DEWA? Yudhistira 'kan yang paling normal di antara mereka berlima (kata orang, kalau kata Arjuna sih Pandawa 5 normal semuanya), paling kalem, panutan kita semua. Toh, saat ini pesta perayaan pembukaan hotel terbaru dari perusahaan Hastinapura. Pasti Yudistira, sebagai tuan rumah, akan menjaga jalannya pesta dengan lancar. Ini Sadewa panik kenapa lagi?

"KAK YUDHIS TARUHAN RUMAH DAN PERUSAHAAN KITA!"

Tunggu, apa?

"SEKARANG DIA TARUHAN PACARNYA JUGA MASA———TANTE DRAUPADI UDAH DONG NAMPAR KAK YUDHISNYA—"

Kalimat terakhir terdengar jauh dari ponsel, namun Arjuna masih bisa mendengar pekikan panik Sadewa, dengan samar-samar suara orang-orang ramai di latar. Khawatir dengan keadaan saudara-saudaranya, ia segera menghubungi Ayodya dan mengabaikan omelan si gadis lewat ponselnya, meminta maaf pada staff penjaha restoran karena membatalkan bookingnya.

Semoga semuanya baik-baik saja, di rumah

---------------

Update:

Semuanya ternyata TIDAK baik-baik saja. Entah bagaimana sepupu Duryodhana berhasil membujuk Yudistira untuk taruhan SELURUH ASET perusahaan mereka; termasuk rumah mereka dan kendaraan mereka, seperti yang dikatakan Sadewa. Terpaksa, mereka berlima pindah ke luar pulau, tepatnya di sebuah rumah peninggalan kakak nenek mereka dulu, di tengah hutan. Tentu saja, berhubung kemampuan main dadu Yudistira sesungguhnya sangat dipertanyakan... jadi... ya.....

Moral dari cerita ini: jangan judi, teman-teman.

--------------

 Sadewa, di teras vila tradisional ala rumah joglo tahun 1980-an peninggalan kakek nenek mereka, menyodorkan tangannya yang mengepal pada Nakula. Sebuah cengiran iseng terukir di wajahnya kala ia melihat wajah Nakula yang mengocok kartu-kartu Card Captor Sakura di tangannya.

"Apakah anda punya firasat sebelumnya mengenai kejadian ini?" Tanya Sadewa, nada meniru reporter-reporter di TV.

Nakula, dengan nada datar, menjawab, "saya pernah bermimpi kita berlima mendadak jadi miskin. Saya pikir itu mimpi peringatan karena kemaren saya baru hedon kartu tarot Cardcaptor Sakura, ternyata bukan."  


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 17, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Prince(s)Where stories live. Discover now