PART 5 : She Is Mine?

Mulai dari awal
                                    

"Yo, gue minta maaf sama lo."

Gio mengerutkan kening.

"Untuk?"

Marsell menghela nafasnya. Entah sudah berapa kali Marsell melakukan itu.

"Karena gue udah nyerang lo tiba tiba tadi. Gue cuman nggak mau lo jadi laki laki berengsek, Yo."

"Santai brader, yang seharusnya bilang maaf itu gue bukan lo. dan gua ucapin makasih sama lo, Sell." Ucap Gio sambil menepuk pundak Marsell.

"Makasih?"

"Iya, lo udah mau negur gue, bikin gue sadar dengan apa yang gue lakuin."

"Santai kali, Yo. Lagian lo kan temen gue dari lama masa iya gue mau diemin lo aja kalo lo buat kesalahan. Gue mah nggak kayak mereka." Marsell berbisik di kata terakhir dan melirik ke arah Rafael, Damar, Ariza, dan Rey berdiri.

"Temen? Lo masih anggap gue temen?"

"Hahaha. Ya masih lah tolol." Ucap Marsell sambil tertawa.

"Tadi lo bilang gue bukan temen lo lagi." Ucapan Gio seketika menghentikan tawa Marsell.

"Nah, gitu dong kan adem liatnya." Sambung Rafael.

"Jadi, lo mau jelasin semuanya, Sell?" Tanya Ariza.

Marsell tersenyum dan mengangguk. Mungkin sekarang saatnya Marsell menceritakan semua kepada teman teman nya.

"Yaudah nanti aja cerita nya sekarang kita pulang." Sambung Rey.

"Yaudah ayok." Jawab mereka serempak.

"Ehh, tapi mampir dulu yuk ke warung pakde laper, hehe." Ucap Damar sambil cengengesan.

Mereka pun pergi dari sekolah untuk menuju warung pakde. Tempat yang biasa mereka untuk makan, nongkrong dan sebagainya.

•••

Sekarang Giva sudah berada di rumahnya dan teman temannya pun sama mereka sudah pulang, Tadi mereka sengaja kerumahnya Giva sebentar. Rasanya hari ini sangat melelahkan. Huft.

Sekarang Giva sedang berada di kamarnya memikirkan sesuatu yang terjadi hari ini. Sungguh menjijikan.

Kenapa Giva diam saja tadi? Kenapa dia tidak melawan? Bukan kah Giva itu adalah sosok yang tidak pernah kalah dengan laki laki, terkecuali dulu.

Giva memukul mukul mulutnya sendir.i

"Jijik gue! Gue jijik sama diri gue sendiri, argh! Gue benci sama Gio, gue benci! Kenapa gue harus kenal sama dia kenapa?!" Tiba tiba air mata Giva lolos begitu saja.

"Kenapa gue serendah ini? Gue takut, gue takut kalau sampe kejadian dulu keulang lagi, gue nggak mau. Gue nggak mau." Giva terus berbicara sambil menangis.

Tok!

Tok!

"Giv, Giva. Lo didalem? Buka pintunya."

Tok!

Tok!

"Giva, buka pintunya."

Orang itu masih tetap mengetuk ngetuk pintu Giva. Giva tidak memperdulikannya. Dia hanya ingin sendiri saja tanpa ada yang mengganggunya serakang.

Hope For LongingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang