Ally membuka mulutnya kemudian menutupnya lagi. Dia tidak tahu harus berkomentar apa. Ini pertama kalinya dia merasa begini. Senang sekaligus takut di waktu bersamaan. Saat itu tangan Ben menggenggam tangan Ally. Gadis itu menatap siluet laki-laki itu yang terlihat gelap karena lampu taman.

"Aku tahu, kamu pasti khawatir," Ben kembali bersuara. "Jarak umur kita terpisah cukup jauh. Tapi aku selalu menganggap umur bukan masalah. Mungkin Ally menganggap ini tiba-tiba dan aneh. Tapi aku sudah mengenal Ally sejak beberapa tahun lalu dari cerita Papa kamu. Dan saat bertemu dengan Ally, aku semakin yakin. Aku ingin mencoba mengenal Ally yang asli, bukan dari cerita Papa kamu."

Ally mengangguk kikuk. "Ally juga."

"Juga...?"

"Ally juga mau coba kenal Kak Ben... lebih dalam," ucap Ally ragu dan gugup.

Ben menatap Ally sebentar. "Ally tidak terpaksa 'kan?"

Ally menggeleng.

"Ally tahu konsekuensinya?" Ketika Ben melihat Ally mengernyit, laki-laki itu tersenyum lagi kemudian menjelaskan. "Jika kamu mau berhubungan denganku, kamu harus siap dengan pandangan orang-orang. Karena jarak umur kita jauh, mereka pasti akan banyak bicara. Tapi aku ingin kamu percaya padaku. Aku serius mau mencoba ini dan aku juga mau kamu percaya sama aku."

Ally mengangguk. "Iya."

"Bagus," Ben tersenyum hangat. "Kalau begitu, ada yang masih kamu belum mengerti?"

Ally menelan ludah kemudian menggeleng. Ben mengangguk pelan kemudian menatap Ally. "Kita masuk ke dalam?"

Ally mengangguk untuk kesekian kalinya. Ben tertawa pelan. "Jangan gugup, aku tidak menggigit kok," pipi gadis itu memerah.

Mereka berdua berjalan masuk kembali ke ruang ballroom. Saat itu, Ally merasa dia diperhatikan. Bukan karena dia yang berulang tahun hari ini, tapi karena dia masuk dengan Ben. Laki-laki itu meletakkan tangannya di pinggang Ally dan jarak mereka begitu dekat. Ally merasakan pipinya lebih menghangat lagi dan dia menunduk karena malu.

"Jangan menunduk begitu," Ben berbisik di sampingnya. "You're the princess tonight."

Saat itu, bibir Ally tersenyum dan dia mengangkat wajahnya. Ben tersenyum puas dan menuntunnya ke lebih ke depan. Ally mengernyit ketika melihat ayahnya ada di atas panggung. Laki-laki itu tersenyum ketika melihat Ben dan Ally berjalan bersama ke arahnya. Ayahnya berbicara dengan cukup jelas di mikrofon.

"Hari ini, kami juga ingin sekalian mengumumkan bahwa putri kami berencana untuk bertunangan, kemungkinan tahun depan," ucap ayahnya ringan. "Jika pertunangan itu terjadi, kami harap semua tamu yang datang hari ini juga datang ke pertunangan putri kami."

Perkataan ayahnya itu membuat tubuh Ally membeku. Gadis itu menoleh pada Ben di sebelahnya. Laki-laki itu tersenyum menyesal pada Ally. "Maaf, sepertinya Papa kamu terlalu antusias dengan hubungan kita."

"Kak Ben."

"Hmm?"

"Tunangan?" tanya Ally tidak yakin.
"Tidakkah kamu pikir itu terlalu cepat?"

Ben menatap Ally sebentar, berusaha membaca emosi gadis itu. "Ally, aku tidak akan memaksamu jika sampai tahun depan kamu belum siap. Tapi jika memang kita sudah siap tahun depan, kenapa tidak?"

Ally menahan napas. "Mu-mungkin ini hanya terlalu cepat untukku. Jadi aku sedikit ragu-"

"Jangan terlalu dipikirkan," Ben mengusap punggung Ally. Telapak tangan lebar Ben mengusap punggung telanjang Ally, menenangkan gadis itu.

My Little Love (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang