04 - Killer News

Mulai dari awal
                                    

“Setuju.”

“Joon, kau juga, ‘kan?”

“Iya.”

“Oke, tempat biasa.”

Tungkai-tungkai mereka mengayun silih berganti meninggalkan ruangan yang tak tersisa siapa-siapa lagi. Detik sama, bibir ketiganya mulai sahut-menyahut atas beberapa cerita yang nampak memungkinkan guna dibahas hingga sampai ke lokasi tujuan alih-alih mengisi kelenggangan. Sampai saat Yoongi bertanya, “Bagaimana kabar Yumi?” Kepada Hoseok yang lantas stagnan bibirnya, yang dapat dipastikan menyeret Hoseok supaya mengawangi wanitanya itu, terus dan terus.

“Yumi? Kabar Yumi-ku baik, Hyung.” Berlandaskan kondisi Yumi kala mereka berdua melakukan panggilan video berapa jam lewat, di pagi hari, Hoseok yakinnya begitu. Mau bagaimana, harapan seseorang kepada seseorang, apalagi suami ke istri yang tengah hamil tua selalu yang terbaik, ‘kan? Maksudnya, oh, ayolah. Ini Jeon Yumi, istri dari Jung Hoseok, yang tiba-tiba menjadi kelewat aktif di masa kehamilan. Membantu tukang kebun menyiram dan menyiangi hama, memasak porsi jumbo hanya untuk dimakan berdua, serta berentet-rentet lain. Nah, lihat, Hoseok jadi makin berharap banyak pada Sheira agar mampu menjalankan titahnya sebelum ia berangkat ke Jepang. “Kalian jarang bertukar kabar, ya?”

Kepala merah kehitaman Yoongi menggeleng kecil. “Benarnya, aku yang mengabaikan dia.”

Hoseok tak menjawab, tetapi mengangguk maklum. Belakangan, Yoongi memang sukar dihubungi. Di satu malam, Yumi juga bercerita, ia diabaikan Yoongi selepas menyampahi banyak pesan serta panggilan. Bagian terbaiknya, ekspresi Yumi selama memaparkan. Menggemaskan, buat Hoseok ingin berterima kasih dengan Yoongi—lewat telepati, jika bisa.

“Tapi syukurlah jika perempuan nakal itu baik-baik saja.”

“Nakal-nakal begitu aku cinta, Hyung.” Di balik timpalan, lelaki Jung orisinilnya kurang paham. Terlepas dari gurauan soal Yumi, harusnya Hoseok kian lega sebab secara tidak langsung, Yoongi memperkuat harapannya terhadap Yumi. Namun, kenapa tiba-tiba di satu sudut hati Hoseok terselip skeptis. Bersamaan hilangnya senyum tipis Yoongi, Hoseok menggeleng tegas. Tidak boleh, tidak pantas ia membiarkan recokan negatif untuk dipelihara, dan satu ide terlintas; ketimbang buang waktu guna menerka yang belum pasti, alangkah baiknya bila ia memastikan langsung.

“Mau apa?” tanya Yoongi kala menangkap gerakan gesit—lebih ke tergesah—Hoseok membuka resleting tas jinjingnya.

"Sebentar," pinta Hoseok sebelum mendapatkan benda portabel yang dicari lalu ia goyangkan dua kali di depan dada. “Menghubungi Yumi. Ah, iya, Hyung. Sekali, Yumi pernah bilang dia ngidam padamu.”

“Anehnya.”

"Namjoon bahkan lebih lagi."

"Ya, Yumi meminta mengecat kembali rambutku menjadi warna ungu."

"Padahal baru-baru ini dia bilang, jika dia fobia ungu."

"Sudahlah. Andai dipikir-pikir juga dia memang tidak mengherankan."

Hoseok tersenyum lebar tanpa menyerahkan atensi pada dua sahabat kentalnya; ia bertendensi bangga di konteks ini. "Kalian bisa lebih dulu pergi ke sana. Aku akan menyusul." Habis mengetik lalu mengirimkan pesan, Hoseok mengubah metodenya ke panggilan. Ia memindai pandangan, mengantongi gelengan Yoongi dan Namjoon sebagai jawaban; menunggu bersama. “Halo?” Panggilan telah tersambung di ujung sana.

Ya, Tuan Muda?

Bukan suara istrinya, tetapi tidak berarti ia tak mengenal si pemilik desibel. “Ah, di mana Yumi?”

Oh, Nyonya Muda s—“

Hoseok menghela, bola matanya bergulir jengah. “Ayolah, Shei. Berapa kali sudah kukatakan, santailah saat bicara denganku, sama seperti kau dan Yumi." Lama kenal serta diwanti-wanti, Sheira masih bersikap seformal itu padanya. Jung Hoseok tidak gila hormat, maka ia akan sangat senang kalau ia diperlakukan layaknya teman sepergaulan atau saudara daripada anak buah ke Bosnya. "Terapkan apa yang aku ajarkan padamu.”

Maaf, aku belum terbiasa ... Oppa.”

“Gadis pintar," puji Hoseok berseling senyum singkat. Sheira ini pantas mendapatkan pujian atas kinerjanya. Hoseok mengedar pada Namjoon dan Yoongi yang tengah terlibat omongan serius. Paling soal musik, semacam biasa mereka. "Baiklah. Ayo beritahu, di mana Yumi? Apa yang ia lakukan sekarang?”

Yumi-eonni sedang—OH, ASTAGA, EONNI! EONNI!

"Ada apa, Shei?! Hei, halo? Bae Sheira!"

TUT ... TUT ... TUT ....

Sambungan terputus sepihak, dan Hoseok lekas mengecek lalu menelepon ulang kembali nomor ponsel Yumi. Tak ayal, gamang menyinggahi secara beruntun dengan kadar besar berakibat gemetar menyinggahi tubuhnya; ia kalut. Sebab nomornya enggan tersambung, Hoseok beralih pada nomor rumah. Hasilnya sama, tidak tersambung.

"Hoseok, ada apa?"

"Kau kenapa, Hobi?"

Tanda tanya Yoongi dan Namjoon tidak lekas terjawab oleh Hoseok yang berwajah pasi. Hoseok tidak akan sebegininya, andai tak mendengar pecahan keramik yang bersinggungan sebelum lengkingan Sheira di penghujung telepon. Astaga, kenapa lagi Yumi-nya itu. Hoseok harap bukan apa-apa, tetapi realitasnya tidak mengindikasikan demikian. Dengan implusif, Hoseok menepi ke sisi aspal, menghalau kendaraan beroda empat dengan sebelah tangan. "Maaf, Yoongi-hyung, aku harus segera pulang ke Korea. Dan Namjoon, kau urus semuanya. Aku mengandalkanmu."

Aigoo-ya, pada nunggu lama ya? Hwah, diriku juga tida menyangka kalau sering ngaret kek gini :') /halah/

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aigoo-ya, pada nunggu lama ya? Hwah, diriku juga tida menyangka kalau sering ngaret kek gini :') /halah/

Hayo, apa yang terjadi hayo~~ (´△`)

Boobye, yorobun~ *furaiying kissue*

ps:
doakan semoga saya ngga males nulis lagi /plak/

Kamis, 27 Desember 2018.

Our FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang