17th of October -end-

Mulai dari awal
                                    

"Benarkah? Sama saja saat aku sedang bersedih dan bersandar di pundakmu sambil menangis, itu membuat ku merasa lega."

Calum tidak membalas omonganku, ia hanya tersenyum ke arahku.

"Aku ingin memberi tahu sesuatu....semoga saja ini saat yang tepat." Ucapnya sambil mengeluarkan handphone yang berada di saku celana kanan nya.

"Apa?"

Ia tidak membalas pertanyaan ku, ia malah menelpon seseorang. Aku tidak mengerti apa yang ia maksud, namun tiba-tiba handphone ku berbunyi menandakan ada telpon masuk.

'unknown number'

Tubuhku tegang. Aku sedikit menjauh dari Calum. Aku menatap Calum dengan tatapan sangat bingung.

"Angkat, Drew" Ucapnya singkat.

Akupun mengangkat telpon itu, tapi aku hanya diam. Aku bingung, sangat bingung lebih tepatnya. Jadi selama ini.....

"Akulah unknown number nya." Ucap Calum yang masih menempelkan handphone di telinga sambil tersenyum ke arahku.

Dengan reflek aku menutup telponnya. 

Baru saja aku ingin meminta penjelasan darinya, tiba-tiba ia melanjutkan omongannya.

"Aku yang selalu mengganggumu Drew, membuatmu marah-marah karena aku tidak mau mengaku identitasku. Aku yang selalu mengirimu pesan selamat malam dan kau jarang membalasnya. Aku yang selalu mengetahui apa yang sedang kau lakukan karena diam-diam aku ini selalu mengikutimu..."

"Maksudmu? Bagaimana caramu mengikutiku diam-diam?"

"Mudah, kau ingat tidak saat aku mengirimu pesan berisi lirik lagu In Your Atmosphere? Jadi sehabis kau dan Niall mendengarkan lagu itu, aku langsung bertanya ke Niall lagu apa yang sedang kalian dengar. Saat kau dipayungi oleh Zayn, aku diberitahu oleh Louis. Saat kau dan Zayn makan di kafe baru itu, aku melihat kalian dari mobil, sehingga kamu tidak tahu kalau aku sedang berada di kafe itu juga."

"Lalu....kenapa kau melakukan hal itu Cal? Kenapa kau harus menjadi unknown number?"

"Karena aku takut menyesal. Kamu tahu kan banyak cerita tentang orang yang mencintai sahabatnya sendiri? Dan akhirnya persahabatan mereka hancur? Aku takut seperti itu. Aku takut kalau aku mengaku dari awal kau akan bersikap canggung lalu kau menjauh dariku dan kita bersikap seolah kita tidak mengenal."

Aku terdiam. Ia menengok ke arahku sambil tersenyum. Tiba-tiba saja aku ingat kalau dulu aku juga pernah menyukainya, dan aku memutuskan untuk diam karena alasan yang sama dengan Calum. Aku takut persahabatanku dengannya hancur apabila aku mengaku kalau aku menyukainya.

"Lalu.....kenapa kau membiarkan Zayn mengaku-ngaku?" Setelah terdiam selama beberapa menit, akhirnya akupun melontarkan pertanyaan yang sebenarnya dari tadi ingin aku tanyakan.

"Aku lebih baik mengalah daripada harus melihatmu berada di situasi yang rumit. Lagipula kita bisa saja bertengkar apabila aku mengaku saat itu juga, dan bertengkar di taman kota itu sangat konyol menurutku. Laki-laki, bertengkar di taman kota, karena perempuan, hahahaha tidak mungkin."

"Dan kau membiarkan orang yang kau cintai menjadi milik orang? Seperti itu?"

"Hei dengar, aku tahu kau menyukai Zayn dari awal kenaikan kelas. Aku hanya ingin melihatmu bahagia, walaupun dengan Zayn, bukan denganku. Lagipula kalian saling mencintai bukan? Sedangkan aku? Bagaimana kalau saat itu aku mengaku dan situasi menjadi kacau, lalu kau tidak mencintaiku?"

"Kau terlalu baik, Cal."

"Melihatmu bahagia saja sudah membuatku bahagia juga kok."

"Bahagia? Wajahmu selalu murung saat bertemu denganku, apalagi kalau aku sedang bersama Zayn." Ucapku sambil tertawa.

No NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang