(15) Benang Merah

Mulai dari awal
                                    

Dia diam menatapku, tubuhnya yang lebih besar bahkan tidak bergerak sama sekali saat aku mendorong-dorong lengannya, meskipun sudah kulakukan sekuat tenaga.

“Kenapa kamu ngeliat aku! Lawan mereka! LAWAN! LAWAN MEREKA!”

Aku berteriak marah, semua orang menatapku bahkan hingga Yena yang baru saja datang langsung berhenti di dekat pintu. Kedua mataku terus menatap Jeno hingga rasanya aku lupa untuk berkedip barang satupun.

Aku melihat pada Hyunjin. Melihatnya masih menatap kita berdua dengan alis mengernyit, dia tampak begitu santai seakan tidak melakukan hal yang salah. Aku kembali menoleh pada Jeno, rasanya emosiku benar-benar tidak dapat ditahan lagi.

“Lawan mereka atau aku bunuh mereka.”

“Tenang, Honey. Tenang.”

“KENAPA KAMU NGGAK LAWAN MEREKA!”

Suara lagu mars sekolah membuat napasku tercekat, aku terdiam, baru menyadari bahwa Jeno menatapku dengan raut wajah sedih. Aku menghirup udara dengan cepat karena dadaku terasa sedikit sakit dan sulit bernapas.

Bibir Jeno bergerak-gerak dan bergetar, bahkan tatapannya terlihat menatapku dengan rapuh.

“Maafin aku."

"Jangan nangis.”

Kedua tanganku yang mencengkram ujung meja kini sudah terkulai. Aku merasakan sesuatu yang aneh keluar dari mataku, itu air mataku.

Suara orang-orang ramai di lorong. Aku bisa menduga bahwa bus sekolah telah sampai di sekolah dan menurunkan para murid. Pikiranku melayang sendiri, meja Jeno yang kotor, kelas yang penuh sampah atau orang-orang yang berbisik di belakang punggungku entah mengapa membuatku semakin sesak.

Jeno mengangkat tangannya, mengulurkan sapu tangan itu kepada wajahku tetapi dengan kasar aku memukul tangannya dan berjalan keluar kelas. Tidak memperdulikan sapaan Yuri ataupun orang-orang kelas lainnya yang baru ingin memasuki kelas.

****

Aku terdiam di atas ranjang UKS, menatap lampu yang mati ataupun atap berwarna putih di atas sana. Sesekali kedua mataku akan mengerjap dan kembali fokus menatap dalam keheningan. Aku tidak masuk ke kelas.

Karena terlalu terbawa emosi, kepalaku menjadi sakit dan tubuhku terasa dingin. Padahal petugas UKS yang sempat mengurusku mengatakan bahwa suhu tubuhku sangat panas, tetapi aku justru sangat kedinginan, mereka bahkan memberiku selimut ekstra.

Selama bermenit-menit aku memikirkan, mengapa aku begitu marah.

Tadi aku sangat terbawa emosi hingga membentak, berkata kasar, bahkan hingga menangis dengan sendirinya. Padahal tidak ada seorangpun yang menggangguku.

Jeno yang dibully tetapi aku yang ketakutan.

Untuk sesaat aku merasa marah pada Jeno karena tidak melawan mereka atau membalas perbuatan mereka. Meskipun jika kupikir-pikir lagi, mungkin aku begitu marah pada diriku sendiri.

Melihat Jeno yang diam, tersenyum, dan tidak membalas perbuatan mereka, mengingatkanku pada diriku sendiri.

Mengingatkanku pada Park Hana yang begitu muda. Masih menganggap bahwa pertemanan adalah segalanya. Tersenyum, mengangguk, bersabar, menunggu, terdiam. Seperti orang bodoh.

Mengingatkanku pada Park Hana yang hanya bisa berlari dan bersembunyi di tempat rahasianya. Berbicara pada makhluk yang seharusnya tidak diajak bicara. Menyalahkan diri sendiri karena tidak mampu melawan, sekaligus menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa menjadi seperti apa yang orang-orang mau.

R136a1 Beautiful Of You're [NCT × TXT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang