Nata meletakkan kopi buatannya ke atas meja, "Mas mau aku bawakan cemilan?" Tanyanya begitu lembut menyapa pendengaran Ednan.
Lelaki itu mengalihkan pandangannya, "Tidak usah, Sayang. Aku harus menyelesaikan ini secepatnya," jawabnya. Lantas kembali pada kegiatannya.
Nata masih diam di sudut meje. Jemarinya mencekam erat nampan di tangannya. Pikirannya kembali bekerja. Haruskah dia menanyakannya sekarang? Nata ragu. Dia takut jika Ednan akan marah padanya. Apalagi lelaki itu sudah mengatakan untuk memberinya waktu sampai dia menceritakannya sendiri.
Tanpa sadar helaan napas pelan keluar dari bibir Nata. Mengalihkan pandangan Ednan ke arahnya. Lelaki itu diam, mengernyit menatap Nata yang tampak penuh pemikiran.
"Apa ada yang ingin kau katakan?"
Nata sedikit tersentak. Maniknya beralih pada Ednan, sedikit gugup saat manik biru itu menatapnya lurus. Nata menundukkan kepalanya, secepatnya dia mengakhiri kontak mata dengan suaminya.
Sejenak Nata bergumam, menggigit bibir bawahnya. "Sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu Mas?"
Ednan memutar sedikit kursi menghadap Nata. Perhatiannya kini sepenuhnya pada wanita itu. Menunggu Nata mengutarakan apa yang sedang berputar dalam kepalanya cantiknya.
Wanita itu menatap Ednan sejenak. "Sebenarnya aku tidak sengaja melihat Mas bertemu dengan seorang wanita tadi siang. Aku hanya ingin tahu apa yang Mas lalukan dengannya?" Lirih Nata, lantas kembali mengakhiri kontak mata yang terasa mengintimidasinya.
Tidak ada jawaban. Namun Nata dapat melihat dari ekor matanya jika Ednan bangkit dari kursinya, melangkah kearahnya. Lantas lelaki itu berdiri tepat di depannya. Meraih nampan yang ada di genggaman Nata, meletakkannya ke atas meja. Setelahnya jemarinya meraih jemari Nata, menggenggamnya lembut.
Nata mengangkat pandangannya. Mengamati wajah tampan suaminya yang sama sekali tidak pernah berubah. Bahkan kini terlihat semakin tampan meski usianya tidak muda lagi. Senyum favoritnya merekah, terlihat begitu tampan.
"Dia Eveline, mantan kekasihku," jawabnya begiti tenang.
Nata masih terdiam, menunggu lelaki itu melanjutkan kata-katanya. Namun yang terlihat hanya kening Ednan yang mengkerut. Senyumnya bahkan berubah dengan raut bingung.
"Kau tidak cemburu?" Tanya lelaki itu, setengah bingung pada Nata yang tidak memberikan reaksi apapun.
Nata tersenyum lembut, "Mas pasti punya alasan menemuinya. Aku tidak mungkin langsung merasa cemburu sebelum mendengar alasannya."
Ednan terdiam sesaat. Lantas menarik tubuh wanita di hadapannya itu ke dalam dekapannya. "Dia baru pindah ke sini dan belum mengenal daerah ini dengan baik. Jadi aku hanya memberinya sedikit bantuan," kilahnya keningnya berkerut merasa berdosa.
Tidak mungkin Ednan mengatakan jika maksudnya menemui Eveline adalah meminta penjelasan tentang masa lalu mereka. Ednan tidak yakin Nata akan bereaksi seperti apa. Jadi dia hanya bisa berjaga-jaga.
Nata lagi-lagi tidak memberikan reaksi yang berlebihan. Namun, di sudut terkecil hatinya merasakan ada sesuatu yang janggal. Nata kembali mengingat kejadian tadi siang. Setelah Ednan meninggalkan toko bunga itu, Nata melihat sesuatu yang lain.
Senyum itu. Entah mengapa Nata merasa ada sesuatu yang buruk di balik senyum wanita itu. Benarkah tidak hal penting yang mereka bicarakan?
Nata memejamkan matanya perlahan. Membalas pelukan Ednan dengan erat. Dia ingin menanyakan lebih banyak hal pada Ednan, namun sepertinya kali ini bukan waktu yang tepat. Nata akan menunggu hingga Ednan benar-benar mengatakan hal yang sebenarnya.
Dia hanya selalu berdoa, semoga Tuhan tidak merenggut kebahagian keluarganya. Dan semoga apa yang dia lihat tentang wanita itu adalah suatu kesalahan.
***
Javis menghela napasnya jengah. Segera jemarinya melipat buku yang sedari tadi dibacanya. Meletakkan kepalanya ke atas meja dengan kedua tangan yang dia lipat menjadi bantal.
Pandangannya menerawang, "Apa kau pernah melihat Papamu berperilaku aneh?" Tanyanya lirih.
Pemuda lain yang ada di sampingnya menoleh sekilas. Lantas kembali pada game di ponselnya. "Papaku memang selalu berperilaku aneh," jawabnya terdengar begitu asal bicara.
Javis menghela napasnya. Pandangannya beralih pada sahabatnya yang terlihat begitu asik pada kegiatannya. Tangannya segera merampas ponsel milik pemuda itu, membuatnya terlihat memekik dengan kesal.
"Apa yang kau lakukan?! Aku baru saja akan menyelesaikannya!" Amuknya.
Javis mematikan ponsel pemuda itu, memasukkannya ke dalam saku celananya. "Aku sedang bicara serius." Javis berucap dengan kesal pada sahabatnya, Ashton.
Pemuda bermanik kelabu itu menghela napas. Kembali dia duduk di kursinya dengan tenang. "Cepat katakan apa yang ingin kau bicarakan?" Tanyanya setengah tidak rela karena permainannya diganggu.
Javis mulai kembali serius, "Apa kau pernah melihat Papamu seperti menyembunyikan sesuatu?"
Ashton tampak berpikir, "Menyembunyikan sesuatu?" Ulangnya yang dijawab anggukan oleh Javis. "Sepertinya tidak pernah. Dia selalu mengatakan apapun pada Mamaku. Ada apa?"
"Kau yakin? Coba kau ingat-ingat lagi," titah Javis. Meminta Ashton untuk benar-benar memikirkannya dengan baik.
Pemuda bermanik kelabu itu merenung, lantas bergumam dengan anggukan yakin. "Kau tahu sendiri Papaku adalah budak cinta nomor satu Mamaku. Aku yakin dia tidak mungkin menyembunyikan sesuatu," ucapnya begitu yakin.
Javis terdiam mendengar penuturan Ashton. Benar, Paman Calvin sangat mencintai Bibi Sienna. Lalu bukankah ayahnya juga mencintai ibunya? Tapi mengapa ayahnya seperti tengah menyembunyikan sesuatu.
Dia sangat mengenal ayahnya. Dan Javis sangat yakin ada sesuatu yang ayahnya sembunyikan dari ibunya. Tapi apa? Dia merasa ibunya juga mengetahuinya, namun belum menemukan jawabannya.
"Apa Paman Ednan menyembunyikan sesuatu?" Tanya Ashton, kini rautnya terlihat serius setelah melihat reaksi Javis yang hanya diam.
Javis mengedikkan bahunya. "Aku tidak yakin, tapi sepertinya begitu," ucapnya lirih sembari menghela pelan.
"Tenanglah, aku akan membantumu mencari tahu." Ashton menepuk bahu sahabatnya pelan, "Biar nanti aku tanyakan pada Papaku. Mungkin dia tahu sesuatu," jawabnya yang dijawab anggukan oleh pemuda bermata biru itu.
Setidaknya dia harus membantu ibunya. Ini bukan hal yang benar menurutnya, karena tidak biasanya ayahnya menyembunyikan sesuatu dari ibunya. Apalagi dengan sikapnya yang beberapa hari ini sedikit berubah. Itu sangat tidak baik.
Javis akan mencari tahunya!
-----------------------○°○-----------------------
Hallo semuanya ^_^Gimana udah mulai ngedrama belum?
Maaf Banget masih belum bisa bales komen. Ini aku cuma bener-bener fokus ngebut ngetik doang kalo lagi senggang. Biar bisa cepet up dan kelarin ceritaku yang gak kelar-kelar. HahaDan makasih banget buat semua dukungannya. Sampai ketemu di part selanjutnya.
Niu Aster
XOXO 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello The Pass ✔
Romance[C O M P L E T E] [SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY] "Apa kabar, Ed?" Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan? [11/09/'18] [02/10/'19]
05 | Penjelasan?
Mulai dari awal