Selang dua menit, Pak Malik menoleh ke arah kami berdua. Menatapnya dengan tatapan tajam sekali lagi.

"Baik, sebagai hukumannya, kalian berdua saya tugaskan untuk membersihkan toilet siswa." tegasnya sambil bertolak pinggang.

Toilet siswa? Yang aroma busuknya itu menyebar hingga hampir keluar dari ruangan toilet? Ah, yang benar saja. Aku mana bisa membersihkan itu, bisa-bisa paru-paruku rusak olehnya.

"Pak.. saya boleh...."

"Apa?!" potongnya.

"Jadi begini pak, apa tidak sebaiknya kami membersihkan masjid saja? kalau toilet, kan bisa dibersihkan oleh OB. Lagipula, ada baiknya juga bapak menghukum kami untuk membersihkan rumah Allah, bapak memberikan kami hukuman dengan ganjaran pahala. Bapak yang memberi hukuman tersebut juga dapat imbas dari pahala tersebut, pak. Bagaimana?"

Dia berpikir sambil sesekali mengangguk-anggukan kepalanya, sesekali kumisnya terangkat.

"Oh, oke. Sepakat! Kalau begitu, cepat selesaikan tugas kalian dalam waktu satu jam. Di mulai dari.... sekarang!!"

Sontak aku refleks berlari menuju masjid tanpa salam juga salim pada Pak Malik. Teriakan Nissa memberhentikanku.

"Suha! Psssttt!" aku menoleh ke belakang, dia melirik-lirikkan matanya ke Pak Malik. Aku pun berbalik badan dan berjalan kembali ke hadapannya.

"Maaf pak, saya terlalu bersemangat." Aku menyengir dan menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Semua penghuni kelas terbahak, cukup dengan satu entakkan dari Pak Malik, semua diam kembali.

Kami berdua berpamitan untuk segera melaksanakan hukuman yang diberikannya atas permintaanku. Kusalimi punggung tangannya yang legam juga kasar itu, lalu bergegas pergi.

***

Lima menit.

Sudah lima menit waktu berlalu, dan kami masih saling diam sambil terus membersihkan juga merapikan seisi masjid sekolah. Aku membersihkan bagian dalam dan langit-langit masjid. Sedangkan Nissa dibagian luar, yang hanya mengepel lantai juga membersihkan kaca.

Sampai suatu ketika, tatkala aku ingin keluar untuk mengganti air pel yang baru, aku menabrak Nissa yang juga ingin mengambil kemoceng yang ada di dalam ruang marbot.

"Duh..." Nissa terjatuh dan aku refleks untuk membantunya berdiri.

"Maaf.. maaf... aku nggak sengaja, buru-buru tadi." Ia menunduk sambil memegang lengan kirinya yang terbentur oleh tubuhku.

"Iya nggak apa-apa. Aku yang salah nggak liat ke depan.."

Ia masih bisa melempar senyum padaku, menutupi rasa sakit di lengannya. Ku bantu dia untuk berdiri. Aku meraih tangannya dan sebaliknya.

"Sekali lagi, maaf ya." Dia tersenyum lalu mengangguk.

"Nasuha..." Aku menjulurkan telapak tangan kananku layaknya berkenalan.

"Ih, apa sih kamu. Aku juga udah tau kali..." kutarik kembali telapak tanganku dan menyengir.

"Tapi.. ini kali pertama aku ngobrol sama kamu Nis.." aku sedikit terbata.

"Ah, kamunya aja kali yang menutup diri dari orang sekitar. Jangan terlalu pendiam Ha.." jawabnya santai sesekali lesung pipinya terangkat yang membuatnya semakin manis saja.

"Eeee... kita boleh temenan, kan?" Dia mengangkat alis –heran.

"Kamu aneh lagi, kan..."

"...kita kan, memang temen satu kelas, Suha." Dia menyengir, aku pun menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"Eeee... maksudku, temen dekat Nis..." Dia mengernyitkan alis.

"Jangan deket-deket, nanti naksir!"

Sontak aku diam, hening tidak bersuara sama sekali. Kepalaku menunduk mafhum.

"Tapi bohong....." Dia terbahak. Aku tercengang, mengangkat kedua alisku.

"Boleh kok, boleh.." lanjutnya dan tersenyum padaku –manis sekali.

Aku pun membalas senyumannya yang diiringi oleh lesung pipinya. Lalu kami melanjutkan hukuman kembali.

***

------------------------------------

Lelaki keturunan sunda bernama Fahmy Ramadhan, yang menuliskan kisah ini.

Bisa kalian follow instagramnya  

Jangan lupa vote, komen dan share ya.

Terima kasih.

NASUHA (relakan aku pergi tuk ciptakan jati diri yang lebih baik lagi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang