"Tapi.."

"Sudahlah! Ini saran dari Sensei, lebih baik kamu menjauh dari Yamaken. Daripada membuat nilai kamu merosot!" ucap guru itu memberi saran. Shotaro terlihat nampak bingung. Yamaken pun kesal dan kembali ke kelasnya.

Di kelas..

"Yamaken! Maaf ya, gue akhir-akhir ini sibuk! Tapi lu tau nggak? Gue bakal ikutan lomba cerdas cermat!" celoteh Shotaro menceritakan kebahagiaannya.

"Selamat deh!" ucap Yamaken dengan cuek.

"Kok lu responnya gitu doang? Gak suka?" tanya Shotaro mulai kesal.

Yamaken menoleh, "gak suka!"

"Kenapa?"

"Mungkin emang dunia gue ama lu itu beda. Gue gak suka belajar. Gue beda banget sama lu! Jadi lebih baik, jauhin gue!" seru Yamaken melotot.

"Nggak, Ken! Lu itu pinter kok!" protes Shotaro.

"Nggak usah bohongin gue! Sana pergi!" usir Yamaken lalu ia membenamkan wajahnya di tangannya.

Hubungan keduanya pun semakin renggang. Namun Shotaro masih terlihat ceria dan gemar belajar. Tapi keceriaan itu semakin lama semakin memudar saat ia kalah lomba cerdas cermat. Ia semakin depresi dan semakin giat untuk belajar.

Hingga suatu hari, Yamaken mendengar berita duka dari seorang guru.

"Teman kalian yang bernama Mamiya Shotaro telah meninggal dunia pagi ini karena dia.. melompat dari gedung," ucap guru itu tertunduk sedih.

Seorang murid berdiri, "gimana bisa Sensei? Kenapa dia bunuh diri?"

"Itu..," ucap guru itu mendongak, "karena dia frustasi terlalu banyak belajar."

***

"Karena itulah.. gue paling benci sama orang pintar! Lagipula.. gue cuma mempercepat keinginan terpendam mereka. Gue yakin, suatu saat mereka juga tertekan seperti Shotaro," ujar Yamaken panjang lebar menceritakan tentang dirinya.

Nana mengernyit jijik, "saitei!"

Yamaken pun tertawa terbahak-bahak lalu melirik tajam pada Nana, "sebenarnya lu bukan target gue. Cuma karena lu saksi dari kejahatan kita.. lu perlu disingkirin!"

"Kenapa hanya karena benci, kamu tega melakukan ini semua? Kamu gak pikiran keluarga korban?" tanya Nana yang masih tidak bisa menerima kenyataan Yamaken.

"Tentu aja mikir! Akan lebih menyakitkan jika mereka tau anaknya bunuh diri. Mereka akan terus menyalahkan diri mereka sendiri. Lebih baik kan orang lain yang membunuhnya, jadi.. mereka akan terus hidup untuk membenci. Hahaha!" ujar Yamaken sambil tertawa terbahak-bahak lagi.

"Bener-bener gila!" umpat Nana dengan kesal.

"Tapi.. bagaimana dengan Taishi-kun? Dia juga psiko sepertimu?" tanya Nana penasaran.

"Ahh.. dia? Dia cuma suruhan gue aja! Dia ikut gue gara-gara kesulitan duit!" ujar Yamaken dengan malas.

"Dia melakukan itu cuma karena uang?" tanya Nana heran.

"Biar dia bodoh dan culun, tapi dia harus menghidupi keluarganya. Lumayanlah ada yang bantuin gue," balas Yamaken mulai beranjak berdiri.

"Tunggu di sini sebentar ya, Dewi Suzuran!" pamit Yamaken sambil menyeringai lalu pergi dari ruangan itu. Nana pun segera berusaha melepaskan ikatan di tangannya, namun tak terbuka juga.

***

"Itu dia gedungnya!" seru Chiba sambil menunjuk gedung dan melihat GPS di hpnya.

Chiba dan Kento segera berlari ke dalam. Mereka melihat Nana sedang terikat, "Nana!"

Umurku 30 Bukan 17 (Tamat)🌹Where stories live. Discover now