Salsabilla : Sama siapa sih, lo knp?
Hidup lo gini amat.
Hnfaaswara : Sama Dyfal.
Salsabilla : Hah
Lo gk sekolah?
Hnfaaswara : Pingin bolos, tapi sama siapa?
Off
***
Setelah film yang diputar selesai, Swara menghembuskan nafasnya. Kak Faiq hanya keluar dari bioskop, dengan wajah masam
"Bikin baper ih, filmnya romantis banget." Swara menundukkan kepalanya.
"Mau dibaperin?" Kak Faiq mulai lagi menggoda Swara.
"Yang cewek kasihan banget." Swara menghiraukan ucapan kak Faiq. Kali ini dia sibuk mengoceh soal film yang ditontonnya tadi bersama kak Faiq.
"Habis ini kemana lagi?" Kak Faiq menatap Swara yang masih berkicau seperti burung Beo.
"Hoy, kamu kok aneh banget sih?" Kak Faiq mendorong tubuh Swara dari samping, membuat tubuhnya terhuyung dan mengenai salah pengunjung yang masih anak-anak.
"Aduh, maaf ya? Kamu nggak apa-apa 'kan?" Swara mengelus rambut anak cowok itu, membuat anak kecil tadi malu-malu tersenyum. Kemudian menghampiri mamanya.
Kak Faiq menatap tingkah Swara dari belakang, terus manatap Swara walaupun gadis itu sudah beranjak berdiri.
Swara menatap kak Faiq kesal. "Kakak jahat deh, kasihan tahu nggak anak kecilnya." Swara protes, mengentakkan kakinya, sangat kesal dan malu tadi.
"Kamu udah cocok punya anak." Kak Faiq menimpali, tersenyum menatap pemandangan sekitar.
Swara melotot, tangannya dilipat di dada. "Nikah aja belum."
Kak Faiq terkekeh. "Mau dinikahin sekarang?" Kak Faiq tertawa, membuat Swara tak berminat menanggapi ucapannya.
"Habis ini kemana lagi, Ra?" Kak Faiq menoleh, mendapati Swara yang mencibirkan bibir bawahnya. Gemes.
Kak Faiq tak tahan, mulai mencubit pipi Swara gemas. "Kemana lagi nih, pulang atau balik sekolah?"
"Ih, kak, aku mau main itu!" Tiba-tiba saja, Swara berlari menghampiri pusat mainan anak kecil.
Kak Faiq menyusul Swara, berlari mengejar gadis manis patah hati. Swara berhenti, menengok kebelakang, menatap kak Faiq yang terengah-engah.
"Main dulu yuk, kak." Belum juga kak Faiq menjawabnya, Swara sudah—entah kemana, langsung menerobos kerumunan anak kecil.
***
"Ah, bercanda 'kan lo?" Dyfal mendekati Sabila, meminta penjelasan. Semua langsung menatap Bila, yang ditatap hanya menundukkan kepalanya.
Jua mendengus. "Jawab dong, Bil." Jua memegang bahu Sabila, membuatnya sedikit tenang.
Sabila bimbang, dia tidak tahu apakah harus mengatakan yang sebenarnya, atau tidak. Jika ya, takutnya Swara melarangnya, jika tidak, bisa mati dia sama Dyfal.
Diantara kedua pilihan tersebut, Bila hanya memilih diam, menurutnya lebih baik. Tapi mulutnya tak bisa dikontrol, tiba-tiba saja langsung mengakui kalau tahu.
Sekarang dia harus memilih salah satu diantarannya, diam atau mengakui.
"Lo mendadak bisu, iya?" Hilfi yang namanya dipertaruh 'kan, sekarang sudah jengkel. Bukannya dia marah, nama nya bisa jelek karena masalah sepele.
"Jawab dong, ah." Bentak Dyfal.
"Sabaran dikit kenapa sih lo. gak usah ngotot, semua ini itu karena lo goblok!" Sabila juga sudah kesal, menurutnya ini memang salah Dyfal.
Mungkin Swara tak ingin hubungan sebatas "Sahabat." Swara ingin yang lebih dekat, kelihatan memang, hubungan Swara sama Dyfal akhir-akhir ini juga sering gak karuan.
Semua sontak terkejud dengan perkataan Sabila, Dyfal melotot. Sabila berdiri, menatap Dyfal dengan tatapan yang tak bisa diartikan sekarang.
"Maksud lo apa, heh?" Sabila tertawa sarkatis, mendengar pertannyaan konyol Dyfal.
"Maksud lo apa?!" Dyfal mendorong bangku yang di duduki Zara, Hani dan Hilfi, membuat mereka bertiga terkejud.
"Eh, mamak. Allahuakbar! Kaget aku rek." Hilfi, mengibas 'kan roknya.
"Ssst, Dyfal lagi marah. Lo nggak tahu keadaan kalo ngomong." Zhafia menatap Hilfi sinis.
"Saraf gue kaget anjir, enak-enak serius malah ngedobrak." Hilfi tak terima, Tak seperti Zara dan Hani yang tetap serius dengan pembicaraan.
Anak cowok yang menatap tingkah Hilfi, berusaha mati-matian menahan tawa.
"Maksud lo? lo nggak tahu apa, Swara kayak gini karena dia suka sama lo."
Dyfal langsung lemas mendengar ucapan Sabila. Yang lainnya hanya terkejud sambil saling tatap. Sabila tak menyangka bahwa dia harus mengatakan ini semua. Tiba-tiba saja dia berkata seperti ini.
"Swara itu cemburu kalo lo sama mbak Nilta deket, Swara emang nggak pernah cerita tentang hubungan persahabatan kalian kayak gimana. Dia berusaha menutupi masalahnya sendiri. Lo bego banget anjir jadi cowok."
Sabila mengibaskan tangannya, muak sendiri dengan apa yang ia lakukan. Dyfal terdiam, begitu juga yang lainnya.
Tak terasa, mereka semua menjadi bahan tontonan di kantin. Di panjangnya antrian, mbak Nilta juga mendengar ucapan Sabila dan yang lainnya tadi. Mbak Nilta hanya bisa menundukkan kepalanya, dirinya kini juga mulai ditatap oleh para siswa.
"Terus, Swara sekarang kemana?" Tanya Gilang dengan raut wajah yang agak cemas, begitu juga dengan yang lain.
"Jawab." Ucap Dyfal datar, namun dia juga kembali mendorong kursi yang diduduki Hilfi.
Sebelum Dyfal mendorongnya, Hilfi langsung protes. "Heh heh, heh. Kursi jangan dibuat pelampiasan, lo pukul kepala lo kuat-kuat..., nah nanti kalo udah hilang ingatan, pukul lagi."
Dyfal berhenti dengan aksinya. "Swara sekarang dimana?"
"Bolos." Sabila berlalu, meninggalkan kantin menuju kamar mandi.
Sabila sudah tak dapat membendung air matanya, ya, dia menangis dikamar mandi. Malu, kecewa, marah, semua nya bercampur, juga bagaimana keadaan Swara sekarang?
***
Gak peka banget sih, Dyfallll
Gimana sama part ini? Suka tydak? Baper tydak? Tydak apa-apa tydak apa-apa
Anjir pas nulis ini alarm bunyi, jam 00.01 kaged anjir
Demi apa aku kayak gini? Besok masih ujian lagi, tapi sekarang udah mau bebas.
VOOOOOOTETETETEE.