Kisah Apel yang Menangis

Mulai dari awal
                                    

Kekagetan di wajah kepala desa berubah menjadi kegembiraan. Ia tertawa sangat keras. "Hahaha. Putri kecilku memang cerdas... Hahaha" Tidak diragukan lagi, anaknya adalah seorang jenius. Para warga yang mendengar kejadian itu ikut tertawa dan memuji Rin kecil, merasa bangga padanya.

Sayangnya, suasana bahagia ini tidak berlangsung lama. Tepat saat Rin kecil berulang tahun yang kelima, ibunya meninggal secara tiba-tiba. Baik kepala desa maupun Rin kecil sangat sedih dan terpukul. Karena sang ibu adalah sosok yang sangat mereka cintai dan mereka tidak bisa hidup tanpanya.

Setelah ibu Rin kecil meninggal, kepala desa berusaha sekuat tenaga untuk membesarkan Rin kecil sendirian. Namun ia berakhir dengan terlalu memanjakan Rin kecil. Akibatnya Rin kecil tumbuh menjadi gadis yang keras kepala, sombong, congkak, dan jahat.

Ia tidak pernah lagi bermain bersama warga desa, karena warga desa merasa terganggu oleh kelakuannya. Sejak kecil ia memang jahil, tapi karena ia tumbuh tanpa sosok ibu dan sangat dimanja oleh ayahnya, Rin yang sudah dewasa menjadi keterlaluan dan senang berbuat jahat pada orang lain.

Suatu ketika, Rin yang sudah tumbuh dewasa sedang duduk di atas dahan pohon apel. Ia melihat seorang nenek tua yang mengenakan selendang hitam, berjalan terseok-seok dan beristirahat di bawah pohon apel.

Rin turun dari atas pohon dan membuat nenek itu kaget. Melihat nenek itu terkejut, Rin tertawa, merasa terhibur.

"Apa yang sedang nenek lakukan di sini?" Rin bertanya.

"Nenek sedang menumpang istirahat, nenek kehilangan rumah nenek karena rumah nenek tertimbun longsor. Jadi nenek sedang menuju ke rumah saudara nenek di desa jeruk." jawab nenek itu.

"Nenek tidak boleh beristirahat di sini, pohon apel ini milikku, sebaiknya nenek cari tempat lain." kata Rin, kemudian ia menggigit sebuah apel yang sangat segar dan terlihat begitu menggiurkan.

Nenek itu melihat Rin mengunyah apel, ia pun menggapai kaki Rin dan meminta apelnya. "Bolehkah kiranya nenek meminta sebuah apel? Nenek sangat haus dan lapar."

Rin tidak suka disentuh oleh nenek-nenek yang kumuh dan kotor. Ia menendang kakinya untuk melepaskan pegangan nenek itu. "Nenek mau apel? Baiklah, ini untuk nenek." Rin mengeluarkan sebuah apel dari balik badannya dan melemparnya ke depan nenek itu.

Mata nenek itu berbinar senang, ia mengambil apel di hadapannya dengan antusias, dan ia segera memakannya. Namun, setelah menggigigitnya, nenek itu terbatuk-batuk sebelum kemudian memuntahkan apel dari mulutnya. Apel yang dimakannya sudah busuk dan terdapat banyak ulat di dalamnya.

Rin tertawa terbahak-bahak melihat pemandangan itu. "Ups, sepertinya apel itu tidak bagus, sebentar ya nek, akan kuambilkan air."

Rin pergi degan riang, sesaat kemudian ia kembali lagi menghampiri nenek tadi sambil membawa sebuah gelas yang terbuat dari bambu. "Ini nek, silakan diminum."

Karena Rin menyerahkan gelas itu dengan senyuman yang amat manis, nenek itu pun mengambil gelas tersebut tanpa curiga, dan saat ia hendak minum, ia mendapati isi dalam gelas itu bukan air melainkan beberapa ekor kecoa yang bergeliat berusaha mengeluarkan diri dari dalam gelas.

Reflek, nenek itu menjerit dan membuang gelas bambu tersebut.

Di depannya, Rin tergelak terbahak-bahak sambil memegangi perutnya dan sampai beberapa detik kemudian, ia masih tertawa sampai sudut matanya mengeluarkan air mata.

"Anak muda." Mendadak suara nenek itu berubah.

Rin melihat nenek itu menatapnya tajam. Ia menghentikan tawanya. "Apa? Nenek marah padaku? Hmph. Asal nenek tahu saja, aku adalah putri tunggal kesayangan kepala desa di desa ini. Nenek tidak bisa memarahiku, hahahaha."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dongeng Apel MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang