Chapter 54: Don't Go

Mulai dari awal
                                    

"Keluar atau belum keluar, itu akan menjadi bagian dari syarat kelulusan nantinya, Pa. Daripada nanti harus jauh dengan anak dan istri saya di kemudian hari, mending sekarang jauhnya."

Yunho menghela napas sejenak. Ia mencoba berempati dengan menantunya itu, namun disisi lainnya ia juga berpikir bagaimana nasih putrinya jika ditinggal oleh suaminya dalam keadaan seperti ini.

Ia tahu betul, Anna memang kuat. Permasalahan antara ia dengan Anna dulu bisa menjadi buktinya. Namun Yunho sadar betul, tidak mungkin seseorang mampu menahan rasa sakit yang sama berkali-kali. Sabar ada batasnya, dan ia juga tahu bahwa kali ini, perpisahan dengan suaminya bukan hal yang bisa Anna hadapi dengan sebegitu dewasanya mengingat ada nyawa kecil yang kini sedang ditanggungnya.

"Hukum yang mengaturnya belum disahkan, Dio. Sehingga keberangkatan kamu bukan hal yang wajib."

"Dio tahu, Pa. Tapi papa tahu sendiri, kan kalau profesi kita ini banyak menggunakan dana dari pemerintah. Dana pemerintah tentu berasal dari rakyat dan rakyatlah yang membiayai kita. Kalau masih banyak yang membutuhkan kita, bagaimana bisa kita tidak mau memberikan pelayanan kepada mereka? Apalagi daerah tertinggal sangat membutuhkan spesialis, Pa."

Yunho mengusap wajahnya. Dio memang bisa sekeras kepala ini. Ah, sama persis dengannya saat masih muda.

"Mari kita blak-blakan saja, Dio. Populasi dokter yang banyak dibutuhkan di daerah tertinggal untuk spesialis seperti kita tidak banyak. Yang banyak dibutuhkan adalah spesialis anak, kandungan, penyakit dalam dan bedah."

"I know, Pa."

"Lalu kenapa kamu masih harus sekeras kepala ini?"

"Saya rasa alasan yang sudah saya sampaikan sudah sangat logis untuk bisa menjelaskan kenapa saya harus mengabdikan diri ke daerah, Pa."

Suasana hening menggeliat disana. Yunho tahu alasannya sangatlah logis. Namun disisi lainnya, menginggalkan seorang istri dengan kondisi mental yang belum kuat dan juga di kehamilan yang pertama dan belum terbiasa, adalah hal yang sangat tidak logis dan tidak bertanggung jawab jika itu dilakukan oleh seorang suami.

"Yang papa pahami hanya satu hal, Nak." Yunho membuat pernyataan dengan tegas dan juga berwibawa. "Menjalankan tanggung jawab penuh sebagai seorang suami dan ayah dalah kewajibanmu sekarang dan tidak bisa dikesampingkan dengan alasan apapun. Sedangkan tugas yang kamu sebutkan mati-matian tadi adalah hal yang masih bisa menunggu selagi pemerintah yang berwenang sedang merumuskan regulasinya. Kamu tidak harus menanggung konsekuensi apapun karena memang situasinya masih belum diputuskan dengan valid oleh yang berwenang itu, Nak."

Chen yang sedari tadi menahan napas melihat perdebatan dua laki-laki di depannya semakin tergugu karena ia merasa apa yang papanya ucapkan adalah hal yang benar.

"Nggak langsung terjun ke daerah karena kita nunggu keputusan regulasi bukan dosa, Yo. Tapi kalo lo ninggal istri dan anak lo saat mereka lagi butuh-butuhnya, itu adlaah dosa yang sesungguhnya, Yo." Chen akhirnya mengutarakan apa yang tertahan di otaknya sedari tadi.

"Persis seperti itu maksud papa. Terima kasih Cendikia," Yunho memberikan apresiasi penuh atas kelugasan Chen dalam memberikan penjelasan.

Kalimat terakhir dari sang papa dan juga Chen membuat Dio bungkam dan berpikir kembali. Walau harus diakui bahwa Chen dan juga Yunho saat ini malah semakin gemas dan greget karena mereka tidak tahu lagi apa yang harus membuat Dio masih ragu.

Dio masih terduduk dan menunduk. Kedua wajahnya masih pias. Chen dan Yunho masih setia berada disana dengan harapan mereka bisa mendengarkan keputusan yang mereka harapkan setelah berbicara dan berdebat apapun itu. namun Dio hanya mematung dan belum mau mengatakan apapun. Sampai akhirnya....

My Super Perfectionist Husband  [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang