ㅡ💮 0330, Xiao Jun [part 1]

Mulai dari awal
                                    

Ah, kembali ke piano hantuku.
Jangan bertanya tentang keberadaan piano itu. Aku juga tak tahu kenapa piano itu ada disana, yang jelas piano itu masih berfungsi dengan baik dan entah sejak kapan aku mulai memainkannya setiap pagi ㅡlupa.
Terserah kalau mau menganggapku aneh, aku memang sering berkeliaran di bukit sekitar sekolah kalau berangkat kepagian. Kegiatan yang lebih bagus, menurutku, daripada jadi orang pertama yang masuk ke kelas lalu bertemu banyak manusia menyebalkan. Well, aku bukannya anti sosial. Aku hanya tidak suka dengan omong kosong sebagian besar teman-temanku. Penuh kepalsuan. Tapi aku punya sih beberapa teman baik di Chungdam, walaupun tidak bisa dibilang bff.

Pagi ini, aku berangkat kepagian lagi karena malas sarapan sendirian di rumah. Sebelum banyak siswa yang datang, seperti biasa aku memainkan piano ini diantara kabut pagi dan tetes lamban embun dari pucuk-pucuk dedaunan hutan pinus.
Entahlah, pikirku. Aku tidak punya alasan khusus melakukan kegiatan tak berguna ini.
Yang penting bagiku ini cukup menyenangkan mengingat aku tak punya banyak teman.

Saat ini kukira tidak ada yang tahu, kalau akulah si hantu piano. Tapi ternyata ada yang diam-diam sering memperhatikanku dari jauh. Ya, dia.

*****



Jam pelajaran selesai ㅡah, maaf aku tidak menceritakan kegiatan selama belajar karena demi Tuhan itu sangat membosankan. Sekolah memang membosankan dan melelahkan, apalagi untuk manusia tidak populer dan supel seperti aku.

Aku bergegas keluar kelas tanpa peduli pada anak-anak lain. Terus melewati koridor utama penghubung kelas sambil melamun tanpa disengaja. Lelah, tentu saja, mungkin itu sebabnya pikiranku mulai melayang-layang kemana saja, sampai-sampai  tidak dengar derap langkah dua orang lain di belakangnya.

"Oi, Dejun! Kok nggak nungguin kita sih?" tegur Wong Lucas, salah satu temanku yang lumayan dekat.

"Sorry, suasana kelas agak bikin pusing, nggak tau tuh pada ribut gara-gara apa. Jadi aku buru-buru pergi", jawabku.

"Jangan-jangan mereka ribut karena hantu belakang sekolah berulah lagi? Itu kan ulahmu, dasar tukang bikin rusuh! Hahahaha", kata cowok satunya lagi, Mark Lee, membuat Lucas tertawa.


Memang sih, kudengar beberapa anak perempuan bergosip tentang kemunculan hantu piano tadi pagi. Mungkin itu yang sekarang sedang diributkan anak-anak, saling bertukar spekulasi seperti biasanya.

"Iya juga ya, aku yang bikin sekolah ini gempar lagi. Prestasi tuh," jawabku sambil terus terkekeh tertahan, geli membayangkan ekspresi ketakutan teman-temannya.

"Kamu mau langsung pulang? Mau ikut kita nggak?" tanya Lucas.

"Ke?" aku bertanya balik.

"Main ke Game Center, sama Hendery cs", Mark yang menjawabnya.

"Nggak ah. Aku nggak suka tempat ramai", jawabku tanpa banyak berpikir.

"Ish kebiasaan. Ya udah terserah deh, bocah aneh!", kata Lucas sambil meninju pelan bahu kananku.

"Kita duluan kalau gitu. Bye~" Mark menepuk pundakku sebelum ia dan Lucas melambaikan tangan sambil berbelok ke koridor lain.




Setelah meraka pergi, aku terus menelusuri koridor menuju pintu belakang sekolah, lagi-lagi memilih jalan anti-mainstream supaya tidak perlu bertemu banyak orang. Ternyata di luar hujan cukup deras.

Sweet RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang