"enak?". tanya Kau tanpa menoleh kepadaku.
"enak..enak". kata ku sembari mengunyah cepat
"suka?". Kata kau lagi
"suka..suka...". Kata ku sembari mengangguk-anggukan kepala
Beberapa menit berselang kami menyantap habis sepuluh tusuk telur gulung dengan saus sambel, Kau membeli teh kemasan tak jauh dari tempat kami duduk, memulai kelakarnya yang selalu sukses membuat aku ketawa terbahak-bahak. Ia bercerita tentang Sunmor pada masa Majapahit dahulu, mengomentari pakaian ibu-ibu paruh baya dan menyamainya dengan terong warung penyetan karena ibu-ibu itu menggunakan semua pakaiannya, dari jilbab hingga sandal serba ungu, mendengar keinginannya ingin memulai bisnis sebagai tengkulak ginjal yang siap menerima ginjal para mahasiswa yang kelaparan. Tak henti-hentinya aku tertawa, barangkali itu ketawaku paling lepas sepanjang umurku, aku tidak menghiraukan sekelilingku yang ramai, tak peduli mereka terganggu atau marah, yang aku lakukan hanya tertawa dan menyapu air mata yang keluar karena bahagia.
Tepat pukul sebelas lebih tigapuluh, kami mulai berangsur kearah parkiran, tempat Kau memarkir Amel, orang-orang yang sedari tadi lalu lalang, mulai hilang, kerumunan mahasiswa yang kulihat sesaat baru datang ke Sunmor tadi pagi tak ada lagi, pedagang-pedagang yang berjualan merapihkan semua perkakas dagangannya dan tak jarang mengemasnya naik keatas mobil, termasuk mbak penjajal telur gulung, ia sibuk menghitung uang hasil penjualan dikursi kayu dibelakang kios jualannya sementara seorang lelaki kekar sibuk dengan wajan dan meja yang berantakan.
"Di..bentar...". Katanya sesaat kami sampai diparkiran.
"kenapa?". Kataku ketakutan.
"bentar...lima menit". Kata Kau mencoba meyakinkanku.
Aku mengangguk tanda setuju, dan Kau berlari kecil kearah masuk Sunmor lagi. Tak berselang beberapa lama, Kau membawa sesuatu dengan kantong plastik hitam, ia tersenyum sumringah, sedangkan aku bertanya-tanya kenapa ia bisa terlihat bahagia.
"Di..". Kata Kau setengah berteriak sembari mengambil sesuatu dari dalam kantong plastik yang ia bawa.
"apa?". Kataku lembut
"tadaaa...". Kata Kau lagi dengan ekspresi aneh dan senyum yang lebar.
"loh...kamera?". kataku penasaran.
"iya...kamera monolog, aku sih nyebutnya "tustel"..". Kata Kau menerangkan.
"buat kamu...". Timpanya.
"loh?..beneran?". Kataku setengah kaget.
"iya..anggap aja kenang-kenangan". kata Kau lagi
"kenang-kenangan?". Kataku bertanya-tanya, merasa ada yang aneh dari perkataan Kau.
"oh ini sekalian film-nya, jadi kamu bisa langsung foto-foto nanti". Sergah Kau cepat.
Aku mengangguk sembari menerima gulungan film untuk kamera itu masih kebingungan, sedangkan Kau spontan menghidupkan Amel dan bersiap jalan.
***
Karena kelakar Kau disepanjang jalan, aku lupa dengan kalimat janggal yang Kau lontarkan, perihal "kenang-kenangan". Kami sampai dikostku tak selang beberapa lama, karena jalanan lengang dan kostku tak begitu jauh dari Sunmor.
"Nanti malam aku boleh ajak jalan-jalan?". Tanya Kau meminta izin.
"Boleh". Jawabku singkat menahan kebahagiaan, mencoba tetap elegan.
"Bagus deh, nanti dijemput jam 8.30 yaa". Lanjut Kau
Aku mengangguk dan berbalik masuk kedalam kost, Kau melambaikan tangannya dan menghilang diujung gang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
RomanceDia, dengan terpaksa, melanjutkan sekolah tingginya di Jogja. Kau, seorang yang dingin dan misterius, memiliki masa lalu yang menarik untuk dicari tahu, hidup mandiri, menyukai seni dan bertahan hidup dengan karya-karyanya yang dijual secara online...
Bab XV : Lara
Mulai dari awal