24.) Sahabat Sampai Surga

Mulai dari awal
                                    

Kehidupan mewah sudah mereka tanam sejak kecil. Ayah dan Ibunya sangat memanjakan si Kembar ini. Sedikit sulit sebenarnya jika mau berteman dengan mereka.

Mengapa Alisa bisa? Karena Alisa adalah pahlawan bagi mereka. Saat masuk SMP, mereka sangat lugu, anak orang kaya yang polos, kalau ada yang ingin berteman, pasti karena uang. Mereka sering dimanfaatkan keuangannya, sering dijadikan ATM berjalan.

Alisa yang waktu itu termasuk murid berprestasi, jarang sekali ia ada waktu untuk sekedar bergabung dengan geng-geng semacam itu. Dan Alisa termasuk orang yang cuek terhadap lingkungan, tidak mau peduli apapun yang tidak mengusik dirinya. Begitulah Alisa sewaktu dulu.
Tapi, hati Alisa tetap ramah dan lembut. Jika untuk orang terdekat, dan orang yang memang butuh bantuannya.

Suatu ketika, Alisa melihat si kembar sedang dipaksa membayar makanan satu geng di kelasnya. Saat itu Alisa tengah membeli beberapa minuman yang disuruh oleh guru.
Alisa menghampiri kerumunan itu, setelah ia tau titik permasalahannya, Alisa bersuara, "Kalau ngga mampu jajan, ngga usah jajan. Mereka dikasih uang oleh orangtuanya buat keperluan mereka, bukan buat jajanin anak-anak nakal macam kalian ini," mereka yang tengah berkerumun langsung menepi, memberi jalan untuk Alisa yang tadi bersuara.

Beberapa murid menganga, melihat adanya Alisa. Ada yang berdecak kagum, ada juga yang melirik sinis.
Alisa termasuk murid populer karena prestasi, namun dikenal juga siswi paling dingin dan cuek yang kelewatan.

"Kalian ngga dikasih uang jajan? Padahal masih bisa cara lain, dengan berhutang pada ibu kantin. Atau meminjam pada teman." Jeda sedikit, Alisa menatap satu persatu geng yang katanya populer itu. "Ooo, apa kalian malu? Lebih malu dengan tindakan kaya gini sih, menurutku. Kalian justru mempermalukan diri sendiri kalau begini caranya." Alisa tersenyum, sangat manis.

Lalu ia berbalik hendak pergi, "Jajan dengan uang hasil memeras," terusnya sambil berlalu.

Sejak saat itu, si Kembar terus merecoki Alisa. Niat berterimakasih dan berteman. Bahkan bisa jadi bersahabat sampai sekarang. Setelah kejadian itu, Alisa tak lagi jadi siswi yang sibuk di perpus dan kantor. Ia merasa memiliki teman sesungguhnya, walaupun awalnya karena paksaan.

Dan karena kejadian itu pula, si Kembar bangkit. Tidak ingin diinjak seperti saat itu lagi. Mereka menampakkan tampilan barunya. Sampai masuk SMA mereka bertiga sangat populer. Alisa dengan hijabnya, dan si Kembar dengan rambut pendek sebahu yang sangat cocok dengan tubuhnya. Sesuatu yang jauh perbandingannya. Namun mereka bisa bersatu.

Berteman lama dengan mereka, membuat Alisa semakin paham akan kemanjaannya mereka. Hidup mewah yang selalu orangtua mereka berikan terus mereka tanamkan. Dalam hal makan ditempat bagus, bermain harus ke tempat mewah, belanja, pergi ke salon.
Hanya sesekali Alisa mengajak mereka makan dipinggir jalan, itupun hasil paksaan Alisa, dan dengan gerutuan dari keduanya disepanjang makan sampai waktu pulang.

Tapi berkat mereka, Alisa mengerti fashion zaman sekarang yang cocok untuknya. Walau mereka berbeda, mereka tetap menghargai Alisa yang berhijab.

Seperti sekarang, niat hati mau makan. Tapi melihat gamis cantik yang elegant, membuat Dela berhenti.

"Cantik banget ya," ucapnya seraya menghampiri manekin itu dengan raut muka kagum yang sangat berlebihan.

"Mau beli?" Dila bertanya heran, sempat terpikir Dela ingin berhijrah karena melihat gamis itu.

Dela menggeleng, "Ngga, buat Alisa pasti cantik. Alisa yang pakai, pasti manis bangeeeetttttt," nah ini, mereka seringkali memanjakan Alisa juga.

"Aku?" Alisa bengong, baju ini sangat mewah menurutnya. Semenjak masuk pesantren, Alisa berubah. Bahkan dalam hal ini, "Aku ngga mau," jawabnya.

"Kebiasaan, tapi kalo dibeli pasti dipakai. Iyakan? Lumayan buat kamu bawa ke pondokanmu," cara jitu merayu, dibelikan saja, nanti pasti dipakai.

Alisa buru-buru menggeleng, "Kali ini aku beneran ngga mau, baju ini sangat mewah untuk aku bawa ke pesantren. Dan lihat bandrol harganya, ini sangat mahal,"

Gamis dengan kisaran harga hampir satu juta, entah terbuat dari bahan apa baju itu, sampai harganya bisa membeli 10 gamis yang Alisa beli sewaktu di Pasar dekat pondoknya.

"Ngga masalah, kan aku yang belikan," Dela tetap keukeuh, Alisa menggeleng tegas.

"Aku beneran gamau! Kalau masih maksa, aku mau pulang," kalau sidah pakai cara ini, biasanya mereka luluh.

"Sudah yu, jangan dipaksa. Alisanya kan ngga mau," Dila menengahi, tidak ingin ada keributan disini.

Dela mengangguk lemah, lalu berucap maaf pada Mbak-Mbak yang tadi berdiri di sampingnya.

"Kenapa sih, kok gamau?" Masih keukeuh dan penasaran,

Alisa tersenyum sebelumnya, "Dela, buat apa baju mahal-mahal. Kalau kenyataannya hanya jadi pajangan di lemari?"

Mereka sampai di parkiran, tidak langsung ke mobil. Karena mereka akan mencari makanan pinggir jalan yang dekat dengan mall ini.

Satu tempat berhasil mereka temukan, dengan makanan yang menurut mereka menggugah selera. Sate padang, pakai es teh manis. Pasti sangat segar di tengah cuaca panas seperti ini.

"Baju yang ada di lemari saja mau aku sumbangkan, karena sudah banyak yang tidak terpakai. Sayang, daripada nambah dosa," obrolan mereka masih berlanjut perihal ini,

"Nambah dosa?" Alisa menggangguk,

"Iya, baju yang tersimpan di lemari tanpa pernah dipakai. Suatu saat akan dihisab, dipertanyakan di akhirat nanti. Jadi, buat apa banyak-banyak pakaian, sedangkan yang kita pakai ngga jauh dari yang itu itu lagi." Alisa masih santai, tak sadar dengan perubahan muka si Kembar yang sedari tadi menganga menatapnya.

"Aku belum lama di pesantren, tapi aku sedikit mengerti, beberapa hal yang memang harus aku ubah dalam kehidupanku. Termasuk ini, perihal pakaian. Aku udah gapernah belanja pakaian semenjak masuk pesantren, sekarang aja lebih suka pakai gamis atau baju terusan milik Bunda yang tidak terpakai. Daripada harus beli baru, mending pakai yang ada." Lalu Alisa menatap dua temannya, "Kalian, kenapa?"

Dua temannya mengerjap, lalu menggeleng.

Alisa tersenyum. Semoga niatnya merubah kebiasaan buruk dua temannya ini berhasil.

Bukankah akan sangat bahagia melihat sahabat berada dijalan yang benar bersama kita?

Bukankah taat bersama itu lebih baik daripada sendirian?

Bukankah berkumpul dengan sahabat shalihah itu lebih indah?

Maka Alisa ingin seperti itu, ingin dua sahabatnya ini sedikut demi sedikit berubah ke jalan yang taat.
Tidak, Alisa tidak akan memaksa. Belajar itu butuh kesabaran, bukan paksaan.

Setelah ini, tekad Alisa bulat. Akan menjadikan dua sahabatnya ini, wanita berhijab yang akan menemaninya menuju surga.

Sahabat sampai surga. Indahkan?



02:36 😂

Aku baru bangun inituh, dan kepikiran untuk update 😂

Terimakasih yang masih menunggu ❤️

Semoga kalian tetap setia menanti, ❤️

Masa Lalu dan Takdirku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang