Buku Tahunan (3)

Mulai dari awal
                                    

Jangan sampai Kenneth tahu aku naksir dia dong. Kan malu.

"Gue juga ada kenalan salah satu fotografer gitu. But I don't think we can't afford him. Soal tempatnya gimana? Lo udah ke restonya?"

Aku menggeleng. "Nggak keburu. Kan kemarin ketemu sama fotografer."

"Ehm...hari ini gimana? Gue temenin deh. Biar cepet juga, kan? Gue tanya-tanya kelas lain. Beberapa udah mulai photoshoot."

Ya ampun. Mimpi apa bisa jalan bareng Kenneth.

"Ya. Boleh, sih. Kebetulan gue nggak bimbel juga hari ini," jawabku sok cool.

"Ken, gue mau ngomong sama lo," El sudah berdiri di depan mejaku.

Kenneth menoleh pada El. "Lo udah sembuh, No?"

El mengangguk. "Soal tema buku tahunan," dia melirikku sejenak. Aku mencibir. "Gue rasa idenya Jovita terlalu ordinary."

God. I really hate that 'ordinary' word.

"Sorry, bro. Tapi lo telat. Kita sekelas udah fixed pake idenya Jovita," jawab Kenneth sambil tersenyum tipis.

Rasanya pengin meluk Kenneth sekarang juga. Baik banget sih.

"Why don't we just revote? Toh fotografer belum ketemu, lokasi juga belum di-reserve," El masih bersikukuh.

Kenneth menatap El sejenak, lalu menatapku. Dia terlihat mempertimbangkan sesuatu.

"Emang lo punya ide? Punya kenalan fotografer? Punya lokasi yang bagus untuk pemotretan?"

El mengangguk mantap. "It's all in my head. Pulang sekolah gue bakal presentasi ide gue ke anak-anak. Setelah itu lo semua bebas mau pilih ide gue atau dia."

Kenneth menoleh ke arahku. "Gimana, Jo? Nggak pa-pa?"

"Silakan. Ini kan negara demokratis," aku menantang El lewat tatapan.

"Oke. Nanti kita revote. Apa pun hasil hari ini, masing-masing harus terima."

El tersenyum sombong. Kalau bukan karena kembaran Lala, rambut itu anak mami sudah kujambak.

Kesel banget!!!

***

"Tema urban chic ini gampang banget kita aplikasiin dan cari wardrobe-nya. Gue sih prefer kita dress up ala-ala orang kantor di Thamrin-Sudirman. Boleh pakai suits, preppy look, or even casual dengan jins dan kemeja. Apalagi yang cewek-cewek. Explore your self. Kita bagi jadi lima grup with different style of fashion theme, tapi tetap ada unsur urban chic-nya."

El dengan semangat memaparkan idenya di depan kelas. Sialnya, anak-anak malah antusias banget dengan ide si cucu eyang.

"Untuk lokasi, kita bisa pakai kantor bokap gue. Kita bisa photoshoot hari Sabtu atau Minggu supaya nggak bentrokan sama jadwal ngantor karyawan."

"Wah. Setuju. Biro bokapnya Nino kan keren banget. Pernah masuk TV loh. Masuk daftar kantor dengan interior terkeren se-Jakarta," ucap salah satu temanku.

El menjentikkan jari. "Bener. Banyak spot di sana yang bisa kita pakai untuk photoshoot. Even the pantry is impaccable. Dan, yang paling penting, gratis."

"Fotografernya?" tanya Kenneth.

"Gue punya kenalan. Harga dijamin miring. Kualitas dijamin oke," El sibuk dengan ponselnya, lalu menegakkan kepala. "Gue udah kirim akun IG fotografernya di grup. Silakan dicek. You'll like him."

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang