Suara dering hape membuat Angga mengalihkan sebentar pandangannya dari jalan.

Anggun's calling...

Angga menarik napas dalam. Enggan sekali rasanya mengangkat telepon masuk dari Anggun ini. Sudah kali ketiga Anggun menelponnya malam ini dan Angga benar-benar dibuat jengah karenanya.

"Diangkat saja, Pak. Mungkin penting," ujar Sandrina santai.

Angga tak menggubris ucapan gadis itu. Ia menggeser tombol merah di layar hapenya. Menolak panggilan masuk Anggun. Layar hapenya sempat gelap beberapa saat sebelum kembali menyala terang. Panggilan dari orang yang sama. Holly shit!

"Tolong diangkat saja, Pak. Mungkin saja itu penting," tegur Sandrina sekali lagi. "Kalau Bapak tidak nyaman karena ada saya di sini. Bapak bisa menepi sebentar di depan. Saya akan keluar dan menunggu sampai Bapak selesai berbicara."

Angga menarik napas keras. "Saya tidak pernah merasa terganggu dengan keberadaan kamu. You know that very well," sahut Angga tegas sebelum akhirnya menerima panggilan telpon itu melalui earphone bluetooth-nya. "Ya, Nggun," sapa Angga malas dan datar.

"Angga! Ya ampun! Kamu ditelpon berkali-kali!" rengekan itu keluar begitu saja dari seberang telepon. "Ke apart aku ya. Aku lagi ngadain housewarming party."

Ah, sudah resmi pindah rupanya. Sayangnya, ia tidak minat. "Sori kelihatannya nggak bisa. Gue udah otw balik apart. Males keluar lagi."

"Ih? Kita tetanggaan kali, Ngga. Tinggal jalan bentar ke tower aku. Nggak nyampe sekilo. Kamu kan udah janji mau dateng pas aku pindah apart."

Well yes. Itu sebelum lo berulah. Sekali lagi Angga menarik napas keras. Ia tidak peduli Anggun bisa saja mendengar nada malasnya itu atau tidak. "Dari awal, gue juga kan nggak janji," ucapnya masih mencoba sabar.

Suara embusan napas keras terdengar di seberang telepon. Angga sangat berharap Anggun menyerah memaksanya datang.

"Aku nggak mau pake cara ini. Tapi kelihatannya kamu nggak kasih aku pilihan lain."

Angga menarik napas pelan. Perasaannya mendadak tidak nyaman. Anggun, wanita itu ternyata bisa semenyebalkan ini.

"Ada Mike sama istri di sini, Ngga. Masih nggak mau dateng? Padahal aku udah bilang kita tetanggaan dan Mike bilang dia mau nungguin kamu di sini. Mampir bentar aja buat nyapa bos kita, Ngga. Jangan bikin aku malu sama sikap kamu ini."

What the ...! Kenapa dirinya yang jadi orang jahatnya? Ditariknya napas dalam dan panjang lalu berkata pasrah. "Oke. Oke. Gue mampir bentar," ucapnya lalu dengan cepat memutuskan panggilan teleponnya.

"San, temani saya sebentar ya."

Gadis itu mendelik menatapnya. "Ketemuan dengan Bu Anggun? Saya prefer turun di depan saja, Pak," tolak Sandrina.

"Saya janji tidak lama. Saya butuh kamu untuk kabur dari sana."


***

Sandrina berdiri di depan pintu apartemen Anggun dengan Angga di sampingnya. Wajah atasannya itu berubah dingin sejak menerima telpon dari Anggun. Kelihatannya gosip di kantor tidak sepenuhnya benar. Angga jelas terlihat tidak sedekat itu dengan Anggun, pria itu malah terkesan ketus pada manajer sales itu.

Sandrina melirik Angga, berdeham pelan sebelum kemudian berkata. "Bapak yakin saya boleh ada di sini?" bisiknya.

Atasannya itu tak menjawab dan hanya tersenyum singkat. Tak butuh dua kali menekan bell, pintu berwarna hitam di depannya seketika terbuka lebar. Menampilkan Anggun yang tampak luar biasa cantik dan sexy. Suara tawa dan lantunan musik yang diputar pelan pun terdengar jelas dari dalam apartemen di hadapannya ini.

Am I Seducing My Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang