Sesampainya disana, Damar dan Qian menghampiri gerombolan anak-anak futsal dari sekolah mereka. Damar pun bersiap-siap, sedangkan Qian pergi menuju gerobak cilor yang ada dipinggir lapangan. Saat itu kedua bola mata Damar mengikuti pergerakan Qian, lalu cowok itu malah melihat seseorang yang sangat ia kenal juga berada di sana sedang melihat abang cilor memasak pesanannya. Tanpa pikir panjang Damar menghampiri sosok itu.
"Dafa, ngapain disini?" tegur Damar sambil menepuk bahu Dafa yang membuat si empu menoleh. Qian yang berada disamping Dafa jadi ikut menoleh.
"Jajan lah, Mas." balas Dafa cuek. Cowok itu heran kenapa Masnya ini bertanya pertanyaan yang tak berbobot.
"Tadi bukannya kamu sama Mas Mahe pergi beli buku ya? Terus Mas Mahe mana?" tanya Damar seraya menengok kanan dan kiri mencari keberadaan Mahesa.
"Ituuu di lapangan buset dah. Mas kan juga dari lapangan masa nggak liat sih?" sahut Dafa dengan decakan kecil sambil menunjuk Mahesa yang sedang berdiri di pinggir lapangan.
Damar tertawa kecil menyadari kebodohannya. Qian berdeham pelan menyadari bahwa pelanggan di sampingnya ini merupakan adiknya Damar.
"Damar, ini adek lo?" celetuk Qian dan dibalas anggukan kepala oleh Damar.
"Oh iya, ini adek gue yang paling bontot, namanya Dafa." kata Damar memperkenalkan Dafa seraya merangkul adiknya dengan kasih sayang. "Nah Daf, ini Qian, teman sekelas Mas."
Dafa mengulurkan tangannya lalu berjabat tangan dengan Qian. "Oalah jadi yang ini Mas." ucap Dafa terdengar ambigu dan sedikit kompor. Tanpa dosa Dafa malah tertawa.
Damar berdecak. Tangannya mencubit pipi gembul Dafa supaya tidak berbicara yang aneh-aneh. "Yaudah, aku mau main dulu, dadah Dafa." pamitnya lalu berbalik dan berlari masuk ke dalam lapangan.
Setelah menerima pesanannya, Dafa tak langsung menghampiri Mahesa yang sedang menonton futsal. Cowok itu sengaja menunggu Qian agar bisa mengobrol banyak tentang Damar.
"Tadi kakak kesini bareng Mas Damar?" tanya Dafa memulai pembicaraan dengan Qian saat berjalan beriringan ke pinggir lapangan.
"Iya, Damar aja lupa kalau dia ada sparing. Dia baru bangun tidur katanya." cerita Qian. Cewek itu sebenarnya mendengar omelan Dimas saat membangunkan Damar. "Terus pas inget ada sparing, tu anak langsung semangat banget."
Dafa mengangguk paham akan kebiasaan Damar. "Mas emang suka banget futsal." ujar Dafa menjelaskan. Mereka berdua duduk di pinggir lapangan sambil menikmati sebungkus cilor. "Kalau udah ketemu bola, Mas Dam bakal cuek banget sama sekitar. Kayak orang pacaran yang berasa dunia milik berdua gitu. Dulu waktu aku jatoh dari sepeda aja Mas Dam cuek banget gegara keasikan main bola. Fanatik banget deh dia sama bola."
"Emang nggak ada hal lain yang bisa ngalihin dia dari bola?" tanya Qian semakin penasaran dengan sosok Damar.
Dafa mengangkat bahu nya tinggi. "Gak tau deh. Ibu kalau manggil Mas Dam pas main bola aja suka dijawab entar."
"Oalah, terus si Damar kalau...."
"Bentar deh, Kak." Dafa memotong kalimat Qian sambil mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Qian. Pandangan Dafa lurus ke depan yang mau tak mau Qian juga ikut melihat apa yang dipandangi Dafa sampai menyuruhnya diam. "Itu kok Mas Dam lari ke pinggir jalan?"
Mata Qian menyipit. Cewek itu spontan berdiri dari duduknya setelah menyadari ada seseorang yang membuat Damar berlari kearah sana. Awalnya hanya Damar saja, namun lama-kelamaan yang lain ikut mengerubungi.
"Itu kayaknya ada cewek yang hampir ketabrak motor deh. Cuman jatoh doang. Eh, tapi kok kayaknya darahnya banyak banget deh. Oalah keseret dikit ya itu, makanya kulitnya robek." monolog Dafa yang sudah berdiri disamping Qian sambil ikut memperhatikan dari jauh apa yang sedang terjadi.
"Daf, itu temen aku. Si Una." jelas Qian yang masin tak percaya bahwa temannya hampir keserempet motor. Kakinya bahkan ikut ngilu dan susah digerakkan saat melihat lutut Una yang terluka parah.
"Ohhh itu Kak Una yang pernah diceritain Mas Dam." gumam Dafa jadi mengerti kenapa Damar berlari menghampiri Una.
"Hm?" Qian tersentak ikut menyadari sesuatu.
"Iya, kak. Kayaknya Kak Una jawaban dari pertanyaan kakak deh."
"Pertanyaan yang mana?"
"Yang kakak nanya hal apa yang bisa ngalihin perhatian Mas Dam dari bola," jawab Dafa santai.
"Ooohhh." Terdengar nada kecewa yang keluar dari mulut Qian. "Hmm yaudah aku balik duluan ya, Daf. Salam buat Damar."
Dafa mengerutkan dahi bingung. "Loh kak? Mau kemana? Belum selesai pertandingannya."
"Dipanggil abang cilor disuruh pulang." jawab Qian asal sambil berjalan menjauh dari Dafa. Ia sudah tak peduli banyak. Ada rasa kecewa yang mengganjal hatinya. Sudah seharusnya ia pulang.
"Ha?" Dafa menganga. "Kak Qian anaknya abang cilor?" Tambahnya terdengar bodoh. "Ya kali kocak," jawab Dafa ke dirinya sendiri.
Dari jauh Dafa bisa melihat Damar yang sedang membantu Una yang terkena musibah. Dafa tak pernah melihat wajah Damar yang biasanya tenang jadi sepanik ini. Padahal waktu itu Dimas juga pernah pulang dengan wajah lebam, tapi Damar biasa saja.
Tiba-tiba Dafa menjentikkan tangannya. Lelaki itu baru tersadar kenapa Damar segitu paniknya dan Qian terlihat sangat kecewa.
"Wadidaw," komen Dafa dengan wajah yang terlihat tertarik dengan kisah cinta Damar. "Kasih tau Mas Dim ah,"
Dafa : mas
Dafa : kasian mas dam terjebak cinta segitiga
Dimas : ohh
Dafa : tpi masih mending mas dam sih drpd mas dim
Dimas : knp klo gue
Dafa : mas kan terjebak dalam lingkaran frenzon hahahaha
Dimas : bangke
a/n :
maaffff baru update :(
KAMU SEDANG MEMBACA
1M3D ✔
FanfictionKeseharian si empat bersaudara. 🔼Lokal, au! Non baku 🔼BUKAN BxB!!! 🔼Start : 12-07-19 🔼End : 27-10-20
11 - Futsal Addict
Mulai dari awal