1. Janji 'Tuk Bersama

Mulai dari awal
                                    

Dimas menyayangi Renata, sangat amat. Bagai senja tanpa langit, ia tak tau harus melabuhkan hatinya di mana lagi selain di hati Renata Syafa.

“Renata, kamu perlu dengar ini. Aku, sayang sama kamu. Maaf kalau nanti selalu ada hal dari aku yang buat kamu marah atau kecewa. Karena yang dihadapan kamu ini manusia biasa yang beruntung bisa dapetin hati kamu.

Amanah papa yang menyuruhku selalu jaga kamu, udah aku anggap sebuah janji. Selamanya aku cuma cinta sama kamu, kamu segalanya Renata,” kata Dimas saat mereka berdua benar-benar sah, dan langsung dibalas pelukan oleh Renata.

*

“Kamu tau nggak, kenapa aku masakin kamu nasi goreng?”

Dimas menaikkan kedua bahunya, mulutnya sibuk mengunyah.

“Karena aku jago di bidang ini.” Renata tersenyum lebar, Dimas terkekeh tak kuat lagi dengan sifat istrinya.

“Bilang aja kamu belum jago masak kayak aku!”

Renata cemberut. “Coba ulang.” Tangannya menjulur dengan garpu yang siap menusuk Dimas jika suaminya meledek lagi.

“Nggak-nggak, kamu jago dalam hal apapun. Aku mah ga bisa apa-apa,” sahut Dimas membuat Renata tertawa keras.

“Akhirnya kamu ngaku!!” jeritnya dengan tangan di perut karena ngakak. Dimas geleng-geleng kepala. “Tadi aja yang masak nasi aku,” gumamnya pelan.

“Yaudah ah, kamu malam ini nggak ke mana-mana?”

“Emangnya aku suka ke mana-mana kalo malem?”

“Iya, ke dapur, ke kamar mandi, duduk di depan tv sampe lupa kalo istrinya nungguin di kamar!”

Dimas tertawa. “Ih, orang kamu yang ngusir aku, kok!”

“Ih engga! Kamu kok yang pergi, aku mah diem doang.”

Dimas menarik napas. Haruskah ia mengalah untuk kesembilan kalinya hari ini?

“Yaudah, aku yang suka ninggalin kamu di kamar. Nanti nggak lagi deh.”

Renata mengangguk. “Bagus-bagus,” katanya, “Eh tapi nanti malam aku mau nemenin Sari sama Ica beli buku novel. Aku belum bilang ya sama kamu?”

Dimas menarik napasnya lagi. Lalu mengembuskannya perlahan, tangannya meraup sesendok nasi goreng dan tak membalas ucapan Renata.

“Kamu marah sama aku?” tanyanya. Dimas memperlihatkan fake smile-nya dan menggeleng.

“Ih marah, aku bercanda tadi. Perginya besok sore.”

Renata menarik piring Dimas yang sudah habis nasi gorengnya. Lalu menumpuknya di atas piring milik Renata.

“Yaudah ... kamu mau apa? Aku buatin kopi mau nggak? Atau kue?”

“Ngga usah.” Dimas meneguk airnya lalu berdiri. Sebenarnya ia tak marah, hanya drama saja. Dasar suami jail!

“Sebentar, ya.” Renata membereskan dapur dan mencuci piring kotor. Dimas pergi ke ruang tengah sambil memainkan ponsel.

Ada pesan dari beberapa karyawan yang menanyakan kabarnya dan ada juga yang memberi doa atas pernikahannya yang terjadi satu minggu lalu.

Dimas tersenyum dan membalasnya satu-persatu.

Dimas tersenyum dan membalasnya satu-persatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Emm ... siapa tu?” tanya Renata. Ia mengintip dari belakang dan menyandarkan tubuhnya di sofa.

“Nela ... karyawan di Reneegs.”

“Oh, kirain siapa.”

Renata duduk di samping suaminya. “Aku mau ngomong sama kamu.”

“Apa?” Dimas meletakkan ponselnya.

“Besok kalo kamu mau kerja, kerja aja. Aku gapapa, kok.”

“Ya ampun Renata, gapapa kok aku ambil seminggu lagi. Lagian semuanya udah stabil.”

“Serius?”

“Apa jangan-jangan kamu nih yang pengen balik kerja?” Dimas memicingkan matanya, menatap netra sang istri.

“Hah? Aku kan ambil 2 minggu. Ya nggak, lah.”

Renata menarik kakinya dan duduk sila di atas sofa. Tubuhnya menghadap Dimas. Sedangkan yang ditatap hanya memperhatikan diam.

“Sayang.”

Dimas semakin diam. Apa-apaan itu?! Kenapa perempuan di sampingnya semakin hari semakin manja dan ... emh ... semakin, ya ... kalian tau itu. Dimas membuka mulutnya.

“I-iya?”

Renata mendengus sebal. “Aku ini udah istri kamu, kan?!”

“Ya iya udah, emang kenapa?” Dimas menyampingkan tubuhnya sehingga keduanya benar-benar berhadapan.

“Jangan panggil nama lagi, aku ga enak dengernya.”

Dimas diam. “Ganti apa, dong?”

“Sayang. Ga ada lagi Renata-Renataan!”

“Aaahh ... Tap--”

“Kenapa? Nggak mau? Malu?”

Dimas mengangguk pelan. Masih menjaga perasaan istrinya.

“Yaudah, gapapa.”

Dimas tersenyum, lalu ia mendorong tubuh Renata. Membuat si empunya keheranan dan mengomel karena dipisahi jarak yang lumayan jauh karena Dimas. Renata baru menggeser lagi beberapa senti, namun Dimas sudah mendorongnya lagi.

“Kenapa, sih?”

Dimas diam dan merebahkan tubuhnya. Kakinya yang panjang menjulur melebihi panjang sofa. Kepalanya ia letakkan di paha Renata dengan mata yang terpejam.

“Aku pengen denger hafalan kamu.”

Renata tersenyum, lalu mengangguk meski Dimas tak dapat melihatnya. Tangan Renata membelai lembut rambut tebal sang suami. Ia mulai melantunkan hafalan Al-Qurannya pada Dimas.

Aku tau ada yang lebih sempurna dariku, jauh bahkan. Banyak perempuan yang berusaha mendekatimu, tapi, kamu selalu menolak mereka dengan lembut lalu memutar balik untuk menemuiku. Dimas, apapun yang terjadi, aku akan terus bersamamu.

---------------------------------








Part 1 gmn, nih? Komen ges, kritik pun boleh kiw kiw 🤭💐

RENATA (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang