"Oh.. begitu ya Boruto, kalau begitu aku ingin menjadi Sanin seperti ayahku"
Kepalan tangan mereka saling bertemu sebagai ikatan janji dan persaudaraan.
Flashback end
Boruto POV
Aku berlari ke arah tempat Kawaki terjatuh. Kulayangkan tinju kearah wajahnya dengan tangan kiriku.
Kawaki memblok serangan ku dengan kedua tangannya, sambil terengah-engah karena kehabisan chakra.
Kawaki aku ingat hari itu, hari-hari ketika aku dengan bangga memanggilmu saudaraku. Rasanya baru kemarin aku melakukannya, tapi sekarang aku... aku tidak tau...
Banyak kenangan bahagia yang kita ukir bersama, tapi rasa sakit karena dikhianati lebih mendominasi kenangan kita. Penderitaanku, kehilangan teman-teman, dan teriakan minta tolong warga Konoha datang dari seseorang yang mempunyai mimpi melindungi tempat kelahiranku.
Sungguh ironis...
Kawaki apa yang membuatmu berubah?
Sampai sekarangpun aku masih tidak bisa mengerti dirimu.
Apa ini kau yang asli atau bukan?
Apa kenangan yang kita ukir bersama hanya ilusi?
Atau aku yang terlalu buta untuk menyadarinya. Membelamu di depan paman Shikamaru dan penduduk desa.
Kawaki setiap cerita pasti memiliki akhir bukan?...
dan ini adalah akhir ceritamu...
Aku membuat Rasengan di tangan kananku.
"Sayonara... Kawaki"
'BUMMM'
Tanah bergetar dan debu menari dengan angin, sementara kulihat tubuh Kawaki yang tidak sadarkan diri dan darah mengalir dari sudut bibirnya. Ughh... Kututup mataku rapat-rapat dan kupalingkan muka darinya.
Tou-san aku membunuhnya..
"AAAAA!!" Kuteriakan seluruh emosiku, terduduk, dan menangis sejadi-jadinya. Lagi-lagi aku kehilangan salah satu keluargaku.
Aku tidak tahu berapa lama aku menangis di samping tubuh Kawaki.
Kuambil gulungan di dalam tas ninjaku dan kusegel tubuh Kawaki di dalamnya. Aku akan membawanya dan memberikan pemakaman yang layak untuknya.
Kuaktifkan Jougan-ku. Berusaha melacak cakra yang selama ini berusaha mengawasi pertarungan ku dan Kawaki.
.
.
.
.
.
3rd POV"Sarada(+)-nee buka matamu" ujar Hima sambil terus melakukan jutsu penyembuhannya. Sementara itu Sarada hanya terdiam sambil menggigit bibir bawahnya. Dirinya panik tentu saja, melihat apa yang terjadi pada dirinya di masa depan.
"Sarada-nee, tolong bersihkan darahnya" pinta Hima. Sarada mengelapnya dengan jaket kuning milik Himawari yang telah dilepas beberapa saat yang lalu.
Sesekali Sarada menengok ke arah Himawari yang mulai kelelahan. "Kau tidak apa-apa Hima?" Tanyanya setelah tidak kuasa membendung rasa khawatirnya.
"Hm tenang saja Sarada-nee"
"Meskipun kau bilang begitu... Tapi.."
"Tenang saja, aku baik-baik saja kok. Aku punya sedikit chakra milik Kurama, jadi nee-san jangan terlalu menghawatirkan ku"
Mendengar kata-kata itu Sarada memilih untuk diam, meskipun rasa khawatir masih ada tapi akan lebih baik untuk tidak bertengkar saat ini.
Sarada tersentak ketika menyadari seseorang ada di sebelahnya. "Mitsuki" kata penuh penekanan itu keluar dari mulut Sarada. "Apa mau mu?!"
"Aku ingin membantu"
"Mitsuki-nii, jangan ganggu kami" ujar Himawari tanpa menengok sedikitpun
"Aku ingin membantu kalian. Aku tak bermaksud jahat. Sungguh"
"Himawari.." panggil Sarada pelan seraya mengamati wajah yang mulai memucat milik Hima. Keheningan sempat mewarnai suasana di sana hingga akhirnya Himawari membuat keputusan
"Cih... Baiklah tapi jangan berani macam-macam dengan Sarada-nee" Himawari memandang Mitsuki dengan tatapan tajamnya.
"Baiklah" Mitsuki lalu mengeluarkan chakra medisnya dan membantu mereka berdua.
Beberapa menit kemudian Sarada memecah keheningan dan mengungkapkan kegelisahan "Himawari istirahatlah" Sarada mulai khawatir karena wajah Hima mulai memucat.
"Daijobu nee-san, aku hanya—"
"Himawari, benar katanya. Kau beristirahatlah sejenak"
"Diam kau Mitsuki-nii! Apa aku salah berjuang untuk Sarada(+)-nee?! Kau tidak mengerti!"
"Hmm... kau benar aku tidak mengerti" Kali ini Mitsuki memberikan senyum palsunya pada Himawari.
"Mitsuki?" Tanya Sarada dengan bingung dan seolah meminta penjelasan darinya. Karena sejauh dirinya mengenal teman satu timnya itu, Sarada tahu dibalik semua tindakannya pasti ada alasan yang mendasar.
"Saat ayahku mati di depan mataku, apa yang ku harapkan? Sementara itu, hanya Kimura-sama yang datang membantuku"
"Maaf tentang ayahmu" ujar Sarada sendu "tapi kenapa kau tidak bertarung seperti Boruto dan diriku di masa depan?"
"Aku... Aku mulai meragukan Boruto sebagai matahariku"
"Kenapa?"
"Karena dia tidak bersinar lagi"
"Apa maksudnya mengatakan itu pada kakakku?!" Kali ini Himawari ikut dalam pembicaraan mereka berdua.
"... Boruto yang sekarang—" Mitsuki mengalihkan pandangannya ke arah bunshin Boruto. "—tak segan mengakhiri peperangan dengan membunuh orang"
"Itu alasanmu?! Kau hanya tidak tau penderita kakak saat terpaksa harus melakukannya! Kakak menyembunyikan perasaannya hanya karena kalian semua mengharapkan lebih darinya. Mana ada yang mau berjuang bersamanya saat dia yang dianggap paling kuat sekalipun ternyata sangat lemah!" Himawari mengusap dengan kasar pipinya yang basah dengan air mata.
"...Konohamaru-sensei, bukankah dia yang pertama kali mati di tangan Boruto, Himawari?"
"Eh? Apa maksud kalian—"
"Tapi nii-san berjuang!! Dia berjuang Mitsuki-nii, dia– kau tau kan berapa kali kakakku mencoba mengakhiri hidupnya. Boruto-nii sudah berkorban banyak untuk kita dia..." Himawari sudah tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena isak tangisnya semakin menjadi dan itu membuat Putri Uzumaki kesulitan bernafas.
"B–Boruto berubah karena kita lemah" ujar seseorang dengan suara lirih
"Sarada(+)-nee!" Teriak Sarada yang tidak dipedulikan oleh Sarada(+). Himawari hanya mampu membuka mulutnya tanpa kata yang keluar.
"Menjaga dunia ini tetap seimbang selama mungkin adalah tugasnya. Rikudo Sennin sudah melimpahkan tugas yang diembannya selama ini pada Boruto. Tapi, Boruto tetaplah Boruto dia memilih kita di akhir takdir dunia Shinobi. Dia berjuang melawan takdir, sementara itu tetap berusaha memenuhi tugasnya... ne Mitsuki, dia tidak bisa melakukan semuanya sendiri, karena Boruto yang berjuang sendiri bukanlah Boruto yang kita kenal saat masih di akademi" Sarada(+) tersenyum dan menatap salah satu teman se-timnya di akademi.
"... Mungkin kau ada benarnya Sarada(+), aku–" seseorang menepuk bahu Mitsuki, dan membuatnya menghentikan kata-katanya. Semua mata tertuju pada kehadiran seseorang di antara mereka
"Shinki!"
"Ayo kita pergi, Kimura-sama meminta kita untuk mundur" Mitsuki mengangguk lalu berdiri.
"Gomenasai. Aku harus pergi sekarang, senang bisa berbagi informasi dengan kalian. Sampai jumpa"
"Konoyaro!" Belum sempat Himawari melangkah untuk memukul Mitsuki. Mitsuki sudah menghilang di balik kepalan asap "Kuso!"
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Naruto: To Future Boruto [Slow Update]
FanfictionBagaimana jadinya jika Naruto bertemu dengan Boruto yang sudah dewasa? Akankah kekeluargaan mereka kembali terjalin setelah dengan baik setelah mengetahui apa yang terjadi? Sorry, deskripsi buruk. Langsung aja di baca ceritanya semoga kalian suka...
Kawaki
Mulai dari awal