#Chapter 82

Mulai dari awal
                                    

"Tenang aja si Milo pasti setia kok," kata Angga meyakinkan temannya, "berapa lama dia disana?"

"Tiga hari, katanya sih. Tapi buat gue lama banget, berasa tiga tahun," kata Lea.

"Idih lebay lo," kata Angga.

"Bodoh amat," kata Lea.

"By the way, lo gak pesan apa-apa gitu? Emangnya gak haus?" sepertinya mata Angga harus dicek ke dokter, jelas-jelas yang dipegang tangannya adalah cangkir kopi dan ukurannya tidak kecil-kecil banget.

"Tipe-tipe cowok yang gak modal, kerjaannya minta traktir mulu idup lo," kata Lea.

Angga menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal sembari tertawa garing kayak kriuk. "Tau aja si boss, cenayang ya lo?"

"Cenayang embahmu," kata Lea.

...

Sarah sedang memasak bersama Bi Inah di dapur, lalu dering dari ponselnya berbunyi. Awalnya dia membiarkannya, namun lama-kelamaan suara itu menuntutnya untuk dijawab. Saat melihat siapa peneleponnya dari layar, dia terheran-heran karena biasanya jika ada apa-apa yang menghubunginya adalah Resa bukan Emery.

Emery mengatakan jika putranya, Milo pergi ke Singapura untuk beberapa hari ke depan. Dia memberi tugas untuk mengatasi perusahaan cabang yang sedang bermasalah dalam keuangan. Tadinya dia menyuruh anaknya untuk mengajak Lea sekalian liburan, tapi Lea tidak mau dengan alasan takut jatuh dari perusahaan.

Mendengar penuturan dari besannya, dia merasa bangga pada menantunya. Diusia yang terbilang masih muda, tapi dia sudah bisa menjalani perusahaan besar milik papanya. Rangga dan Sarah memang tidak salah memilih suami yang baik dan giat untuk semata wayangnya, Brylea Aenazzahra yang memiliki watak keras.

"Pa, apa tidak sebaiknya kita mengajak Lea untuk menginap disini beberapa hari aja?" Sarah menyendokkan sayur sop dari mangkuk besar ke piring suaminya yang sudah terisi nasi.

"Papa setuju-setuju aja, lagian kasihan kalau Lea ditinggal sendiri entar jadi gila lagi gara-gara gak ada Milo," kata Rangga.

Ketika mereka sedang menyantap makanannya, suara cempreng yang berasal dari Lea mampu mengejutkan orang-orang yang ada disana, bahkan Rangga sampai tersedak karena ulah putrinya yang tak tahu adab. Seharusnya jika datang ke rumah orang mengucapkan salam dan sebagainya, bukan teriak macam di hutan.

"Ya Allah, papa minum dulu." Lea memberikan air yang ada di dekat papanya.

Rangga merasa air yang diberikan anaknya terasa sangat aneh, seperti ada rasa asin tapi bukan garam. Alangkah terkejutnya ketika dia menyadari bahwa air yang diminumnya adalah air kobokan. Buru-buru dia pergi ke wastafel dan memuntahkan semuanya, tapi percuma saja, toh airnya sudah masuk ke perut.

"Kamu udah bisa masak, Le?" Sarah bertanya sambil menyuapkan nasi dan lauk-pauknya ke dalam mulut.

"Belum, nanti ajarin ya," jawab Lea.

"Brylea Aenazzahra," kata Rangga menggeram kesal.

"Ampuni anakmu, pa. Aku sama sekali tidak berdosa padamu, aku hanya menolongmu agar tidak mati hari ini, karena aku masih membutuhkanmu sebagai ATM berjalan," kata Lea berdrama ala film kolosal.

"Udah-udah, berantemnya ditunda dulu," kata Sarah melerai.

"Mari tuan raja, dimakan hidangannya," kata Lea seraya tersenyum.

Mereka makan bersama dalam keadaan hening.

"Ma, tau gak kemarin papa jalan sama cewek cantik banget. Body-nya kayak gitar Spayol, beh mantul pokoknya," kata Lea di sela-sela makannya.

"Paling klien, gak usah dengerin kata-kata anakmu," kata Rangga.

"Masa klien suap-suapan sih," kata Lea.

"Lea, kamu mau papa sembelih?" kata Rangga yang sudah emosi.

"Dih, ma, masa aku pengen mengungkap kebenaran dilarang. Parah banget ye kan," kata Lea.

"Kapan?" tanya Sarah udah berada di puncak penasaran.

"Kemarin di rumah makan padang," jawab Lea.

"Oh," kata Sarah.

"Kok mama gak cemburu?" tanyanya heran.

"Kan itu mama," jawab Sarah.

"Lah emang?" Lea menatap tidak percaya perkataan mamanya, "gak mungkin ah orang badannya bagus begitu, rambutnya di gerai, putih mulus gak kayak mama."

"Pa, ambil golok!" kata Sarah.

Lea mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu berlari ke kamarnya.

Menit demi menit, jam demi jam terlewati, kini malam pun tiba. Kini Lea berada di kamarnya seorang diri. Tadinya Lea ingin pulang setelah numpang makan, namun kedua orangtuanya mencegah dengan alasan takut gila ditinggal Milo. Padahal Lea sudah besar dan tidak mungkin jadi gila hanya karena ditinggal suaminya kerja.

"Muka kamu pucet banget sumpah."

"Muntah-muntah aja dari tadi."

"Udah minum obat belum?"

"Udah, tapi gak bereaksi apapun."

"Telat makan kamu itu."

"Enggak, sayang, aku langsung makan kok pas nyampe disini."

"Kamu kapan pulangnya?"

"Baru nyampe masa udah ditanya pulang kapan sih."

"Mau gendong."

"Kamu itu mau dimana-mana pasti mintanya gendong." Milo tertawa.

"Pulangnya harus cepat pokoknya. Tadi masa mama mau bunuh aku."

"Gak percaya."

"Gendong."

"Gak bisa dong. Gimana caranya aku gendong kamu?"

"Kamu pulang dulu kesini, terus gendong aku."

"Gendong online aja ya."

"Gak mau, maunya nyata."

"Kalau aku pulang, kamu maunya apa?"

"Mau gendong terus peluk. Kamu gak boleh kerja satu hari buat nemenin aku jalan-jalan."

Percakapan mereka terus berlanjut sampai salah satu dari mereka ada yang terlelap dalam tidur. Milo yang sedari tadi memperhatikan wajah istrinya, dengan iseng dia menscreeshoot wajah polos istrinya.

Arranged Marriage With My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang