“Coba ulangi maksudmu lagi! Jangan bercanda. Ingat pernikahan kita kurang seminggu lagi!”

Peringatan yang Aji lontarkan serupa angin lalu menurut Rea. Wanita itu justru tersenyum semakin lebar. Ia berpikir bahwa calon suaminya itu terlalu bodoh hingga tidak mengerti apa yang dikatakan.

“Jangan berlagak bodoh, Ji! Aku akan menjelaskan semua tentang apa yang terjadi. Alasan pertama adalah karena aku sudah tidak perawan lagi, alasan kedua karena aku tidak mencintaimu, dan alasan ketiga adalah karena aku tengah mengandung anak lelaki lain.”

Tiga macam jawaban Rea membuat Aji terkejut. Ia menatap calon istrinya dengan wajah tidak percaya. Apalagi jawaban tadi diucapkan tanpa rasa malu dan dengan senyum lebar.

Di mana rasa malu wanita ini?

“Jadi kita batalkan saja. Beruntung aku membicarakan ini terlebih dahulu. Mungkin jika tiba-tiba aku menghilang di hari akad justru akan membuat kehebohan, bukan? Kamu harusnya berterima kasih.”

Setelah itu tanpa pamit Rea pergi meninggalkan Aji yang terduduk dengan pandangan menerawang. Ia tidak terluka, tetapi luka itu pasti akan menyerang hati kedua orang tuanya jika mereka tahu ini. Lelaki itu tidak tahu lagi apa permainan takdir selanjutnya.

***

[Datang ke taman pukul tujuh malam. Jika tidak semua rahasiamu akan tersebar. Jangan sampai ada yang tahu.]

Keringat dingin merembes keluar ketika pesan bernada perintah tersebut muncul di layar ponselnya. Naswa berusaha tenang, tetapi napasnya kembali tercekat tatkala fotonya tanpa penutup kepala terpampang jelas. Lalu, sebuah nama tidak asing muncul di baris terakhir. Ya, dia Rehan.

Di samping Naswa yang tengah menenangkan perasaannya, Rehan tersenyum miring. Kali ini satu orang pun tidak ada yang bisa menghalangi rencananya. Lelaki itu benar-benar berambisi memiliki mantan adik iparnya.

Tanpa kata, ia menyambar kunci mobilnya. Meninggalkan rumah seisinya dengan tekat kuat. Malam ini mungkin dosa yang pernah terjadi akan terjadi lagi.

***

Naswa telah berada di bawah keremangan lampu taman. Belum ada tanda-tanda Rehan datang. Namun, saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya, reflek wanita itu berbalik dan menampar sang pelaku.

Rasa jijik kembali muncul begitu saja saat mengetahui telapak tangan Naswa mengenai pipi Rehan. Bahkan rasanya ia ingin menganggap lelaki itu sebagai kotoran. Saat kenangan masa lalu kembali terulang, saat itu pula ia merasa ingin menghapus satu nama itu di dalam hidupnya.

“Ada apa? Apa yang kamu inginkan? Uang?”
Rehan tertawa atas penawaran Naswa.

“Jangan bercanda untuk apa aku mengejar uang? Aku masih bisa mencarinya! Berbeda denganmu, di mana pun aku tidak akan menemukannya.”

Kaki Naswa mundur beberapa langkah. Ada rasa geram yang memenuhi hatinya tatkala pujian tadi terlontar. Bahkan mungkin wanita itu lebih memilih tuli daripada mendengar ucapan Rehan.

“Jangan melangkah mundur, Sayang
!”
“Jangan panggil aku dengan panggilan itu.” Naswa berteriak frustasi.

Teriakan itu semakin membuat Rehan tertawa lebar. “Jadi aku harus memanggil apa? Oh iya, mendekatlah! Ada sesuatu yang perlu kamu tahu!”

Bukan Gadis Lagi (Completed) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang