Keputusan Sulit

Mulai dari awal
                                    

Sakit. Ucapan nyonya benar. Tuan Azis dan Noura hanya orang luar. Harusnya menjaga jarak dan memupus mimpi mereka menjadi bagian hidupnya. Ternyata mencintai itu sesakit ini. Cinta bukan pada orang yang seharusnya. Sayang pada sosok yang tak semestinya.

Bukankah cinta itu fitrah. Lia tak pernah meminta memiliki rasa pada Tuan Azis disaat sudah berkeluarga. Tak pernah bermimpi berbagi hati. Apalah daya ketika rasa itu perlahan masuk dan mengalahkan logika.

Menyapa tanpa kata. Menyiksa dan membuat jiwa raga merana. Bukan ingin. Bukan pinta. Meski rasa itu nyata adanya.

Senyum sinis menghiasi bibir Nyonya Kulsum. Tembakan yang kena sasaran. Inilah sakit yang dirasakan. Saat cinta sang suami terbagi. Menjadi orang asing saat tatapan penuh kasih bukan untuknya, tapi bagi sang pelayan. Lia terluka, pun Kulsum. Mereka sama korban dari pahitnya cinta yang penuh asam.

"Ambilah! Bayar dan susul kami di restoran langganan. Kamu hapal, kan, Noura?"

Noura mengangguk. Segera menuju kasir dan membayar belanjaan. Menyusul ibu tirinya. Lia hanya mengekor dengan perasaan yang tertekan. Semestinya sudah sadar jika nyonya memperbolehkan ikut serta hendak menyiksa jiwanya. Bukan baik hati ingin berbagi.

                             *****

Langkah Lia tertahan di ambang pintu. Seorang dokter cantik yang telah dikenalnya tengah berbincang dengan Kulsum dan Azis. Entah mengapa tatapan nyonya Kulsum terasa aneh baginya.

Istri lelaki yang dicintainya itu seolah memendam niat tertentu mengumpulkannya bersama Fatma. Senyum penuh arti tersungging dari si pemilik badan gempal.

Lia duduk kikuk di tengah Tuan, Nyonya dan tamunya. Noura asyik dengan mainan baru. Rasanya menjadi makhluk asing di tengah perbincangan mereka.

Sesekali Tuan Azis melirik Lia. Betapa rindu melihat wajah cantik pelayannya. Meski serumah jarak memisah. Begitu susah walau hanya ingin melihat bayangan.

Fatma melihat beberapa kali pandangan Azis pada Lia. Hatinya sakit. Entah apa yang istimewa pada pelayan itu sehingga Azis bahkan tak menghiraukan keberadaannya.

"Fatma ...." ucap Kulsum mengagetkan grogi ketahuan tengah memandang Lia dan Azis bergantian.

"I-iya, ada apa?"

"Aku sudah melayangkan lamaran pada keluargamu. Mereka setuju pada rencana pernikahanmu dengan Azis.  Kita akan menjadi keluarga. Minggu depan kami akan datang melamar," ucap Kulsum melirik ekspresi Azis dan Lia yang kaget bukan kepalang.

"Apa maksudmu, Kulsum? Pernikahanku dan Fatma?"

"Ya, semua keluarga sudah menyetujuinya. Rumah kita butuh pewaris seorang putra. Aku tak bisa memberi tapi Fatma bisa. Jangan menolak karena keluarga sudah sepakat. Apa yang kurang dari Fatma. Cantik, baik, juga disukai Noura. Alasan terbesarmu untuk menerima," jawab kulsum penuh senyum kemenangan. Setidaknya kini mendapat pesaing yang sepadan. Lawan yang seimbang bukan berkompetisi dengan seorang pelayan sialan.

Azis menatap penuh tanya. Kabar itu bagaikan petir di siang terang. Mimpi pun tak pernah. Membayangkan juga enggan. Mengapa harus menikah lagi terlebih pada orang yang bukan pilihan. Azis mulai berandai jika perempuan itu Lia maka tanpa ditanya akan menyatakan ya.

Apa daya ada jurang pemisah. Sekat penghambat. Status Lia dan dirinya yang tak sendiri menjadi penghalang abadi. Tak mungkin menghancurkan indahnya singgasana cinta yang telah tercipta hanya karena cinta yang datang tiba-tiba.

Mata Lia memanas. Air bening ditahan kuat. Dada sesak. Kepingan merah luka. Mengapa harus menangisi yang tak mungkin di miliki. Meratapi yang bukan milik sendiri. Haruskah terluka dengan seseorang yang bukan kita genggam.

Fatma terluka. Tak dinyana jika Azis tak tahu perihal pertunangan dan rencana pernikahan. Mengapa dia mengira jika Azis juga sama memendam rasa hanya karena senyum dan keramahan tamahan yang selama ini disuguhkan. Padahal semua semata karena penghormatan Azis semata.

Hati Fatma berdenyut sakit. Panas bara api cemburu menjalar di kalbu. Apa hebatnya Lia itu? Hingga mampu bertahta dan membuat Azis tak mampu memalingkan muka. Fatma melihat diam-diam Azis tak henti memperhatikan pelayan itu. Cemburu.

Noura berbinar bahagia. Sungguh menyukai Fatma. Dokter cantik yang sangat baik. Mengapa harus menolak seorang yang begitu perhatian padanya. Sedangkan Noura haus akan kasih sayang dan cinta seorang bunda.

"Ummi Fatma? Mau jadi ummi aku, Abi? Alhamdulillah. Aku senang sekali. Kapan kalian akan menikah?" bertubi pertanyaan Noura lontarkan bernada kebahagiaan.

Suara si mungil memecah keheningan. Fatma, Lia, Azis terhenyak kaget mendengar pilihan si kecil yang terlanjur nyaman dengan Fatma. Kulsum tersenyum. Tembakan yang kena sasaran. Sekali meluncur mampu menumbangkan ketiga orang yang bersamanya.

Sekali panah melesat sudah mampu membidik tiga mangsa. Biar mereka merasakan bagaimana hati yang hancur ketika terbagi. Jangan katakan aku kejam. Jika tak tahu rasanya dikecewakan. Batinnya.

Kali ini Azis harus menghadapi dilema antara cinta pada Lia dan kebahagiaan Noura. Fatma harus merana antara cinta dan harga diri yang selama ini dijunjung tinggi.

Lia akan terluka dan tahu dimana posisinya. Pelayan itu harus bisa menekan perasaan cinta dan harga diri yang koyak. Harus tahu jika perasaannya telah menghancurkan sebongkah hati. Melukai harga diri seorang istri.

Suasana jadi kikuk. Azis hanya diam tak mampu berkata apa-apa. Bingung. Menolak pun tak bisa. Itu berarti melukai Fatma dan Noura. Azis tahu pasti debar rasa yang Fatma simpan. Tak ada yang kurang dari dokter muda nan jelita itu.

Raga sempurna tercipta. Kulit putih mulus tiada noda. Nasab yang terlahir dari keluarga terkemuka. Akhlak dan perangai yang elok menawan. Hingga mampu membuat Noura tertawan. Lembut, santun, menebar senyum ketulusan. Tak ada alasan untuk menolak perempuan sesempurna Fatma kecuali, cinta.

Rasa itu telah Azis serahkan pada pelayan sederhana yang jarang berkata dan senantiasa menundukkan muka. Dia yang telah merenggut posisi dan bertahta tanpa menyisakan ruang hampa. Lia.

Azis juga tak bisa menerima. Bagaimana jika kembali melukai hati Fatma. Cukup hati Kulsum yang terbagi dan tersakiti. Azis memilih diam dan bungkam. Terlebih keluarga sudah setuju. Apalah daya. Hanya bisa menerima.

Fatma meremas gemas luka di hati yang tercabik. Semoga kelak akan bisa menggeser posisi Lia dalam hati Tuan muda. Tak bisa lagi mundur ketika pertunangan sudah diatur. Tak bisa menghindar ketika kesepakatan sudah digenggam erat.

Lia hanya menahan tangisan. Berharap mendengar tuan menolak. Ingin Noura tak menerima. Namun, semua hanya bisu seolah berkata ya. Lia menahan air mata. Kemudian menyadari siapa diri yang hanya orang asing yang terjebak dalam dilema cinta segi empat.

Bagaimana selanjutnya? Tunggu part depan?

Kepincut Cinta Majikan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang