61. Terjebak

Mulai dari awal
                                    

Gue menunduk, kembali memutar otak untuk mencari sebuah alasan lain yang sekiranya mendukung dan bisa gue korek lebih jauh lagi.

Beberapa saat kemudian, gue mendongak seraya mengerjapkan mata. Apa jangan-jangan semua ini ulah dia?

"Ayana! Lo ada di dalam nggak?!"

Belum sempat gue menuntaskan kalimat yang gue rangkai dalam hati, suara cempreng milik Cantika membuat gue terlonjak kaget. Gue mengelus dada sebentar, sebelum akhirnya gue melangkah mendekati pintu toilet dan membukanya.

Setelah pintu terbuka, Cantika langsung menyerbu masuk dan kembali mengunci pintu toilet. Cantika memeluk gue sejenak, lalu memegang kedua tangan gue. Raut wajahnya terlihat tegang dan khawatir, diam-diam gue merasa lega sekaligus terharu menyaksikan hal seperti ini. Cantika benar-benar sahabat gue yang paling tahu apa yang gue rasakan.

"Na, lo baik-baik aja, kan?" tanya Cantika. Gue bisa lihat raut wajah sahabat gue ini, Cantika kelihatan panik bukan main, dia khawatir sama keadaan gue. Dan gue sangat beruntung bisa punya sahabat kayak Cantika ini.

Gue kemudian menggeleng pelan, "sebenarnya gue nggak baik-baik aja Can, gue terlalu terkejut dan takut."

Cantika bergeser lebih dekat ke gue, dia mengelus pundak gue dengan pelan dan hati-hati, seolah-oleh gue adalah barang yang rentan hancur. "Na, gue juga kaget waktu lihat pengumuman itu di mading. Gue nggak tahu awalnya ada rame-rame apaan, eh tahunya semuanya pada gosipin lo."

Napas gue keluar dengan berat. "Gue nggak tahu sekarang harus gimana Can, gue takut keluar dari sini."

"Lo tenangin diri lo dulu Na, gue yakin semuanya bakal baik-baik aja. Lo harus percaya sama gue," ucap Cantika menggebu, bermaksud memenangkan gue. Dan gue pun mengangguk, Cantika memang benar.

"Informasi itu emang nggak salah, gue emang udah nikah. Tapi itu terlalu berlebihan."

"Sugar Daddy, kan? Gue juga kaget bacanya Na. Seenak jidat orang yang nulis itu. Lo nggak jadi simpenan om-om selama ini. Gue emosi bacanya. Kalo gini, orang-orang pasti mikir yang enggak-enggak tentang lo."

"Gue harus gimana Can setelah ini?"

"Nggak usah takut Na, ada gue yang selalu ada disamping lo. Kita hadapi ini sama-sama, ya! Gue yakin semuanya bakal baik-baik saja." Cantika berucap mantap sekaligus meremas tangan gue.

Gue tersenyum seraya mengangguk kepada Cantika. Ah, beruntungnya gue masih punya sahabat sebaik Cantika. "Makasih ya Can?"

"Nggak masalah Na."

"Tapi Can, siapa yang ngelakuin ini sama gue?" tanya gue.

"Gue yakin Adit! Gue sudah nebak ini dari pertama kali lihat pengumuman ngeselin itu. Otak gue langsung mengarah sama tuh cowok. Dia mau balas dendam kayaknya Na. Emang benar-benar ya tuh cowok! Pengin gue makan hidup-hidup! Bisa-bisanya nyari masalah ginian. Najis!"

"Atau mungkin bukan dia Can," balas gue kemudian, karena gue sudah memikirkan siapa yang mungkin ngelakuin perbuatan ini, terlepas dari Adit yang masih jadi tersangka.

"Tapi siapa Na emangnya? Adit adalah orang yang patut kita curigai. Lagian siapa yang tahu lo udah merit selain gue sama Adit? Nggak ada orang lain kan di sini? Ya pasti Adit lah! Siapa lagi?"

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang