Titah Axel adalah mutlak, kemarahan Axel adalah bencana, dan kebaikan Axel adalah sesuatu yang tersembunyi sangat jauh dan hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat sisi Axel yang sebenarnya. Tidak para pelayan dan penjaga rumah, tidak juga saudara-saudara Ardiaz yang lain.

Tujuan Axel saat ini adalah kafe yang mungkin sedang disinggahi adiknya bersama teman-temannya. Malam Sabtu seperti ini pasti dimanfaatkan dengan baik oleh remaja-remaja yang tengah mencari kesenangan di luar rumah, tak terkecuali adiknya.

Dalam sekejap, Axel dapat menemukan Cherry yang baik hati dan lemah lembut dan baik hati karena kebaikan dan kedewasaannya yang tak biasa. Tepat sekali! Ini adalah kawasan yang masih dekat dengan kompleks perumahan miliknya. Jika tidak disini memangnya adiknya yang polos dan lugu itu bisa pergi kemana lagi?

Axel turun dari mobil dengan tatapan menggelap menatap Cherry yang tengah tertawa riang di dalam bersama teman-temannya. Untuk sesaat Axel terlena dan melupakan kemarahannya karena melihat betapa cantiknya Cherry ketika tertawa dan betapa lembutnya suara Cherry nyaris membuat Axel ikut tersenyum lebar.

Namun senyum tipisnya tak bertahan lama karena matanya menangkap Cherry duduk bersebelahan dengan salah satu teman laki-lakinya. Apa-apaan itu? Orang normal mana yang cemburu hanya melihat sang adik duduk bersebelahan dengan teman lawan jenisnya? Cukup! Axel ingin meledak. Tidak ada hal yang berlebihan, hanya saja mata dan hati Axel saja yang merasa memiliki terlalu dalam membuat gemuruh tak biasa berkobar di hatinya. Cukup!

Ia akui ia tidak normal. Yang hanya melihat kedekatan Cherry dengan teman lawan jenisnya sudah membuat Axel habis kesabaran.

Tak ingin menunggu lama lagi, Axel langsung masuk kedalam dan menarik tangan Cherry untuk berdiri dari duduknya. Dan tanpa di duga, Cherry langsung menghempaskan tanganya begitu kasar dan di susul dengan tatapan terkejut sekaligus takut. Terkejut karena kakaknya yang sudah seminggu tidak pulang tiba-tiba ada di sini dan menariknya dengan kasar sarat akan kemarahan.

"Terkejut?" tanya Axel diselingi kekehan renyah yang sanggup membuat teman-teman Cherry bungkam dan memilih pergi dalam diam. Tidak ada yang berani melawan Axel dan menyelamatkan Cherry dari amukan singa jantan. Mereka masih punya rasa malu dan harga diri.

"Kapan Kakak pulang? Aku bahkan belum menerima pesan Kakak," kata Cherry dengan lembut sembari mengemasi barang-barangnya yang tergeletak di atas meja. Setelah selesai memasukan ponsel dan alat make up-nya yang berupa Lipstik dan bedak, Cherry bergegas mengikuti Axel yang sudah lebih dulu berlalu dari Kafe.

Axel bahkan tidak repot-repot untuk menjawab pertanyaan Cherry dan lebih memilih untuk masuk kedalam mobil terlebih dahulu dan menunggu sang adik yang tengah merapikan barangnya.

"Maaf Kak, aku tidak tahu kalau Kakak akan pulang lebih cepat," kata Cherry yang sudah duduk di kursi belakang dan menutup pintu. Dari sikapnya, Cherry bisa menebak jika Axel sedang merajuk dan menahan amarahnya. Cherry cukup tahu, kakaknya yang aneh dan pemarah itu mempunyai pola pikir yang berbanding lurus dengan suasana hatinya.

"Kak, aku---"

Belum sempat Cherry melanjutkan ucapannya, tubuhnya sudah lebih dulu direnggut dan di peluk erat nyaris meremukkan tulang-tulang Cherry yang ringkih. Cherry bahkan tak jadi kembali bicara saat Axel mengusap kepalanya dan nafasnya terdengar berat.

"Seminggu rasanya seperti sebulan," bisik Axel dengan wajah yang teredam helaian surai panjang Cherry yang beraroma lemon. Cherry tertawa kecil melihat betapa Kakaknya ini sangat kekanakan dan konyol disaat yang sama.

"Kakak sangat merindukanmu Cherry,"

Cherry semakin mengeraskan tawanya dan membalas pelukan sang Kakak tak kalah eratnya.

My Psychopath Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang