"Terimakasih, Ra. Aku baru pertama kali ketemu kamu, tapi aku udah denger banyak cerita tentang kamu dari Ayah dan Ibu. Sekarang kita kakak adik ya, hehe" Zahira mengangguk, membalas senyuman kakak iparnya itu.
Hari menjelang siang, resepsi telah dilangsungkan sekitar dua jam yang lalu. Seperti sebelumnya, Zahira masih menatap acara itu dengan malas. Tidak niat sama sekali berdiri di acara yang sangat membuat dirinya membenci Ivan.
"Ra, ayo foto. Ayo sini, rame-rame." Sahla melambaikan tangan pada Zahira, mengajak adik iparnya untuk ikut berfoto bersama.
Separuh dalam diri Zahira menolak, ia enggan. Namun, ia tak tega menolak kala melihat binar bahagia dari mata kakak iparnya itu. Satu hal yang terlintas dalam benak Zahira, apakah Sahla mengetahui bahwa dirinya adalah istri ketiga dari Ivan?.
Zahira membawa dirinya ke atas panggung resepsi, turut berpose dalam tiga kali bidikan kamera. Setelahnya, ia berjalan menuju dapur rumahnya. Iya, pernikahan diadakan di rumahnya sesuai kesepakatan keluarga. Karena Sahla dan keluarganya berasal dari Jawa Timur. Dan entah mengapa bisa terjadi kesepakatan keluarga yang begitu unik menurut Zahira. Dia, tidak mau tahu.
Ibunya tengah duduk di kursi meja makan seorang diri, kala Zahira memasuki area dapur rumahnya. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh Ibunya, yang jelas Ibunya tengah melamun.
"Bu?" panggil Zahira, Ibunya menengok. Menatap putri semata wayangnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Jangan beritahu Sahla, Ra" ucap Ibunya. Zahira bingung, apa yang tidak boleh ia katakan pada Sahla?
"Tentang apa, Bu?" "Semuanya, Ra." Kali ini, Zahira mengerti arah pembicaraan yang Ibunya maksud.
"Jadi benar firasat Zara, kalau Kak Sahla nggak tau kebenaran tentang status Bang Ivan?" Ibunya mengangguk, Zahira menghela napas kasar. Sampai kapan Ibunya akan melindungi Ivan?
"Ibu takut Sahla akan ninggalin Ivan, sedangkan kamu lihat sendiri Ivan sangat bahagia, Ra."
"Ibu membohongi Kak Sahla dan keluarga besarnya. Mereka berpikir Bang Ivan belum pernah menikah Bu, padahal Kak Sahla adalah istri ketiga Bang Ivan. Bu, sampai kapan Ibu akan terus membela dan melindungi Bang Ivan?"
"Ivan anak Ibu, Ra. Ibu nggak mau liat Ivan sedih. Sebelum pernikahan dilangsungkan, Ivan sendiri yang meminta Ibu untuk merahasiakan semuanya dari Sahla." Zahira menggeleng kasar, kecewa dengan apa yang Ibunya lakukan.
"Ibu nggak mau liat Bang Ivan sedih? Tapi Ibu dengan tega ngeliat aku tersiksa selama ini? Aku dihina, dikucilkan bahkan aku pernah hampir dilecehkan, pernah hampir bunuh diri. Semua karena Bang Ivan, tapi Ibu sama sekali nggak pernah ngerasa kasihan ke aku, Bu."
"Hidup kamu baik-baik aja, Ra. Kamu pintar, semua kebutuhan kamu selalu terpenuhi oleh Ayah kamu. Kamu bisa kuliah, sedangkan Ivan?"
"Ibu bilang hidup aku baik-baik aja? Selama ini aku dihina karena punya Abang kaya dia, menurut Ibu aku nggak terluka?. Semua kebutuhan selalu terpenuhi? Bukankah Bang Ivan pun mendapatkan hal yang sepadan? Aku bisa kuliah sedangkan Bang Ivan nggak? Ibu nggak inget, apa yang menyebabkan Bang Ivan putus sekolah? Karena dia mabuk-mabukkan di sekolah, Bu. "
Zahira tak kuasa membendung air matanya. Satu hal yang ia sadari, keputusannya untuk menginjakkan kaki di hari pernikahan Ivan adalah keputusan yang amat sangat salah. Nyatanya, ia mendapatkan luka yang sama bahkan lebih sakit rasanya.
"Kapan Ibu berhenti membuat Bang Ivan seolah anak kebanggaan? Kapan Ibu berhenti membela Bang Ivan, padahal yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan? Kapan Ibu berhenti melindungi Bang Ivan atas kesalahan yang seharusnya dia pertanggung jawabkan? Sampai kapan Ibu kaya gini? Kesalahan yang Bang Ivan perbuat sudah sangat besar, Bu. Tapi Ibu malah tetap seolah membenarkan apa yang dia lakukan."
Zahira mengusap air matanya kasar. Dadanya sakit, rasanya sesak seperti di himpit ribuan batu. Dia, amat sangat kecewa dengan keluarganya.
Sedangkan Ibunya, hanya diam meresapi kalimat demi kalimat yang Zahira lontarkan. Ibunya, tak pernah merasa yang dilakukan Ivan adalah kesalahan. Bahkan ketika dulu Ivan di keluarkan dari sekolah, Ibunya bersikeras bahwa itu semua hanya fitnah.
Itu juga yang Zahira dengar. Ibunya menuduh Ratna memfitnah Ivan, hingga akhirnya Ibunya menyuruh Ivan meninggalkan Ratna sehari setelah menikahinya. Ibunya berkata pada semua tetangganya, bahwa Ivan difitnah oleh Ratna. Mungkin, itu cara yang Ibunya lakukan untuk membersihkan nama Ivan.
Namun, yang terjadi adalah warga di desanya semakin menggunjingkan Ivan. Dan berkata kalau Ivan laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Bahkan pernikahan Ivan yang ketiga ini, banyak tetangga yang menduga bahwa pernikahannya tidak akan bertahan lama. Mengingat, Ivan sangat mudah berganti-ganti pasangan.
Zahira menjatuhkan dirinya di ranjang kamarnya. Ia terisak. Hingga bunyi pintu terbuka membuatnya menghapus air matanya kasar.
"Ayah tau Yuna terluka. Maafin Ayah ya, Ayah belum bisa bahagiain Yuna. Ayah belum bisa bikin Yuna merasakan indahnya arti keluarga. Maafin Ayah, Yuna." Zahira berhambur memeluk Ayahnya. Pria yang selalu membuatnya tegar menghadapi kejamnya dunia.
Yuna, panggilan kesayangan dari sang Ayah. Membuat setitik rasa sakitnya menghilang. Ia bahkan lebih bisa merasakan, bahwa Ayahnya jauh lebih merasa terluka. Ayahnya diam, bukan berarti tak merasakan kecewa. Lebih dari yang Zahira rasakan, Ayahnya merasa gagal sebagai seorang Ayah, suami bahkan kepala keluarga.
"Harusnya Yuna yang minta maaf. Yuna masih cengeng, masih suka nangis. Maaf, Yah, Yuna belum bisa jadi putri Ayah yang kuat."
Zahira terisak di pelukan sang Ayah. Mengeluarkan segala rasa sakit yang selama ini ia pendam. Menumpahkan segala sesak yang mencekat rongga pernapasannya. Ia, masih tenggelam dalam luka yang kembali tergores.
Jika dunia membuatmu lemah, temukan satu orang saja yang mampu menguatkanmu. Ayahmu, misalnya.
*******
Jangan lupa berdoa, belajar dan berusaha. Terimakasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAHIRA [SELESAI]
Teen FictionKulalui liku hidup, meski berderai air mata. Kadangkala dunia terasa sangat tidak adil, menguji makhluk yang bahkan telah lunglai. Duniaku terasa sangat menyakitkan. Luka demi luka kuseka, tapi duka tak henti memenjara. Entah kapan terakhir kali aku...
Bahagia (Kecewa)
Mulai dari awal