Aisah tak menjawab, ia meninggalkan Maulana dan kembali berlari menuju ruang rapat para pengurus pesantren. Dan lagi-lagi Aisah membuka pintu dengan kasar tanpa mengucap salam. Wanita itu menemukan Hizam, ia menatap putra Syera dengan napas terengah. "SYERA DI MANA?!" Aisah berteriak begitu lantang.

Orang-orang yang berada di dalam pun menjadi terkejut dua kali lipat karena tingkah Aisah yang sangat tak terduga dan tiba-tiba. Di depan ruangan rapat pun sudah ramai para santri yang mencoba menyaksikan apa yang sedang terjadi, bahkan ruangan yang tadi terang menjadi gelap sebab tertutup para santri yang berjejer di jendela untuk ikut menyaksikan kegaduhan.

"DI MANA, HIZAM?! DI MANA SYERA?!" Aisah mencengkeram kuat dada Hizam yang terbalut jubah.

Ponsel yang Aisah pegang di tangan kirinya nampak terus menampakkan sebuah panggilan.

Hizam terdiam, perasaannya menjadi tak enak. Tapi ia terus menatap Aisah seolah menantikan sebuah jawaban.

Tubuh Aisah melemah, ia terduduk di lantai begitu saja dan tak henti terisak.
"Angkat ini, Zam. Bilang sama Tante kalo telinga Tante yang salah, telinga Tante yang bermasalah ...." Aisah berucap begitu lirih.

Maulana mengambil ponsel Aisah begitu saja, ia melihat nomer tak dikenal melakukan banyak panggilan. "Angkat, Zam," kata Maulana saat nomer tak dikenal itu kembali menelepon, pria itu memberikan ponselnya kepada Hizam.

Assalamualaikum.

Bu Aisah?

Tolong datang sekarang, Bu.

Bu Syera sudah sangat kritis ....

Hanya Hizam saja yang mendengar suara itu.

Anak itu terdiam, air matanya menetes begitu saja. Orang-orang yang melihatnya menjadi khawatir.

Jemari Hizam bergetar, ia membuka pesan whatsapp dari ponsel Aisah dari nomer tidak di kenal tadi saat sambungan telepon terputus. Sedangkan orang-orang tetap terdiam dan menunggu Hizam memberitahu, suara dan isakan Aisah yang tak henti semakin menyesakkan ulu hati Hizam.

Hizam meraih ponsel dan kunci motor miliknya, lalu berlari keluar dengan cepat. Raut wajahnya sangat pias, netra elang itu terlihat meredup dan berembun. Ia terus berlari tanpa memedulikan orang-orang yang juga terlihat cemas melihatnya.

Sedangkan Aisah yang masih terduduk lemas di lantai memukul-mukul dada Maulana.

"Ayo ikut Hizam, Mas. Ayo liat Syera. Ayo kita jaga Syera ...." Aisah sudah benar-benar menangis sepenuhnya.

"Syera kenapa, Mas? Kenapa dia kritis ...."

Semua orang terdiam dan terkejut mendengar perkataan Aisah.

***

"ICU. Mohon tunggu di luar, jam jenguk sudah habis."

Hizam berlari setelah bertanya keberadaan Syera. Napasnya seolah tak akan habis dibuat terus berlari seperti itu, tapi tetap saja anak itu terengah ketika sudah berhenti berlari dan berdiri tegap di depan kaca yang menampilkan seorang wanita dengan mata terpejam dan terlihat jelas selang-selang panjang memenuhi tubuh itu.

(Bukan) KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang