30. Bolos dan Hukuman

Mulai dari awal
                                    

"Puas lo ngetawain gue?" Rasanya Melva ingin pergi ke kamarnya lalu bersembunyi di bawah selimut. Ia malu ketika Araya tahu bahwa ah lupakan!

"Bercanda doang elah, ngambekan banget."

"Siapa yang ngambek?"

"Lo lah, masa gue yang tampannya ngalahin oppa-oppa korea." Araya menyisir rambutnya ke belakang. Terlihat keren jika dilihat fans-nya. Namun tidak ketika hanya Melva yang melihat hal itu.

"Jijik banget, jir. Huek.." Melva berakting seolah-olah ia betulan akan muntah di depan Araya.

"Alah nggak usah muna, deh! Gue tau lo muji gue juga kan dalem hati?" Araya mengendikkan bahunya, "Cewek itu emang gitu ya, bilangnya enggak padahal iya. Bilang nggak apa-apa padahal juga kenapa-kenapa. Emang dasar gengsian." Cerocos Araya panjang lebar.

Melva menggaruk rambutnya yang tidak gatal, "Lo ngomong apaan sih, Ar? Cepet banget."

"Lo kan pinter, masa masalah ginian aja nggak paham."

"Kan beda. Perbedaannya tuh ibarat langit sama bumi. Jauh!" Tegas Melva.

"Langit tuh keliatannya aja deket, padahal aslinya jauh banget. Kayak kita, Mel. Kelihatannya aja akrab, padahal aslinya kita itu jauh, sejauh langit dan bumi."

Lagi-lagi Melva menganga mendengar penuturan Araya yang melenceng namun benar. Lalu tiba-tiba Melva menepuk dahinya pelan. "Sekarang jam berapa?" Melva menggigit bibirnya cemas.

"Jam 10, kenapa?" Tanya Araya dengan santai.

"Mampus, gue telat masuk kelas."

"Tadi katanya mau bolos, nggak jadi?"

Melva terdiam cukup lama hingga membuat Araya membuka suara lagi. "Daripada masuk terus dihukum, mending sekalian bolos sama gue."

"Yaudah, deh." Putus Melva. "Kita mau bolos ke mana?"

"Lo maunya ke mana?"

"Gue sih maunya ke mall, main timezone sama nonton. Tapi gimana caranya kita ke luar sekolah?"

Araya tersenyum tipis lalu mengacak-acak rambut Melva dengan gemas. "Tenang, serahin aja sama gue."

***

"GAWAT, Mel. Pak Isa lagi stay jaga gerbang." Araya menggaruk kepalanya kikuk.

Melva meringis. Ia tau akan sulit melewati Pak Isa, pasalnya satpam SMA mereka berbeda. Tidak bisa disogok pakai apapun. Garis bawahi kata apapun. Ia sampai bingung, dapat di mana satpam modelan Pak Isa.

"Terus gimana, nggak jadi bolos?"

Araya memutar bola matanya, tangannya ia ketuk-ketukan di dahi, mencoba berpikir. Tingkah Araya terlihat menggemaskan di mata para gadis-gadis yang menggemarinya. Tidak terkecuali Melva. Karena tingkah seperti itu hanya dimiliki oleh Araya.

"Pelajaran udah mulai dari tadi, bisa mampus gue kalau nggak jadi bolos."

Araya menjentikkan jarinya, pertanda mendapatkan ide. "Ikut gue," Araya menarik pergelangan tangan Melva dengan antusias.

"Eh, mau ke mana?"

"Udah, ikut aja." Jawab Araya tanpa menoleh ke arah Melva.

Melva terlihat pasrah ditarik oleh Araya. Ia sempat berpikir, ke mana Araya akan membawanya. Dan sekarang, mereka berakhir di lab fisika.

"Kita ngapain ke sini, sih?" Melva bertanya dengan kebingungan.

Letak lab fisika sangatlah strategis untuk dijadikan tempat untuk kabur dari pelajaran karena letak lab fisika berada di gedung pojok dan berada di lantai 3, lantai paling atas. Hal itu membuat lab fisika jarang digunakan. Sebab, kebanyakan guru maupun siswa lebih memilih praktek di lab kimia atau biologi setelah semua peralatan praktek yang berada di lab fisika di pindahkan di lab biologi dan kimia. Akibatnya, ketika pertama kali masuk lab fisika yang kita lihat adalah kosong.

AKSARAYA✅ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang