Dan untuk kesekian kalinya, Reo maupun Daniel harus terkejut. Tidak heran Kisha terlihat diam dan hanya diam di tempat.
"Dasar sialan!" Daniel meninju dinding di sebelahnya. "Mereka menahan tiga orang."
"Bukan gitu... Mamaku juga bagian dari PANITIA," ucap Kisha dengan pahit yang lagi-lagi membuat Daniel dan Reo tertegun
Siapa yang mengira kalau Mama Kisha yang selama ini mereka pikir hanya orang awam juga bagian dari PANITIA? Apa semua yang terjadi hingga kini juga bagian dari permainan?
Kisha menatap Reo yang tidak mengatakan apa-apa dan semakin terlihat pucat. Cowok itu jelas-jelas tidak sehat dan ada sesuatu yang salah dengannya. Tapi melihat kekeras kepalaan cowok itu, Kisha curiga jika itu bukan sakit perut biasa.
Apa Juna melakukan sesuatu pada Reo?
"Sha," tiba-tiba saja Reo memanggilnya dengan lembut. "Lo belum menjawab mereka, itu artinya lo masih bebas. Lo bukan menjadi bagian dari PANITIA. Kalau lo kabur sekarang... lo ngga akan dikejar oleh mereka."
"Tapi gimana dengan keluarganya, pinter?" sindir Daniel
Reo berdecak, "Biar gue yag ngurus."
"Maksud lo apa?" entah kenapa firasat Kisha mengatakan ada sesuatu yang aneh di sini. "Ada apa ini sebenarnya?"
"Ngga ada waktu buat jelasin, Sha." Reo berpaling pada Daniel. "Lo bawa dia pergi dari sini sekarang."
"Bawa pergi kemana? Anjir, ini dimana juga gua kaga tau!"
Kisha melihat keduanya dengan tidak sabar, "Stop bicara seolah gue ngga ada disini. Gue juga punya hak!"
Reo dan Daniel langsung berpaling secara bersamaan ke arah Kisha, "Ngga! Lo diem!"
Mata Kisha melebar, ia tidak percaya jika nasibnya sendiri tidak bisa tentukan. Tidak tahu apa yang terjadi, kenapa mereka ada di sini dan tidak diberikan hak untuk mengatakan apa pun. Mereka salah jika kali ini Kisha akan diam saja.
"Kalian pulang aja," ujar Kisha bersiap untuk menutup jendelanya kembali
Untungnya Daniel dan Reo dengan gesit menghentikan Kisha sebelum jendela itu benar-benar tertutup kembali, "Oi, Oi! Kita becanda, baperan amat!"
Kisha mengangkat alisnya, "Emangnya ini situasi yang bisa becanda?"
"Oke, serius." Reo menarik nafasnya dalam-dalam. "Ini rencananya, Lo dan Daniel pergi dari sini. Mengungsi dulu atau apa pun, setidaknya jangan sampai Juna dan PANITIA lain menemukan kalian. Sedangkan gue balik ke gudang pura-pura pingsan."
Melihat wajah pucat Reo, Daniel yakin kalau cowok itu bukan ingin pura-pura pingsan tapi memang akan benar-benar pingsan. Mungkin rasa sakit pada luka jahitan cowok itu membutuhkan pertolongan secepatnya.
Seharusnya ia senang melihat kesusahan Reo dan meledeknya seperti biasa. Tapi entah kenapa saat ini ia merasa jika hal itu salah dan ia membutuhkan cowok itu untuk kabur dari sini. Lagipula, bagaimana mungkin Reo menyuruhnya kabur dari tempat yang ia tidak tahu harus kemana?
"Gue ngga mau."
Reo berdecak, "Lo tahu ini bukan saatnya-"
"Lo aja yang pergi. Gue masih ada urusan dengan Juna. Ingat, gue sama sekali belum ketemu dia!"
Reo menatap lurus Daniel yang juga membalasnya tanpa ragu. Wajar saja jika keduanya tidak ada yang mau mengalah mengingat mereka memiliki tujuan yang sama pentingnya. Reo yang ingin membebaskan Kisha dan Daniel yang ingin bertemu dengan Juna.
Merasa jika Daniel tidak akan menyerah, Reo memalingkan pandangannya pada Kisha yang masih menunggu sambil merengut. Memang salahnya untuk menyeret Kisha dalam permainan, tapi itu memang sudah takdir sang junior untuk terlibat di dalamnya karena ternyata Mama Kisha itu juga termasuk ke dalam PANITIA yang pernah bersekolah di Tunas Jaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's a game, baby!
RomanceBagaimana jika kebebasanmu direngut hanya karena sebuah permainan yang menjadi tradisi di sekolah barumu?
The Truth (4)
Mulai dari awal